50. Lea Saksi dan Korban

600 48 0
                                    

50

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

50. Lea Saksi dan Korban

“Mau mampir dulu?”Azka menggeleng kecil sembari menerima helm yang Sea berikan padanya.

Setelah mengantar Lea pulang ke rumahnya, Azka langsung putar arah lagi menuju sekolah dan menyusul Sea yang tengah berjalan sendirian dan sudah jauh dari halte bus dekat sekolah.

“Nanti pas malam Minggu gue main ke panti.” Sea mengangguk dengan antusias. Besok adalah hari Sabtu.

“Ada kumpulan di markas, ya?” tanya Sea tersenyum lebar, sebab ia tidak sengaja mendengar pembicaraan Azka dengan Steve dan Geno di depan kelas tadi.

"Nguping, hmm?” Azka tersenyum menatap Sea sembari mengusak surai gadisnya itu dengan gemas.

“Tadi kedengeran.” Sea tersenyum menunjukkan gigi kelincinya.

“Iya, gue ada kumpulan di markas. Mau bicarain tentang pem-bully-an di sekolah.”

Sea menganggukkan kepala, sebab ia juga mendengar arah topik pembicaraan yang tidak sengaja ia dengar itu dari pembicaraan Azka, Steve, dan Geno. “Kalo pulang malam, pas udah sampai di rumah langsung tidur ya, jangan begadang, soalnya PAS udah dekat, aku takut kamu sakit karena keseringan begadang.”

“Iya, bawel.” Azka menjawil hidung mancung gadisnya itu. Azka sangat suka jika gadisnya bawel seperti ini, bahkan ingin selalu memancing gadisnya itu sehingga sisi bawelnya keluar.

Katakan saja Azka sangat suka dibaweli gadisnya. Ya, memang benar begitu adanya.

“Aih, malu, banyak adik panti di sini tau.” Cicit Sea, pipinya memanas karena malu.

“Iya, iya. Blushing, hmm?” Azka mengurai tawa menggodanya yang berhasil membuat kedua mata Sea membola dengan tawa menggoda Azka yang semakin menjadi-jadi.

“Iya, iya, maaf, hmm.” Tawa Azka terhenti dan tergantikan dengan ringisan kecil karena melihat raut wajah gadisnya yang sepertinya tidak akan bersahabat.

“Jangan ngambek, gue nggak mau di diemin sama lo, lo tau? Nggak enak kalo di diemin sama cewek yang kita cinta.”

Kedua netra kecokelatan itu benar-benar membulat sempurna mendengar ucapan Azka yang menggoda dan gombal sekali, dan Azka meringis untuk kedua kalinya, sebelum Sea membuka mulut dan melemparkan cicitan dengan nada protes, namun Azka berhasil mengalihkannya.

“Aih! Itu bodyguard kecil lo, hmm?” Dagu Azka menunjuk ke arah belakang Sea dengan tatapan gemas.

Sontak Sea pun membalikkan badannya untuk mengikuti arah pandang Azka, dan benar saja, seorang gadis kecil tengah menatap mereka berdua dari bangku yang ada di depan panti. Itu adik cantik—anak kecil menggemaskan berumur 3 tahun yang selalu meminta tidur bersamanya sekaligus dibacakan dongeng—dan ‘adik cantik’ adalah panggilan spesial darinya, karena gadis mungil itu yang memintanya, dan gadis kecil itu memanggilnya dengan sebutan ‘kakak cantik’ dan lagi, panggilan spesial juga katanya.

AZKASEA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang