"Sebelum saya mulai, kamu harus paham dulu ya aturan mainnya," ujar Aruna kepada Sean. Namun alih-alih menyimak, sepertinya... yang diajak bicara justru asyik sendiri dengan buku menu di hadapannya. "Sean, kamu denger saya nggak sih?"
"Hah? Apa? Kenapa, Tan?" Sean tersentak, refleks mengangkat kepalanya dan mengalihkan tatapannya dari buku menu yang sejak tadi berhasil mencuri seluruh atensinya.
Mendapati tatapan Aruna yang sebelas dua belas dengan induk harimau yang kehilangan anaknya, Sean melemparkan cengiran canggungnya. Perlahan, cowok itu mendorong buku menu di hadapannya ke arah Aruna. "Liat-liatnya nanti aja deh."
Aruna mendengus sebal. Detik berikutnya, wanita itu mengangkat tangan, mengisyaratkan seorang waitress agar mendekat. "Kita lanjutin setelah perut kamu kenyang."
"Tante Aruna emang the best!" Sean mengulurkan tangannya—lagi, "Salim."
"Nggak!" Aruna menepis tangan Sean dengan kasar.
Tak terlalu peduli dengan penolakan Aruna, Sean sudah kembali fokus dengan buku menu yang kembali ia dekatkan ke hadapannya. Matanya menekuri satu per satu menu yang ada di sana. Sementara, mata Aruna justru tak beralih dari wajah lelaki di hadapannya. Alisnya yang tebal, hidungnya yang tinggi, bibirnya yang kemerahan—sudah jelas anak ini pasti bukan perokok, belum lagi mata kecokelatannya yang mempeso—
"Kenapa, Tante? Aku ganteng ya?" Sean tiba-tiba bertanya, namun fokusnya sama sekali tak teralih dari buku menu, seakan pertanyaannya barusan tak memiliki efek apa-apa untuk yang ditanya.
Aruna yang 'ditembak' seperti itu terang saja menggeragap. Saat ini, rasanya tak ada sepatah kata pun yang mampu terucap dari lidahnya.
Sial sial sial! Gadis itu merutuk dalam hati.
"Sini kasih nomer HP Tante, biar nanti aku atur nge-date kedua kita." Sean kembali menggoda Aruna, kali ini mata kucingnya sudah menghunjam wanita di hadapannya, tepat di manik mata.
"Apa tuh maksudnya nge-date kedua?" Aruna berusaha terdengar sesinis mungkin, meskipun yang Sean dengar justru tak begitu. "Emang yang pertama kapan?"
"Sekarang."
"Ini bukan nge-date!"
Sean mengangkat kepalanya, pandangannya lantas berkeliling ke arah sekitar, membuat Aruna dan seorang waitress yang telah berdiri di dekat meja mereka ikut mengedarkan pandangan.
"Kalo bukan nge-date, harusnya Tante ati-ati dong pilih tempat, biar aku nggak salah sangka. Kalo tempatnya manis begini, siapa juga yang nggak mikir Tante lagi modusin aku? Coba liat, di sini ada nggak kira-kira yang lagi nggak nge-date?"
Aruna refleks menatap berkeliling—untuk kedua kalinya. Dan benar saja, sepertinya... kali ini ia memang salah memilih tempat.
Sewaktu meninggalkan area kelab bersama Sean tadi, Aruna hanya berpikir untuk mencari tempat 'berpindah' yang masih berada di sekitaran SCBD. Pilihan Aruna pun jatuh pada sebuah rooftop restaurant berkonsep al fresco dining yang saat itu terlihat lebih sepi dibanding beberapa tempat lain yang selalu padat saat Jumat malam tiba.
Sayangnya, gadis itu sama sekali tak menyadari bahwa perpaduan antara live music, langit bertabur bintang, city view yang tersaji di hadapannya, dan tanaman hijau yang mendominasi dekorasi restoran tersebut, mampu menghadirkan suasana 'romantis' yang sebelumnya tak pernah ia ekspektasikan.
Pantas saja... bocah laki-laki di hadapannya ini berpikir macam-macam.
"Sebenernya kamu nggak perlu salah sangka sih, emang dasarnya kamu aja yang narsis, kepedean, kegeeran," tukas Aruna yang tak mampu menyembunyikan nada salah tingkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Auntie
Roman d'amourOpen Pre-Order | PART MASIH LENGKAP!! "Minta uang." Aruna nyaris tersedak saat mendengar permintaan Sean barusan. Anak ini... apa tidak pernah belajar yang namanya basa-basi? "Hah? Kamu pikir saya ini bapak moyang kamu apa? Seenaknya aja minta uang...