21 : Rania

865 108 20
                                    

Senyum manis dengan sepasang lesung pipi yang terlihat jelas itu seolah enggan hilang dari wajah Jeffry yang entah sudah berapa lama berdiri di depan gerbang tempat yang selalu ia kunjungi akhir-akhir ini. Memperhatikan pola tingkah gadis mungil yang sering kali tertawa dan tersenyum ketika bermain dengan teman-temannya.

Ya. Terhitung hampir satu bulan pria itu selalu datang dan tak pernah absen satu kali pun dari PAUD tempat puteri bungsunya itu bermain dan belajar. Hanya melihat dari kejauhan tanpa berniat untuk mendekat, itu sudah cukup baginya.

Selama waktu yang ia gunakan untuk memperhatikan Rania, Jeffry setidaknya dapat memahami sedikit sifat gadis cilik itu. Berbeda dengan kakaknya yang punya kepribadian yang lembut dan manja, Rania bisa di katakan sedikit berbeda di mata pria itu. Ia begitu mudah bergaul dan memiliki jiwa kepemimpinan yang bahkan terlihat jelas. Yang sering kali membuat Jeffry tertawa dalam diam kala melihat tingkah lucunya.

Ketika ia larut dalam pikiran akan kekagumannya pada makhluk mungil itu, sebuah bola mainan mengarah kepadanya dan mendarat tepat di hadapannya. Membuat pria itu tersadar dan menatap gadis cilik yang sedari tadi berada dalam benaknya. Dilihatnya Rania berjalan mendekat dan melihat kearah bola tersebut sebelum ia kembali menatap Jeffry.

"Pelmisi Oo."

Ujarnya dengan suara yang terdengar imut. Membuat pria itu tak mampu menyembunyikan senyumnya. Ia lantas berjongkok dan menyamakan posisinya dengan Rania. Memandangi sepasang netra gadis kecil itu yang memandangnya dengan tatapan polos. Jeffry lantas meraih bola tersebut.

"Kamu mau ambil bola ini?"

Tanyanya yang diangguki cepat Rania. Pria itu pun kembali tersenyum seraya menyerahkan bola dalam genggamannya.

"Akasyih."

Ujarnya tersenyum sumringah dan hendak berbalik. Namun ia kembali terhenti begitu Jeffry tak juga melepaskan bola yang ia genggam. Gadis itu pun memandang bingung dengan sepasang mata bulatnya. Nampak begitu imut.

"Rania- siapa ya?"

Sebuah suara yang menginterupsi keduanya membuat Jeffry lantas melepas bola yang ia genggam. Sementara Rania kini berlari kearah wanita yang pria itu yakini adalah salah satu pengajar di PAUD tempat puterinya.

Perlahan Jeffry bangkit dan tersenyum menyapa wanita yang kini membawa gadis kecil itu ke dalam gendongannya.

"Jeffry?"

Sebuah suara lain yang sangat familiar membuat pria itu menoleh dan seketika ia terdiam begitu melihat kehadiran mantan mertuanya.

"Bapak kenal?"

Adalah pertanyaan yang pengajar wanita itu layangkan. Sementara Malik, sang mantan mertua itu pun tersenyum tipis.

"Papanya Rania."

Sahutnya singkat yang diangguki mengerti oleh wanita itu.

-

"Apa kabar pa?"

Ucap Jeffry setelah keduanya terdiam cukup lama. Pria paruh baya itu pun tersenyum simpul.

"Kamu kapan kembali ke Indonesia?"

"Dua bulan yang lalu."

Sahutnya sementara Malik hanya mengangguk pelan. Keheningan kembali menyelimuti keduanya dengan netra yang terfokus pada Rania yang nampak asik bermain.

"Uda pernah ngobrol sama Rania?"

Dengan senyum masam, pria itu pun menggeleng pelan.

"Kalo sama Jemima?"

"Pa."

Pria paruh baya itu menoleh menatap Jeffry yang kini terlihat ragu.

"Jeffry kembali kesini sama sekali bukan untuk balikan sama Jeje. Jadi papa gak perlu khawatir."

"Jeffry."

"Tujuan awal saya kembali hanya ingin memperbaiki hubungan dengan orang tua saya. Dan tentunya ketemu sama Kayla. Tanpa tau apa-apa soal Rania."

Ujarnya yang terdengar sendu. Membuat pria paruh baya itu hanya dapat terdiam.

"Saya gak akan mengungkit masa lalu karena masa itu gak akan terulang. Saat ini saya cuma mau fokus dengan Rania."

"Hanya dengan merhatiin dia dari jauh?"

"Rania gak perlu kenal dengan saya. Bisa merhatiin dia dari jauh itu uda cukup."

"Kenapa begitu?"

"Karena saya gak cukup baik buat jadi papanya. Dan karena ada yang jauh lebih layak dari saya."

Ujarnya seraya mengalihkan pandangan pada sebuah mobil yang baru saja terparkir di halaman PAUD tersebut. Tak lama, Tian keluar dari mobil tersebut dan disambut dengan Rania yang berlari kearahnya. Memeluk erat pria yang kini berjongkok menyamakan posisinya dengan gadis cilik itu.

Diam-diam, Malik memperhatikan Jeffry yang kini tersenyum masam dengan tatapannya yang begitu sendu. Pria itu pun bangkit.

"Pamit pa."

"Uda mau pulang?"

"Mau ke makam Kayla."

Mendengarnya, senyum di bibir Malik pun memudar. Memandangi pria yang kini berbalik dan melanjutkan langkahnya.

-

Jemima menghela nafas panjang begitu melihat sosok yang akhir-akhir ini sering ia temui secara tak sengaja. Tak jauh darinya saat ini, Jeffry terduduk di hadapan makam Kayla. Sama seperti yang sudah-sudah, pria itu selalu datang dengan membawa bunga serta mainan. Membacakan dongeng di hadapan makam tersebut. Sungguh konyol, pikirnya.

Menyadari kehadiran Jemima, pria itu menghentikan ucapannya dan perlahan menoleh. Tersenyum kikuk seraya bangkit dan menutup buku cerita di genggamannya. Sementara Jemima perlahan mendekat dan meletakkan karangan bunga yang ia bawa. Wanita itu pun berbalik dan hendak pergi namun Jeffry menahan pergelangan tangannya.

"Biar aku yang pergi."

Ucapnya yang perlahan melepas genggamannya. Pria itu pun kembali berjongkok dan mengusap lembut nisan Kayla. Tersenyum manis dengan tatapannya yang meneduhkan.

"Papa pulang dulu ya Kay."

Ujar pria itu kemudian bangkit. Tanpa sepatah kata, Jeffry melangkahkan kakinya melewati Jemima. Tak berniat untuk berhenti atau sekedar berucap, ia pergi begitu saja. Sementara Jemima, dengan sepasang netranya yang memerah hanya terdiam pada tempatnya. Memandangi punggung pria yang kini semakin menjauh.

~~~


Missiii mau numpang teriak dulu
AAAAAAAAAAA
Cute banget 😍

Ngeliat teaser Joy jadi pengen bikin ff oneshoot dia jadi vampire 🙈Jadiin gak nih?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ngeliat teaser Joy jadi pengen bikin ff oneshoot dia jadi vampire 🙈
Jadiin gak nih?

Sajak Tentang Memaafkan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang