"Berapa nomor rekening kamu?"
Entah sudah gila, atau terkena hipnotis. Nyatanya kalimat tanya itu meluncur juga dari bibir Aruna. Gadis itu tak habis pikir—dengan dirinya sendiri, entah faktor apa yang membuat ia mau-maunya bertindak sejauh ini demi lelaki yang baru—oh bukan, bahkan belum ia kenali.
"Hah?!" Sean mendelik kaget.
Aruna mengulurkan handphone-nya ke arah cowok itu, dan berujar, "Tulis nomor rekening dan nominal uang kuliah kamu satu semester. DI SINI."
Sean mengerjap tak percaya. Berkali-kali.
"Ini serius atau cuma prank sih?" Cowok itu memicing curiga di sela keterkejutannya.
"Prank!! Kameranya ada di ujung sana, di belakang mobil hitam itu. Sama di sana, deket pintu masuk kelab." Aruna menunjuk ke beberapa arah dengan asal, detik berikutnya, gadis itu memutar kedua matanya, malas. "Kamu nih bener-bener ya. Udah bagus saya mau ikutan pusing sama masalah kamu. Bisa-bisanya kamu malah tanya begitu. Sekali lagi kamu tanya ini prank atau bukan, saya batal berbaik hati sama ka—"
"Iya iya... nggak jadi. Pertanyaan yang tadi aku tarik lagi. Nggak perlu dijawab." Sean terburu-buru menyambar handphone yang Aruna sodorkan ke arahnya.
Aruna melipat kedua tangannya di depan dada. "Ini cuma untuk satu semester ya, Sean. Saya bukan LSM apalagi Dinas Sosial. Saya juga nggak lagi buka beasiswa untuk mahasiswa kurang berprestasi kayak kamu."
"Tante..." Sean terdiam untuk beberapa detik. Pandangannya lurus menuju manik mata Aruna. Lagi. Tatapan khas anak kucing yang kehilangan induknya itu kembali membingkai kedua mata Sean yang berwarna kecokelatan. "Aku harus ngelakuin apa sebagai bentuk terima kasihku?"
Klise. Lagu lama. Kaset kusut.
"Nggak perlu. Setelah ini cukup hidup lebih baik aja. Nggak usah aneh-aneh. Masih banyak kerjaan halal yang bisa kamu lakuin selain jadi sugar baby-nya tante-tante. Kalau kamu berani sih nggak masalah, tapi lihat ekspresi kamu yang kayak ketemu demit waktu lagi sama cewek di bar tadi, saya saranin mending kamu nggak usah lanjut deh intern jadi sugar baby-nya. Kamu bener-bener nggak ada bakat."
"Oh, jadi Tante cuma kasihan sama aku?"
"Kenapa? Nggak mau dikasihanin?"
"Mau, Tan."
"Jangan panggil saya Tante!"
Sean mengatupkan bibirnya. Cowok itu kemudian sibuk dengan ponsel milik Aruna. Usai mencatat nomor rekening serta jumlah uang yang harus ia bayarkan untuk semester baru, Sean mengembalikan ponsel tersebut kepada pemiliknya.
"Aku janji. Nanti bakal aku gan—"
"DUA PULUH LIMA JUTA?!" Aruna memekik nyaring begitu melihat nominal yang tertera dalam note yang dituliskan Sean. "Kamu nggak lagi coba buat nipu saya, kan?"
Sean menggeleng kuat-kuat. "Kalau Tante nggak percaya, Tante bisa cek sendiri ke web kampusku. Sebentar..." Cowok itu mengeluarkan dompetnya dari saku celana, mengambil KTM-nya dari sana, untuk kemudian ia tunjukkan ke arah Aruna, "Ini. Aku kuliah di sini. Tante bisa cek sendiri di web kampusku."
Kali ini, ganti bibir Aruna yang mengatup rapat. Gadis itu lumayan terkejut mengetahui bahwa sugar baby intern di depannya ini adalah mahasiswa di salah satu kampus yang terbilang... cukup ternama, bahkan menjadi salah satu kampus termahal di Jakarta.
"Kamu semester berapa?"
"Bulan depan masuk semester tujuh. Tanggung kan kalau ambil cuti?"
Aruna menaikkan sebelah alisnya. Semester tujuh katanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Auntie
RomanceOpen Pre-Order | PART MASIH LENGKAP!! "Minta uang." Aruna nyaris tersedak saat mendengar permintaan Sean barusan. Anak ini... apa tidak pernah belajar yang namanya basa-basi? "Hah? Kamu pikir saya ini bapak moyang kamu apa? Seenaknya aja minta uang...