I Really Wish I Hated You

23K 3.6K 104
                                    

"Minta uang."

Aruna nyaris tersedak saat mendengar permintaan Sean barusan. Anak ini... apa tidak pernah belajar yang namanya basa-basi?

"Hah? Kamu pikir saya ini bapak moyang kamu apa? Seenaknya aja minta uang!" seru Aruna, sengaja tak menyembunyikan nada geramnya.

"Pinjem. Nanti aku ganti."

"Ganti pake apa? Pake daun kelor?"

"Kalo pake kolor aku aja, mau nggak?" Sean mengedipkan sebelah matanya, bermaksud menggoda wanita di hadapannya. Tetapi, melihat ekspresi Aruna yang nyaris seperti Ork di film The Lord of The Rings, cowok itu menggaruk tengkuknya, salah tingkah. "Bercanda...."

Tak berminat menanggapi candaan tersebut, Aruna memilih untuk menguliti Sean dari ujung rambut hingga ujung kaki, lewat tatap matanya. Ada satu hal yang menyita perhatiannya, sebuah tas besar yang berada di punggung cowok itu. Jangan bilang kalau....

"Aku baru diusir dari kostan. Makanya aku mau pinjem duit buat cari tempat nginep sementara malem ini, dan buat nyewa kost-kostan yang baru buat hari-hari ke depan."

Cowok itu menurunkan tudung hoodie yang semula menutupi kepalanya, beberapa titik-titik air membasahi ujung rambut depannya yang mulai panjang, nyaris menutupi sebagian matanya.

Sean menatap Aruna dengan tampang memelas, layaknya anak kucing yang minta diadopsi. Dengan cepat, Aruna mengalihkan tatapannya ke arah lain, sadar bahwa jenis tatapan semacam itulah yang seringnya mampu melumpuhkan logikanya.

"Kamu tuh mau pinjem duit apa ngerampok sih?"

"Kalau mau ngerampok, aku nggak mungkin ngomong baik-baik begini."

Aruna memutar kedua bola matanya, malas bercampur sebal. Kalau tak ingat saat ini ia dan Sean tengah berada di lobi apartemennya, mungkin menghadiahi cowok itu dengan jeweran di telinga bukan ide yang buruk.

"Nggak ada! Kan waktu itu udah saya bilang, saya bukan Dinas Sosial. Begini nih yang bikin saya males nolongin orang macem kamu. Dikasih sekali, berikutnya pasti minta lagi." Gadis itu berkata pedas, berharap selepas ini, bocah bernama Sean itu berhenti mengganggu hidupnya.

"Emang maksud Tante aku ini orang macem apa?" Sean malah terdengar lebih galak dari lawan bicaranya. Ada nada tersinggung dari pertanyaannya barusan.

Aruna melipat kedua tangannya di depan dada. "Pikir aja sendiri," ujarnya ketus, meski detik berikutnya, ia menyesali sikapnya yang kelewat keras.

"Sorry. Tapi satu-satunya orang berduit yang aku kenal emang cuma Tante."

"Emang kamu nggak punya temen yang bisa kamu repotin?"

"Nggak ada. Semenjak aku miskin, mereka semua pada pura-pura nggak kenal sama aku. Sekalinya ada yang masih mau kenal, aku disuruh jadi sugar baby."

Sad but true, memang begitu yang Sean hadapi semenjak ia menyandang status barunya.

"Yaudah kalau emang nggak bisa bantu. Makasih udah mau repot-repot nemuin aku," lanjutnya, tak kalah ketus dengan nada bicara Aruna.

Cowok itu kembali mengenakan tudung hoodie-nya, bersiap menerobos derasnya hujan yang belum terjeda sejak sore tadi.

"Eh... eh... mau ke mana kamu?"

"Nyari emperan toko, buat tidur malem ini."

"Sialan! Di sini kamu perampoknya, tapi kamu bikin saya seakan-akan yang jadi penjahatnya."

"Aku nggak ngapa-ngapain. Tante aja yang overthinking." Sean sudah memutar tubuhnya, berjalan menjauh tanpa menengok ke arah Aruna lagi.

Aruna yang mudah kasihan itu menyusul Sean dengan langkah terburu-buru. Ditariknya hoodie cowok itu hingga langkahnya terhenti, dan kembali berbalik.

Sugar AuntieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang