BAB XI "GLUNDRAH GETIH" ꧒ DUA: SURA ING BHAYA

1K 124 5
                                    

HAPPY READIIINGS...

MAAF YA MENUNGGU LAMA😊🙏

JANGAN PELIT VOTE AND COMMENT YAH!

**************************

Penting atau tidak pentingnya seseorang tak perlu kita ukur. Hanya perlu yang selalu ada untuk kita. 

************************************

Tidak ada kata yang terucap lagi dari mulut Mada setelah percakapan terakhirnya di lapangan panahan. Anila merasa kehilangan akan sifat hangat Mada padanya. Ingin menangis rasanya, sebenarnya kesalahan apa yang telah di buatnya.

"Mada!" panggil Anila sendu. Tidak ada jawaban, Mada masih sibuk dengan pedangnya.

"Saya tidak tahu apa kesalahan yang begitu besar yang ku perbuat sampai kamu mengabaikanku. Kamu tahu saya disini hanya memilikimu. Kamu yang lebih mengerti saya, mungkin. Saya merasa sendiri disini jika tidak ada kamu. Apapun kesalahanku. Saya minta maaf." Anila menghapus air matanya yang mulai menetes. Menggigit bibir bagian dalam menahan tangis.

Mada mendengar suara Anila yang kian parau begitu menyayat hatinya. Ingin sekali mendekat dan memeluknya sekarang. Pelukan hangat bukan untuk perpisahan melainkan pengharapan agar kembali dengan selamat.

"Aah..banyak bicara sekali saya. Mungkin kamu sudah jenggah dengan ucapanku ini. Saya hanya ingin pamit denganmu. Saya berangkat!" ucap Anila membawa kain berisi perlengkapan. Langkah kaki Anila begitu pelan berharap ada kata yang keluar dari mulut Mada. Namun itu hanya khayalannya saja.

Air mata Anila kian mengalir bersama langkah kakinya yang kian menjauh dari rumah Mada.

"Saya berharap kamu kembali dengan selamat," batin Mada menghentikan usapan pada pedangnya.

*****************

"Hati-hati di jalan. Jangan lupa jaga kesehatan. Semoga kembali dengan selamat," ucap Giwono tersenyum kemudian memberikan pelukan pada Anila.

"Terimakasih. Anda juga harus begitu. Tunggu sampai saya pulang!" jawab Anila melepaskan pelukan Giwono. Orang telah dia anggap seperti ayahnya sendiri. Anila menyempatkan ke dapur militer sebelum berangkat. Setidaknya dia mendapat pelukan hangat dari seseorang untuk mendukung dan mendoakannya.

"Sudah bertemu Mada?"

Anila hanya mengangguk pelan tersenyum getir.

"Kalau kau pulang akan ku masakan yang enak khusus untukmu, An."

Anila tersenyum lebar "Benarkah? Akan ku tagih pulang nanti."

Setelah perpisahan dengan Giwono. Langkah Anila mengikuti beberapa pasukan yang berbaris rapi. Pasukan kuda membawa bendera kerajaan beserta kepala prajurit. Sedangkan sisanya berjalan kaki terutama Anila, dia berada di barisan paling akhir.

"Berhenti!" Tiba-tiba suara teriakan dari arah depan.

"Perasaan baru jalan, kenapa suruh berhenti?" batin Anila. Keningnya menampakkan beberapa kerutan sambil menengok ke arah depan.

Mata Anila melebar "Drabha?"

"Kenapa bisa disini?" tanya Anila bingung.

Tanpa ada aba-aba apapun Drabha langsung memeluk Anila membuat beberapa pasang mata menatap mereka.

Isyarat deheman keras dari Drabha membuat para pasukan mengalihkan pandangannya. Pangkat mereka jauh dari Drabha diharuskan patuh pada perintahnya.

JAMANIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang