"Maksudku tadi, kita beli ice cream-nya di minimarket bawah, bukan di sini." Sean menggerutu, untuk kesekian kalinya. "Kalau belanjaannya sebanyak ini sih, Tante bayar sendiri ya," lanjutnya sembari menatap ngeri ke arah troli.
Di tengah kegiatannya memilih beberapa kotak ice cream, Aruna menghunjami Sean dengan lirikan sinis. "Siapa juga yang minta kamu bayarin?"
"Ya siapa tau? Kan tadi aku duluan yang ngajakin Tante beli ice cream."
Aruna mengedik, tak lagi peduli dengan ocehan Sean.
Sejak tujuan mereka tiba-tiba berganti, anak itu memang sudah sibuk protes. Habis bagaimana? Niat Sean tadi kan hanya ingin menghibur Aruna dengan membelikannya ice cream dari minimarket di lantai dasar apartemen. Namun, wanita yang berusia sembilan tahun lebih tua darinya itu malah 'menyeretnya' menuju supermarket yang terletak di mal seberang.
Sean tak pernah suka berbelanja, apalagi ke tempat yang bernama supermarket.
"Ada yang pengin kamu beli nggak?" Aruna bertanya sembari menelusuri lorong berisikan aneka sereal.
Sean yang mengekor di belakang Aruna dengan bibir mengerucut memutuskan untuk tak menjawab. Dia tak ingin membeli apa pun. Dia hanya ingin kembali ke apartemen Aruna, secepatnya.
"Kok diem aja sih?" Aruna berhenti mendorong trolinya. Fokus wanita itu telah berpindah ke arah lelaki yang berjarak beberapa langkah di belakangnya.
"Aku pulang aja deh," sahut Sean yang kini berusaha menyeret langkahnya. "Aku nggak suka supermarket."
"Kenapa?"
"Kepo."
Aruna memutar kedua bola matanya dengan malas. "Ck. Anak ini!"
"Serius, Tan. Aku balik duluan aja ya?" Sean mengulurkan tangannya, meminta handphone dan access card yang tadi ia titipkan pada Aruna. "Aku janji nggak akan diem-diem ngerampok. Pas Tante balik nanti, semua barang-barang Tante utuh, nggak akan ada yang geser satu inci pun dari tempatnya. I swear!"
Aruna menepis tangan Sean yang masih terulur. "Nggak bisa. Saya butuh kamu buat bawain semua belanjaan ini nanti," ujarnya sambil menunjuk troli yang setengah penuh.
Bulan ini, wanita itu memang belum sempat belanja bulanan. Mumpung sudah berada di sini, sekalian saja Aruna membeli semua kebutuhan di apartemennya yang mulai kehabisan stock.
Sean yang tak terima namun tak dapat berbuat apa-apa itu semakin memajukkan bibirnya, terlihat seperti bocah SD yang tengah ngambek karena tak dibelikan mainan oleh sang mama.
"Kamu mau acara belanjanya cepet selesai, kan?" tanya Aruna yang disambut anggukkan antusias oleh Sean. "Sana gih cariin saya tisu. Saya mau cari bahan makanan mentah dulu. Nanti ketemu lagi di sini. Kita bagi-bagi tugas, biar cepet. Okay?"
Sean mengangguk lagi. Tanpa suara, cowok itu langsung berbalik menuju arah berlawanan. Langkahnya yang terburu-buru mengisyaratkan bahwa anak itu memang ingin cepat pergi dari tempat ini, dan menyudahi kegiatannya mengawal Aruna berbelanja.
"Dasar bocah," desis Aruna sembari menatap punggung Sean yang semakin menjauh.
***
"Tante Aruna tadi bilangnya tisu apa sih? Tisu toilet? Tisu makan? Tisu basah? Tisu apa?"
Sean menggaruk kepalanya yang tak gatal. Terhitung sudah lima belas menit cowok itu mematung di depan deretan rak yang berisi berbagai macam jenis tisu. Matanya berpatroli ke sana kemari, otaknya dipaksa berpikir cepat, berusaha menggali sepercik informasi yang mungkin saja terselip dalam kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Auntie
RomanceOpen Pre-Order | PART MASIH LENGKAP!! "Minta uang." Aruna nyaris tersedak saat mendengar permintaan Sean barusan. Anak ini... apa tidak pernah belajar yang namanya basa-basi? "Hah? Kamu pikir saya ini bapak moyang kamu apa? Seenaknya aja minta uang...