039 :

206 13 15
                                    

A... komen yaps

🌷🌷🌷🌷🌷

Kalana memandang Jevan yang sibuk menyuapi Jessi dengan telaten. Pria itu nampaknya benar-benar mendalami perannya sebagai ayah dari Jessi. Pasti sangat beruntung bagi perempuan yang kelak menjadi pendamping hidup Jevan.

Sementara Kalana harus menelan segala kenyataan yang harus ia jalani. Rasanya terlalu naif jika dirinya juga mengharapkan kehadiran Jevan di hidupnya, lebih dari sekadar teman. Jevan sudah terlalu baik padanya. Jevan sudah mengorbankan banyak hal untuk kehidupan orang lain.

Jadi sudah sepatutnya Kalana menjalankan kehidupannya dengan tenang, tanpa ingin masuk ke dalam kehidupan Jevan lebih dalam.

Tadi saat di ruangan Jevan, Jessi melihat paperbag berisi cake yang bisa Kalana tebak dari Sheva. Mungkin rasa sayang Jevan terhadap Sheva lebih besar, jadi Jevan tidak mengizinkan Jessi untuk merasakan cake tersebut.

Alhasil, Jevan mengajak Kalana dan Jessi untuk keluar mencari cake yang sama persis seperti buatan Sheva. Jevan tadi jelas tidak mau memberitahu darimana cake tersebut. Jevan hanya mengatakan bahwa itu bukan milik Jevan. Jadi Jessi tidak boleh membukanya.

Dan di sinilah mereka berada. Di sebuah caffe yang letaknya agak jauh dari studio. Karena caffe tersebut menjual banyak sekali dessert, jadi Jevan mengajak mereka kesini.

"Papah, Jessi selalu ditanyain temen-temen Jessi," Bocah kecil itu mulai bercerita setelah berhasil mengunyah cakenya. Kemudian menelannya perlahan. "Katanya, kenapa Jessi selalu dianter mamah. Terus Jessi jawab aja kalo papah sibuk kerja."

Kalana melirik. Nampaknya juga baru mendengar cerita ini karena Jessi belum menceritakannya.

"Jessi suka sebel tau, sama temen-temen Jessi yang kepo sama papah," Katanya menggebu. "Coba aja kalo Jessi tunjukkin papah ke temen-temen Jessi, pasti kaget."

"Kaget kenapa?" Kalana menyahut.

"Papah Jessi ganteng."

Jevan sampai tersedak tehnya. Kemudian mengusak rambut Jessi gemas. "Yang ngajarin siapa sih ganteng-ganteng begitu?"

"Temen Jessi ada yang ganteng tau pah," Jessi malah membahas hal lain. "Nanti waktu pulang ke Bandung, Jessi mau bawain oleh-oleh buat temen Jessi ya pah?"

"Boleh," Jevan mengangguk.

"Papah ga ikut pulang Jessi?"

"Jessi, papah tuh kerja loh. Tadi kamu galiat kerjaan papah sebanyak itu? Papah sibuk nak," Kalana menjelaskan.

"Okay, Jessi udah tenang kok ngeliat papah baik-baik aja disini. Tapi kalo papah jarang pulang, papah harus janji buat selalu angkat telepon Jessi. Okay?"

"Okay," Jawab Jevan. "Mau lagi nggak?"

"Mauuu!!!"

🌷🌷🌷🌷🌷



"Wah anjing!" Kalis melempar stik PSnya. Menatap sengit kearah Gibran. "Gajadi taruhan!"

Gibran ganti melotot. "Gabisa gitu dong! Curang itu namanya, mentang-mentang kalah aja main batalin aja."

Jelita yang tadinya berbaring diatas kasur, jadi melirik sengit kearah temannya yang sangat berisik itu. "Kalian kenapa sihh???"

"Tuh si Kalis, enak aja gamau lanjutin taruhan. Padahal dia tuh yang sok banget nantangin."

"Taruhannya apa?"

"Kalo gue yang kalah, gue harus botakin rambut. Kalo Kalis yang kalah, dia harus potong rambutnya jadi pendekk," Gibran balas melirik sengit kearah Kalis. "Masalahnya tuh bocah udah kalah tiga kali berturut-turut."

Meet Me AnymoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang