PLAK!!!
"Awww! Sakit tau!" Sean mengusap pipi kirinya yang terasa panas, juga sedikit perih. Untuk kedua kalinya, Aruna melayangkan tamparannya pada cowok itu. "Kira-kira dong, Tan! Tadi di kafe kan udah nampar yang sebelah kiri, kalau mau ada jilid dua, harusnya yang sebelah kanan lah!"
PLAK!!!
Tamparan ketiga mendarat mulus di pipi Sean, kali ini tak lagi di sebelah kiri, melainkan sebelah kanan, seperti 'permintaan' cowok itu barusan.
"Duh! Ini sih namanya child abuse. Kalau saya lapor ke Kak Seto, Tante bisa-bisa dipenjara lho."
PLAK!!!
Kali ini, tamparan keempat yang jatuh di pipi Sean.
"Nggak usah protes, tadi kan situ yang minta!" seru Aruna dengan nada super jutek. "Tamparan pertama di kafe tadi itu karena kamu udah cium-cium saya sembarangan! Yang kedua, karena kamu bisa-bisanya 'nyulik' saya begini. Yang ketiga, karena kamu request sendiri, bukan? Dan yang terakhir, karena kamu nggak bisa stop panggil saya 'Tante'. Nggak enak didenger, tau?"
Aruna melirik sebal ke arah cowok di sampingnya. Melihat Sean yang memilih untuk berhenti bicara dan sibuk mengusap kedua pipinya yang mulai memerah, membuat Aruna si melankolis itu tiba-tiba merasa bersalah.
Sejujurnya, gadis itu masih tak habis pikir, entah mantra apa yang digunakan bocah asing di sampingnya ini, hingga ia mau-mau saja mengikuti kemauannya untuk masuk ke dalam taksi yang ia sendiri pun tak tahu ke mana arah tujuannya.
"Maaf, Mbak, Mas. Ini tujuannya ke mana ya?" Kecanggungan di kursi penumpang sejenak terinterupsi oleh pertanyaan sang sopir taksi.
"Tuh ditanyain." Aruna mengerling malas ke arah Sean. "Kalau saya, berhenti di depan sana aja, Pak. Di lampu merah setelah ini."
Sean refleks mencondongkan tubuhnya ke arah sopir, "Nggak, Pak. Nggak bisa. Ini belum jauh."
"Hah?" Aruna menatap Sean tak mengerti.
Mau apa lagi sih anak ini?
"Kalau kita turun di depan sana, Ibu yang tadi masih bisa ngejar kita," jelas Sean, menjawab tanda tanya dalam kepala Aruna.
"Itu urusan kamu. Kan yang turun saya, bukan kamu. Kalau kamu masih mau lanjut ya terserah, silakan aja."
"Nggak bisa!"
"Apanya yang nggak bisa sih? Dasar aneh! Kamu mau culik saya ya?"
Melalui spion dalam, Aruna dapat melihat sopir taksi mulai memicing curiga, apalagi setelah ia menyebut kata 'culik' untuk kedua kalinya.
Laju taksi mulai melambat. Tak lama kemudian, besi berjalan itu sudah sepenuhnya berhenti. "Di sini, Mbak?" tanya sopir taksi pada Aruna yang lantas dibalas dengan anggukkan.
"Eh tunggu dulu." Sean menahan lengan Aruna yang hendak membuka pintu taksi. "Saya ikut turun di sini aja deh, Pak, argonya Tante ini yang bayar ya."
"WHAT?!" Aruna memekik nyaring, semakin tak mengerti dengan situasi yang saat ini ia hadapi. "Kamu yang bayarlah. Kan tadi kamu yang nyetop taksi."
"Pinjem dulu. Saya nggak pegang cash. That's why saya ngajak Tante buat kabur dari Ibu yang tadi, buat bayarin ongkos kabur."
Aruna memijat keningnya yang berdenyut. Segala jenis umpatan rasanya sudah berada di ujung lidahnya. Well, sebenarnya ia bisa saja kabur dan tak mengindahkan permintaan cowok di sampingnya ini. Namun, for God's sake, Aruna ingin segera enyah dari hadapan bocah bernama Sean ini tanpa meninggalkan drama yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Auntie
RomanceOpen Pre-Order | PART MASIH LENGKAP!! "Minta uang." Aruna nyaris tersedak saat mendengar permintaan Sean barusan. Anak ini... apa tidak pernah belajar yang namanya basa-basi? "Hah? Kamu pikir saya ini bapak moyang kamu apa? Seenaknya aja minta uang...