BAB XIV JALANIDHI WENGI : Saderenge Kedadean

887 92 5
                                    


Akhirnya Update lagi, semoga kalian ngak bosen dengan jalan ceritanya

Ada bahasa atau istilah majapahit yang diulas disini

Cuss... baca aja langsung

JANGAN PELIT VOTE AND COMMENT YAH😊

*************************************************

"Membaca bukan tuntutan melainkan keharusan. Jika kamu tidak pernah membaca buku kesesatan selalu pada jalanmu. Kamu tidak akan selalu tahu tentang apa yang ada di dunia ini dan bisa tahu dengan membaca. Membuka banyak jalan pikiranmu"

*************************************************************

Senyuman menyeringai meletakkan gelas kayu "Drabha. Bagaimana hasilnya?"

"Serahkan saja urusannya pada saya." Drabha mengambil arak di meja kemudian menegak dari kendi.

"Tidak ada kata gagal lagi. Ingat itu!" Rawa Blegur mengarahkan pedang dileher Drabha. Drabha tidak gentar melirik Blegur tajam.

"Tidak akan."

Blegur menurunkan pedangnya melipat kedua tangan berjalan bolak-balik dibelakang dengan nada mengudang provokasi "Menteri haus akan kekuasaan. Berjalan di belakang seakan mereka berpihak dan sejalan dengan Rakyat dan Rajasanegara."

Drabha bergeming. Blegur menyeringai kemudian kembali melirik Drabha.

"Namun, menjadi dalang mengendalikan pemerintahan. Membunuh seseorang yang menghalangi jalan mereka tanpa ampun," bisik Blegur meletakkan buah pisang didepan meja kemudian menancap belatinya tepat di bagian tengah pisang. Belati itu bergerak seirama dengan ucapannya menyayatnya pelahan menjadi dua bagian.

"Saya punya rencana besok malam saat mereka mengadakan rapat tertutup."

Sorotan tajam Drabha bagai haus darah mengudang tawa kecil Blegur.

"Katakan apa yang kau butuhkan? Saya siap mengabulkan."

Sudut bibir Drabha terangkat "Senjata."

*******************************

Rambut hitamnya semakin panjang. Anila menyisirnya perlahan setelah sekian lama menatanya kembali dengan serius. Utaian rambutnya terikat setengah dengan sedikit poni menutup dahi bukan lagi digulung cepol.

"Neng Ayu badhe teng pundi?" tanya Rukmini istri Giwono keluar dari dapur.

("Mau kemana?")

"Badhe teng barak Bu," jawab Anila tersenyum berseri-seri.

("Mau ke barak Bu")

Hari ini adalah janji Mada untuk mengajaknya berjalan-jalan di area pasar malam perlu berbenah diri agar terlihat cantik dihadapan Mada. Anila menginap dirumah keluarga Giwono menurut Mada akan lebih aman tidur disana jika dia tidak pulang kerumah.

"Sepertinya ada hal lain. Ingin pergi dengan Mada?"

Anila mengangguk malu. Tersenyum mengaruk tengkuknya yang tidak gatal. Rukmini membuka lemari bajunya.

"Pakai ini pasti akan terlihat cantik. Cobalah!" Baju dengan kain batik panjang sebagai bawahan serta kain berwarna unggu muda polos sedikit motif bunga putih sebagai atasan.

"Bagaimana memakainya?" Anila tersenyum memunculkan gigi ratanya. Dia belum mengerti cara pakai pakaian untuk perempuan khas rakyat Majapahit.

"Mari saya bantu." Rukmini telaten membantu Anila berpakaian. Anila pun menurut saja perintahnya seperti mengangkat tangan untuk membalut kain dibagian dada. Dia merasakan seperti putri kerajaan yang sedang dilayani. Walaupun bukan Mahabhusana Rajakaputrian Wilwatiktapura seperti yang di pakai permaisuri kerajaan. Selehai selendang sebagai tambahan agar bahunya tidak terlihat jelas. Ingat, seperti dikatakan Mada dia tidak menyukai jika terlalu terbuka.

JAMANIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang