maaf lahir batin guys
Spam komen plisz
$$$$$$$
Charlie memarkirkan mobilnya di basement apartemen Sheva. Pria itu masih diam. Tangannya memegang stir.
Suasana hening. Mamah Klara dan Agam tertidur di kursi tengah bersama Ami. Sementara Sheva yang duduk di kursi depan, samping Charlie juga masih diam meski rasa kantuknya hilang begitu saja.
"Pah? Nggak turun?" Tanya Sheva pelan. Masih takut dengan kehadiran Charlie di rumah sakit tadi secara tiba-tiba.
Tadi saat Sheva bersiap untuk pulang, Charlie dan Klara datang. Mamahnya langsung menyerbu Sheva, mengucapkan kata maaf berkali-kali karena tidak ada disaat Sheva sedang sakit. Padahal Mamah memang tidak diberi kabar.
Sheva jadi merasa bersalah...
Itu bukan salah Mamah, tapi mamah terus mengucapkan maaf untuk Sheva. Sementara Papah masih memakai seragam tugasnya. Tetap bungkam sedari tadi. Belum mengucapkan barang sepatah kata pun. Hal itu membuat aura dingin menyebar di atmosfer sekitar mereka.
Sheva ikutan takut sebenarnya.
Marahnya papah itu diam. Beliau tidak akan membuang-buang tenaganya untuk mengomeli putrinya. Charlie lebih memilih bungkam agar putrinya tau letak kesalahannya. Meski diamnya tidak berlangsung lama, tapi auranya tetap menakutkan.
Sheva menahan nafasnya begitu melihat Charlie turun dari mobil. Lalu membuka pintu mobil dekat Sheva.
"Ami, tolong bangunin Klara ya. Pelan-pelan aja," Pinta Charlie.
Ami mengangguk patuh dan segera melaksanakan tugasnya. Sementara Charlie menggendong Sheva untuk masuk ke dalam. Sheva masih tetap diam, menurut. Belum berani untuk menatap wajah Charlie.
"Pah?" Sheva menahan lengan Charlie begitu Charlie ingin keluar dari kamar Sheva.
Charlie menoleh. "Kenapa? Butuh sesuatu?"
Sheva menggeleng. Lalu menunduk. "Maaf nggak ngabarin papah..."
Charlie mengangguk. "Jangan di ulangin,"
Sheva diam menatap punggung Charlie yang hilang dibalik pintu. Awalnya Sheva benar-benar yakin dengan keputusannya untuk tidak memberitahu orang tuanya. Tapi sekarang Sheva sangat menyesal.
"Mbak, istirahat ya. Jadwalnya udah aku cancel kok. Jevan nggak keberatan," Ami masuk ke dalam kamar sambil menaruh segelas air putih keatas nakas. "Nggak usah takut, papah mbak Sheva nggak marah kok."
"Tapi diem terus..."
"Lagi capek mbak. Beliau baru pulang kerja 'kan? Tenang aja."
Sheva mengangguk. Lalu memejamkan matanya. Berharap ketika ia bangun, Papah sudah tidak mendiaminya lagi.
$$$$$$$$$$$$$$$$$$
Siang itu Chicco datang ke kediaman Dirgantara. Rumah itu dulunya adalah tempat tinggal Chicco, sebelum pria itu memutuskan untuk pindah ke apartemennya sendiri. Sejak kecil Chicco sudah tinggal bersama om nya, Dirgantara.
Chicco dianggap seperti anak kandung sendiri oleh Dirgantara dan Istrinya. Karena orang tua Chicco sudah meninggal ketika Chicco masih berusia lima tahun. Dirgantara sebagai kakak satu-satunya dari ibu Chicco, dengan senang hati mau mengangkat Chicco sebagai anaknya.
Tiga tahun setelahnya, Dirgantara dikaruniai seorang putra, Arjuna Dirgantara. Kehidupannya baik-baik saja sebelum sebuah fakta mengejutkan datang ditengah kebahagiaan keluarga itu. Ibu Juna mengidap gagal ginjal. Beberapa tahun masih bisa bertahan hingga ibu Juna diambil sang kuasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Me Anymore
FanfictionMenjadi model adalah pekerjaan tersantai bagi seorang Sheva Agnesia. Gadis itu benar-benar menikmati perkerjaan yang sudah ia anggap sebagai hobinya sendiri. Seolah-olah Sheva dibayar untuk bersenang-senang. Sangat menyenangkan bukan? Tapi bagaiman...