Ada beberapa fakta yang Aruna ketahui tentang Oceanindo-food. Satu di antaranya adalah fakta bahwa beberapa tahun terakhir ini perusahaan tersebut sukses menjadi primadona para investor di lantai bursa. Bahkan, dulu Aruna sempat memiliki beberapa lot saham di sana.
Seperti yang Sean katakan tadi, seafood processing adalah core business mereka. Ada ratusan produk yang mereka tawarkan, di antaranya adalah frozen fish, frozen shrimp, canned crab, serta dried seafood yang pasarnya tersebar di beberapa negara.
Aruna sendiri adalah salah satu pelanggan tetap produk mereka. Crab meat favoritnya itu satu dari sekian produk yang tak pernah ketinggalan untuk mampir dalam grocery shopping trolley Aruna setiap bulan. Jadi, tak heran kan kalau wanita itu benar-benar terkejut mendapati fakta lain yang baru ia ketahui ini?
"Ja-jadi... sebenernya kamu, lebih tajir daripada aku?"
Sean berdecak tak suka. "Ngomong apaan sih? Itu semua punya papaku, bukan punyaku. Kayak yang pernah aku bilang, aku nggak mungkin nerima sesuatu yang nilainya sebesar itu, dari seseorang yang selama hampir separuh hidupku aku percaya kalau dia nggak pernah peduli sama aku."
Aruna menegakkan posisi duduknya yang semula bersandar pada sofa, dengan sisa-sisa keterkejutan yang masih ia rasakan, gadis itu mencoba menetralkan rasa antusiasnya dan mulai memangkas jarak dengan Sean yang kini melempar tatapan ke arah karpet bulu.
Setengah ragu, ia mengulurkan tangan kanannya sebelum berujar, "I don't know how to comfort you, but, apa kamu mau pinjem tanganku?" Aruna tersenyum canggung, dalam hati, ia merutuki tawarannya yang kelewat berani. "Kayak yang waktu itu kamu lakuin di Sea World..." lanjutnya.
Sean tak lantas menyambut uluran tangan Aruna. Lelaki itu mengangkat kepalanya, menatap manik mata Aruna—yang posisi duduknya lebih tinggi—selama beberapa saat.
"Ka—kalo nggak butuh juga nggak ap—"
Aruna belum sempat menuntaskan kalimatnya ketika Sean menarik wanita itu mendekat ke sisinya. Gerakan Sean yang tiba-tiba, membuat Aruna mau tak mau harus menyesuaikan posisi duduknya. Alhasil, saat ini ia ikut-ikutan duduk bersila di atas karpet bulu, tepat di sebelah Sean, dengan jemari yang saling bertaut.
Well, Aruna sadar, ia baru saja bermain 'api'. Menguji ketahanan hatinya yang akhir-akhir ini tak jelas maunya apa.
"Sorry, ceritanya jadi panjang." Sean tersenyum rikuh. Setelah cukup lama tenggelam dalam pikirannya sendiri, lelaki itu akhirnya kembali bersuara.
Kali pertama bertemu Sean di Bluebell beberapa bulan lalu, Aruna tak menyangka akan seperti ini hubungannya dengan cowok itu berlanjut.
Bukan hanya menampung Sean di apartemennya selama berbulan-bulan, ia bahkan dipercaya untuk mengintip luka masa kecil yang lelaki itu claim sebagai 'rahasia'-nya.
Aruna pun tak mengira, di balik sikap tengil dan sesuka hatinya itu, ternyata Sean menyimpan kisah masa lalu yang... cukup memilukan.
"No, it's okay. Kalau masih ada yang pengin kamu bagi sama aku, go ahead. Malam ini, aku pinjemin kupingku buat kamu."
Sean menarik sudut bibirnya ke arah berlawanan. "Kuping... tangan... abis itu apa lagi yang mau Kak Runa pinjemin buat aku?" Ia menarik turunkan alisnya yang tebal, terang-terangan menggoda lawan bicaranya. "Atau aku boleh request?"
Aruna menggeragap. Perkataan Sean barusan membuat wanita itu menyadari, bahwa sejak tadi, jemari Sean masih membungkus erat jari-jarinya.
"Karena aku nggak mungkin peluk kamu, aku pikir ini satu-satunya cara buat bikin kamu ngerasa lebih baik." Aruna mencoba menjelaskan. "Jadi... jangan ngarep dan mikir macem-macem! I don't accept any request, especially for you. No and never," lanjutnya dengan nada menggebu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Auntie
RomanceOpen Pre-Order | PART MASIH LENGKAP!! "Minta uang." Aruna nyaris tersedak saat mendengar permintaan Sean barusan. Anak ini... apa tidak pernah belajar yang namanya basa-basi? "Hah? Kamu pikir saya ini bapak moyang kamu apa? Seenaknya aja minta uang...