BAB XXIV AWER-AWER, GAMAM

497 61 3
                                    

SELAMAT MALAM JUM'AT PEMBACA SETIA JAMANIKA SEMUA.....

APA COBA TEBAK  KALAU JUM'AT BIASANYA "JAMANIKA" ?

MAKASIH UNTUK KALIAN YG VOTE AND COMMENT CERITA JAMANIKA AKU SENANG 😊

JANGAN PELIT VOTE DAN COMMENT YAH

*********************************

"Tidak sangka, benar cantik!" ucap Blegur satu sudut bibirnya terangkat memunculkan gigi melirik Anila. Satu tangan berkacak pinggang.

Pandangan Anila terangkat, dahinya mengernyit. Tangan berhenti memilih sayuran di lapak pedagang di atas tikar jerami lalu berdiri. "Jenengan sinten?" tanya Anila sopan mundur beberapa langkah, menatap curiga.

("Kamu siapa?")

"Sampeyan serpados Drabha, nggih?" Blergur balik bertanya, satu sudut bibirnya kembali terangkat.

("Kamu pasti mengenal Drabha, bukan?")

"Drabha?" batin Anila.

Mata Anila membulat, terdiam menatap Blegur. Sudut matanya melihat pergerakkan tangan Blegur bergerak menyentuh pedang yang terikat di pinggang. Tangan Anila mulai bergetar, senjata pisau kecil yang diberikan Mada-pun tertinggal di rumah.

"Tenanglah, Nyi sanak. Saya orang baik tidak akan berbuat hal buruk padamu." Tangan Blegur berubah, mengepang kedua tangannya di belakang dan menegakkan tubuhnya.

"Apa hubunganmu dengan Drabha? Dan, bagaimana kamu mengenal, bukan- apa urusanmu menemui saya?" Anila berusaha tenang menanggapi Blegur, menanyakan inti masalahnya. Namun sebaliknya jantungnya berdegub kencang. Sudah banyak hal buruk yang menimpanya, dia perlu waspada terutama orang yang baru dia temui.

"Ada hal yang ingin saya bicara denganmu. Penting!"

"Priben kulo serpados kalih jenengan! Kulo mboten tepang jenengan." Anila beranjak pergi. Walau banyak tanya dalam otaknya, hubungan orang itu dengan Drabha. Untuk sekarang perlu dia tahan, lebih baik jika bersama Mada. Tapi langkahnya berat untuk melanjutkan saat mendengar kata terucap.

("Bagaimana saya percaya denganmu! Saya tidak mengenalmu.")

"Simbol akar," ucap Blegur menatap punggung Anila yang langsung berbalik. Hatinya tersenyum akhirnya masuk dalam umpan. "Kamu pasti mengira simbol akar di kain ikat pada pedang Drabha adalah miliknya, bukan?" lanjutnya melakukan serangan untuk menarik Anila.

Anila berjalan mendekat pada Blegur. "Mari kita bicara!" ajak Anila tangannya mengepal penuh tekat.

Blegur tersenyum lebar, kedua tangannya mempersilahkan Anila untuk berjalan duluan di depan. Kedua berjalan mengarah pada gubuk makan dekat pasar. Pelayanan memberikan kendi dengan dua gelas bambu. Duduk saling berhadapan, wajah Anila tegang bercampur takut. Menyesali keputusannya sendiri. Kenapa dia mengajak orang ini berbicara? Bodoh! Dia bahkan tidak mengetahui namanya. Anila mengumpat diri sendiri dalam hati. Tindakan cerobohnya bisa membuat dia celaka.

"Lebih baik perkenalkan dirimu terlebih dulu sebelum memulai pembicaraan," lontar Anila tegas menaikan kedua tangan di atas meja, menyatukan jarinya yang berubah genggaman. Ini untuk memperlihatkan jika dia bukan orang yang mudah untuk dipermainkan.

"Ah! Benar, saya belum melakukannya, hampir saya lupa." Blegur menggeleng mengalihkan pandangan kemudian tersenyum sebelum kembali menatap Anila. "Itu tatakrama paling utama, hampir saja saya masuk golongan orang kurang ajar. Perkenalkan saya Blegur, teman Drabha."

"Tentang simbol akar-"

"Nenek moyangku mengatakan akan ada seseorang dari masa depan. Ternyata, itu dirimu. Saya memantaumu lama, Anila. Sejak kamu makan bersama Mada di tempat makan waktu itu. Akhirnya kita bertemu."

JAMANIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang