"Lo kenapa tiba-tiba concern sama dana pendidikan, Na?" Friska, rekan satu divisi Aruna yang tengah berkutat di balik kabinet pantry bertanya.
Aruna mengangkat wajahnya yang semula terpaku pada layar laptop. Hampir setengah jam gadis itu singgah di meja pantry, merapikan template excel yang kerap ia gunakan untuk membuat laporan keuangan pribadinya.
Hari ini pekerjaannya tak begitu padat. Meskipun sempat dikejar deadline dan menemui beberapa kodingan yang salah—bug, syukurnya semua dapat teratasi saat sore menjelang.
"Nggak tiba-tiba juga, Fris. Sebenernya dari dulu gue udah mulai nyiapin dana pendidikan buat anak gue nanti. Sekarang lagi pengin bikin plan baru aja, sambil liat-liat yang kemarin udah kekumpul berapa."
Friska yang semula memunggungi Aruna lantaran sibuk meracik secangkir kopi susu, lantas berbalik. "Even though bapaknya tu anak belum keliatan hilalnya?"
"Nggak usah dibahas deh..." protes Aruna yang Friska sambut dengan kikikkan geli.
"Terus sekarang yang lo pusingin apa? Kalau lo udah mulai saving ya bagus dong. Kenapa malah pusing?"
Aruna tersenyum rikuh. Gadis itu menyelipkan helaian poninya yang mulai panjang ke belakang telinga sebelum menyahut ragu. "Emhh... kayaknya gue bakal pake tu dana lebih cepet deh."
"Maksudnya?" Friska sudah mengambil tempat di hadapan Aruna, menghadirkan aroma kopi yang menguar dari dalam cangkirnya. "Lo mau kawin deket-deket ini? Lebih cepet tuh maksudnya lebih cepet dari plan lama lo gitu, kan? Sekarang lo lagi bunting gitu maksudnya?"
"WOY!" Aruna refleks berseru, tak habis pikir dengan tebakan asal yang Friska utarakan barusan. "Nggak gitu!"
"Just guessing, Baby. Abisnya lo nggak jelas."
Aruna mencebik. Saat hendak kembali fokus pada layar laptopnya, ponsel wanita itu bergetar. Sebuah panggilan masuk datang dari Sean.
"Kenapa diliatin aja?" Friska menegur begitu menyadari Aruna hanya mematung sembari menatap ragu ke arah ponselnya. "Cowok lo?" tanya Friska lagi, usai melongok ke arah id caller pada layar ponsel Aruna.
Tak berminat menanggapi pertanyaan Friska, Aruna bangkit dari duduknya menuju salah satu sudut pantry, dekat dinding kaca. Gadis itu sengaja membentang jarak dengan Friska sebelum mengangkat panggilan teleponnya.
"Ha—"
"Kak! Hari ini aku pulang agak malem ya!" Sean berseru, membuat Aruna yang tak siap mendengar lengkingan cowok itu refleks menjauhkan ponselnya dari telinga.
"Kamu ngagetin aja! Emang harus teriak-teriak gitu?!"
"Sorry, sorry. Aku lagi di halte deket kampus nih, nunggu bus. Kalo nggak teriak-teriak rasanya kurang mantep." Mendengar penjelasan Sean, Aruna mengernyit tak paham. Dasar bocah!
"Mau langsung ke restoran?"
"Iya. Ada shift malem." Sean kembali menyahut. "Hari ini pulang malem lagi, Kak?"
"Nggak tau nih, masih banyak kerjaan." Aruna berdusta. Nyatanya, sejak setengah jam yang lalu, ia dan Friska sudah duduk santai di meja pantry, menunggu jam kerja berakhir. Ia sengaja, ingin memberi Sean kejutan dengan lebih dulu sampai ke apartemen. Karena beberapa hari terakhir ini, Aruna selalu pulang di atas pukul sebelas malam.
"Oh, oke. Hati-hati bawa mobilnya." Aruna sudah berkali-kali mendengar kalimat itu keluar dari bibir Sean. Namun untuk kali ini, hatinya tiba-tiba merasa hangat. "See you at home, Kak," lanjutnya lagi, membuat perasaan Aruna semakin tak keruan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Auntie
RomanceOpen Pre-Order | PART MASIH LENGKAP!! "Minta uang." Aruna nyaris tersedak saat mendengar permintaan Sean barusan. Anak ini... apa tidak pernah belajar yang namanya basa-basi? "Hah? Kamu pikir saya ini bapak moyang kamu apa? Seenaknya aja minta uang...