"Morning, Sunshine."
"Bisa diem nggak?" Aruna menyahut jutek dari ujung dapur. Matanya berpatroli ke seluruh penjuru. Ada yang berbeda dengan apartemennya pagi ini, selain sapaan menggelikan Sean barusan, tentu saja. "Kamu ngapain pagi-pagi begini ngacak-ngacak dapur?"
Sean tak langsung menjawab, cowok itu sibuk menata sepiring scramble egg, juga roti panggang di atas counter. "Mau sarapan di sini atau di meja makan?" tanya cowok itu tanpa mengalihkan fokusnya.
"Hah?"
"Mau dibikinin smoothies juga, nggak?"
Aruna menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Gadis itu memicing curiga ke arah Sean yang masih sibuk dengan kegiatannya. "Saya tau kamu lagi struggle cari kerja. Tapi sorry, saya belum minat buat hire kamu jadi asisten rumah tangga."
"Mau buah apa aja?" Sean tetap abai. Cowok itu malah sibuk memilih buah dari lemari pendingin.
"Sean!!!"
Seruan Aruna berhasil memancing atensi Sean, membuat cowok itu melongok dari lemari pendingin, dan menyahut, "Apa?" Kedua matanya yang bulat mengerjap beberapa kali. Tatapan lugunya membuat Aruna batal memaki.
"Ka-kamu ngapain, sih?" tanya Aruna, berusaha terdengar jutek namun yang sampai di telinga Sean justru nada salah tingkah.
"Bikinin Tante sarapan lah, pake nanya." Sean menjawab, fokusnya telah kembali pada kegiatannya semula. "By the way, aku nggak minat buat apply jadi asisten rumah tangga kok, tenang aja," lanjutnya dari balik lemari pendingin.
Aruna beranjak menuju counter. Gadis itu duduk di atas bar stool, bersiap menikmati scramble egg yang Sean sajikan untuknya. "Ini beneran bisa dimakan, kan? Nggak kamu kasih sianida?"
Sean lagi-lagi tak menyahut. Cowok itu malah berjalan menuju meja makan, mengambil sebuah sendok dari sana, dan dalam sekejap sudah berdiri di sisi Aruna. Masih dengan diamnya, Sean menyendok scramble egg yang berada di atas counter, dan memasukkannya ke dalam mulut.
"Ayo mati bareng kalo gitu. Biar kayak Romeo-Juliet," ujarnya dengan mulut yang masih penuh.
Menyaksikan tindakan Sean barusan, Aruna hanya dapat melongo. Anak ini benar-benar...
"Tante kerja di mana sih? Jadi apa?" Sean tiba-tiba bertanya, membuyarkan pandangan Aruna yang sejak tadi belum beralih dari cowok itu.
"Software engineer di salah satu marketplace," sahut Aruna sembari menyuap hidangan di depannya.
"Pantesan."
"Pantesan apa?" Aruna kembali memicing curiga.
"Pantesan aku pinjem duit segitu banyak, Tante main kasih aja, nggak pake mikir. Ternyata—"
"Kata siapa nggak pake mikir? Well, mikirnya emang kilat sih. Tapi bisa nggak yang kemarin itu.... anggep aja saya lagi kena hipnotis. Kalau disuruh bayarin uang kuliah kamu lagi next semester, ya ogah juga. Besok-besok sekalian aja saya buka Yayasan Aruna Foundation kalau gitu ceritanya."
Sean yang telah kembali ke dapur terkikik geli. Meski cowok itu tak melihat ekspresi Aruna yang kesal maksimal, namun ia dapat membayangkan hanya dengan mendengar intonasi bicara wanita itu.
"Oke, anggep aja kemarin itu Tante terhipnotis sama ketampanan aku."
Aruna malas menanggapi. Pada dasarnya, Sean itu memang narsis. Jadi percuma saja wanita itu mendebat, hanya buang-buang energi. Alhasil, ia hanya memutar kedua bola matanya. Malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Auntie
RomanceOpen Pre-Order | PART MASIH LENGKAP!! "Minta uang." Aruna nyaris tersedak saat mendengar permintaan Sean barusan. Anak ini... apa tidak pernah belajar yang namanya basa-basi? "Hah? Kamu pikir saya ini bapak moyang kamu apa? Seenaknya aja minta uang...