8 : Kebohongan

667 80 4
                                    

Sepagi ini Jemima telah disibukkan dengan beberapa bahan makanan yang telah ia olah. Padahal jam masih menunjukkan pukul lima pagi. Namun hal tersebut tak membuatnya keberatan. Bagaimana tidak? Semalam, Jeffry dengan antusiasnya mengajak untuk pergi piknik. Setelah sekian lama akhirnya pria itu mengajaknya bepergian. Hal yang tak biasa karena hampir setiap saat sang suami lebih memilih menghabiskan masa akhir pekan mereka hanya dengan bermalas-malasan di rumah.

Dengan telaten, ia memasukkan beberapa menu makanan dan minuman yang ia masak ke dalam keranjang piknik yang telah di sediakan sebelumnya. Wanita 30 tahun itu menghela nafas panjang dengan senyuman yang kian merekah. Menyeka sisa-sisa keringat yang sempat membasahi keningnya.

Setelah memastikan tak ada satu hal pun yang tertinggal, ia melepas celemek yang ia kenakan dan menggantungnya kembali pada tempatnya. Sedikit mengintip ruang tengah untuk mencari keberadaan Jeffry. Namun suaminya itu tak lagi berada disana.

'Mungkin ada di kamar.'

Begitulah yang ada dalam pikiran Jemima. Ketika ia hendak berjalan menuju kamar, wanita itu mendapati jika pintu rumah sedikit terbuka.

"Mas Jeffry kebiasaan. Pintu selalu dibiarin kebuka kayak gini."

Gerutunya singkat dan tanpa berpikir panjang, ia memutuskan untuk menutup kembali pintu tersebut. Namun langkahnya terhenti begitu ia mendengar suara sang suami yang seperti berbicara dengan seseorang melalui sambungan telefon.

Rasa penasarannya perlahan muncul begitu Jeffry menyebut namanya dalam panggilan tersebut. Yang artinya ia sedang berbicara dengan seseorang yang juga mengenalnya. Lantas mengapa ia harus pergi keluar hanya untuk menerima panggilan tersebut? Keingintahuan Jemima semakin memuncak begitu menyadari ada kekhawatiran yang tergambar jelas dari nada bicara pria itu.

Beberapa saat kemudian tak lagi terdengar suara Jeffry. Membuat wanita itu mengerutkan keningnya bingung. Dengan ragu-ragu perlahan ia meraih gagang pintu dan hendak membukanya sedikit lebih lebar untuk mengintip apa yang sedang suaminya lakukan. Namun di saat yang bersamaan Jeffry telah lebih dulu membukanya. Dan seketika wajah pria itu menegang. Seolah ia baru saja tertangkap basah.

Tak ingin berpikir lebih jauh, Jemima tersenyum tipis dan mengedarkan pandangannya keluar rumah.

"Ngapain di luar mas?"

"Oh.. Itu. Aku habis ngerokok Je. Trus jadi keenakan duduk di luar."

'Bohong.'

Jelas-jelas Jeffry tengah berbohong kini. Hal yang tak biasanya pria itu lakukan. Jemima kembali tersenyum dan mengusap punggung sang suami.

"Aku uda selesai masak. Kamu mandi duluan aja. Aku masih mau bersih-bersih rumah trus bangunin Kayla nanti."

"Iya."

Sahut pria itu singkat sembari melayangkan kecupan kilat di kening Jemima sebelum ia berlalu meninggalkan sang istri yang kini terdiam dengan tatapannya yang tak dapat diartikan.

-

"Pasta buatan kamu emang yang paling enak Je. Gak ada yang bisa ngalahin. Sandwich-nya juga enak."

Puji Jeffry ketika mereka menikmati sarapan di tengah taman pagi ini. Jemima yang menyantap sepotong strawberry hanya tersenyum menanggapi pujian suaminya. Walau nampak biasa saja, namun pikiran wanita itu tengah melanglangbuana entah kemana kini.

Fakta bahwa pria yang sudah tujuh tahun hidup dengannya tengah membohonginya bukanlah hal yang dapat ia lupakan begitu saja. Untuk alasan apa dan mengapa? Hal tersebut sangat mengganggunya kini.

"Je."

Lihat. Bahkan Jeffry sudah memanggilnya berulangkali namun ia seolah tak mendengarnya. Hingga pria itu mengusap pelan punggung tangannya membuat Jemima tersentak.

"Kenapa mas?"

"Kamu lagi mikirin apa?"

"Nggak kok. C-cuma.. Hari ini gak bakal hujan kan ya? Takut cucianku basah."

"Cerah gini masa mau ujan?"

"Ah iya juga."

"Lagian kalo hujan pun ya nggak apa Je. Kalo basah dan bau, tinggal cuci lagi. Biar aku yang cuciin nanti."

Jemima hanya tersenyum dan mengangguk menanggapi ucapan suaminya. Namun usapan lembut dari pria itu membuatnya kembali menoleh.

"Telfon kamu dari tadi bunyi. Gak di angkat?"

"Hm?"

Wanita itu mengalihkan pandangannya kearah ponsel yang berada tepat di sampingnya. Ada tiga panggilan tak terjawab dari rekan kerjanya itu. Hingga panggilan keempat akhirnya kembali masuk. Dengan segera ia menjawab panggilan tersebut.

"Halo mbak Win?"

"Je.. Kemana aja sih kok gak cepet diangkat? Mentang-mentang lagi quality time sama aa Jepri."

Jemima tersenyum begitu mendengar omelan yang langsung menyambutnya.

"Ada apa mbak?"

"Bisa ke kantor bentar gak? Ada yang mau aku omongin soal jadwal kita minggu depan."

"Ke..kantor?"

"Iya Je. Bisa gak?"

"Urgent banget mbak? Harus sekarang kah?"

"Iya harus banget. Gak ada yang bisa aku mintain tolong. Mbak Alin sama Tian pada sibuk."

Wanita itu beralih menatap sang suami yang kini tersenyum dan mengangguk mengiyakan.

"Yaudah aku kesana mbak."

"Sip. Makasih ya Je. Love you."

Sahutnya sebelum mengakhiri panggilannya.

"Maaf ya mas."

"Gak apa kok Je. Lagian Windy kalo uda sampe nelfon berulang kali kayak gitu juga pasti untuk hal yang penting kan? Yuk aku anter."

"Titip Kayla ya mas."

"Siap. Gak perlu khawatirin Kayla kalo uda sama papanya."

Jemima tersenyum dan mulai membereskan beberapa peralatan mereka.

-

"Jadi gitu ceritanya Je."

"Lumayan rumit juga ya mbak."

"Iya. Jadi pihak yang cowok pengen konsep outdoor. Sedangkan yang cewek pengen indoor aja karena khawatir turun hujan."

"Uda coba dimongin secara langsung gak mbak? Maksudku dari kedua belah pihak."

"Belum sih. Makanya aku nyoba hubungin mbak Alin tapi gak diangkat dari tadi."

"Mbak Alin lagi bantu-bantu acara arisan di rumah mama."

"Pantesan."

Sahut Windy yang mengangguk mengerti dan kembali fokus dengan layar ponselnya. Membalas pesan beberapa pelanggan mereka.

"Mbak."

"Em."

"Kalo orang lagi nyembunyiin sesuatu gitu kira-kira apa alasannya?"

"Nyembunyiin sesuatu? Maksud kamu bohong gitu?"

"Iya."

Windy meletakkan ponselnya dan duduk bersandar pada kursi yang ia duduki. Nampak berpikir kini.

"Apa yaa.. Menurutku ada dua kemungkinan sih Je."

"Kemungkinannya?"

"Pertama, takut rahasianya kebongkar. Kedua, orang itu gak mau nyakitin perasaan orang yang dibohongi. Apapun alasannya, fakta bahwa dia bohong ujung-ujungnya bakal tetep nyakitin buat orang yang uda di bohongin."

Sahut wanita yang kini kembali fokus dengan pekerjaannya. Sementara Jemima tidak begitu. Mendengar jawaban yang di dapat dari rekan kerjanya itu hanya membuat rasa penasarannya kian membuncah kini.

~~~

Sajak Tentang Memaafkan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang