"Kamu mau ngajak aku ke mana?"
"Jalan-jalan lah, refreshing. Ngapain buru-buru pulang?" Sean melirik Aruna lewat ekor matanya, sebelum fokus lelaki itu kembali pada mobil yang tengah ia kemudikan. "Lagian... kita kan udah lama nggak nge-date."
"Kita emang nggak pernah nge-date! Nggak usah halu deh..."
"Siapa yang halu? Dinner kita yang pertama kali itu kan dihitung satu kali nge-date. Terus, yang kedua kali, waktu kita jalan ke Sea World. Baru juga sembilan bulan LDR jiwa raga, masa udah lupa?"
Aruna mengerling ke arah Sean dengan sorot tak sepakat. "Itu bukan nge-date! Dua-duanya nggak ada yang bisa dibilang nge-date!"
Mendapati respons Aruna yang—menurutnya—sangat menggemaskan, Sean tak mampu menahan tawanya yang terdengar seperti nyanyian lumba-lumba, jenis tawa yang selama beberapa bulan terakhir ini setengah mati Aruna rindukan.
"Kalau Kak Runa mikirnya gitu ya terserah. Sesuai keyakinan dan kepercayaan masing-masing aja. Buatku, kita udah dua kali nge-date." Sean mengedipkan sebelah matanya. Senyum asimetris cowok itu kembali tersungging, raut tengilnya kini meningkat beberapa kali lipat dari biasanya.
Aruna pasrah. Percuma. Ia tak akan pernah menang berdebat dengan bocah itu.
"Boong deh. Aku mau ngajak Kak Runa foto keluarga pake baju wisuda, biar kayak orang-orang."
Kali ini, kedua bola mata Aruna melebar berkali-kali lipat. "Ngapain ngajak aku? Emang aku keluarga kamu?"
"Coming soon, kan?"
"Kepedean banget sih kamu. Emang yakin aku mau?"
"Yakin nggak yakin... nekat ajalah." Sean kembali tertawa, tak mempedulikan bibir Aruna yang sudah mencebik. Aruna tak mengerti, entah apa yang membuat kepercayaan diri lelaki di sampingnya ini tiba-tiba meningkat drastis dibanding kali terakhir keduanya bertemu.
"Terus... mama sama adik kamu, gimana? Nanti nyusul?" Aruna memutar pandangannya ke arah belakang. "Aku nggak lihat mobil mama ka—eh, kita mau ke mana?" Alis Aruna bertemu di tengah begitu menyadari Sean baru saja mengarahkan kemudinya menuju Tol Lingkar Luar Jakarta.
"Kan udah aku bilang. Foto keluarga."
***
Memorial park yang Sean tuju itu terletak di daerah Karawang. Setelah menempuh perjalanan selama hampir dua jam, akhirnya Aruna memahami, apa yang cowok itu maksud dengan 'foto keluarga' dari jawaban pertanyaannya tadi.
"Kenapa diem aja? Udah belum fotonya?"
"Hah? Oh..."
Aruna memusatkan pandangan pada viewfinder kamera. Sementara, Sean yang sedang menjadi objek foto itu tampak tersenyum semringah, berlutut di antara pusara kedua orangtuanya dengan setelan wisuda yang masih ia kenakan.
Wajah Sean yang terhias senyum itu mau tak mau membuat Aruna ikut tersenyum.
"Kamu keliatan gemesin banget kalo lagi senyum." Aruna memandangi potret Sean yang ia ambil beberapa saat lalu. Entah sejak kapan, senyum lelaki itu menjadi candu untuknya. Aruna ingin melihatnya lagi, dan lagi.
Sean bangkit dan mulai memangkas jarak dengan Aruna. "Coba lihat," ujarnya, tangan lelaki itu terulur, menyambut kamera yang tengah Aruna sodorkan. "Hmm... bener juga, ternyata aku emang gemesin."
"Yeah... here we go again." Aruna yang mulai terbiasa dengan rasa percaya diri Sean itu memilih untuk memutar kedua bola matanya. "Kamu tuh gatel-gatel ya, kalo sehariii aja nggak narsis?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Auntie
RomanceOpen Pre-Order | PART MASIH LENGKAP!! "Minta uang." Aruna nyaris tersedak saat mendengar permintaan Sean barusan. Anak ini... apa tidak pernah belajar yang namanya basa-basi? "Hah? Kamu pikir saya ini bapak moyang kamu apa? Seenaknya aja minta uang...