Bab VI PERAN(G)

1.5K 190 15
                                    

Happy Readings semuaaa....

ngak mau basa-basi langsung baca aja yah

**

*

*

"Mengeluh tidak akan mengubah hal apapun."

--Ram--

***

***********************

Peperangan berlangsung dua hari lama nya banyak pasukan gugur dalam peperangan. Matahari mulai tenggelam wajah peluh keringat penuh bercak merah bercampur lumpur bahkan pakaian tak terkenali warnanya. Sejak tiba di barak Anila melakukan tugasnya membantu prajurit yang terluka. Dulu di SMA Anila pernah menjadi anggota PMR walau sebentar karena sudah bosan. Jadi sedikit tahu bagaimana menangani orang terluka namun kesulitan selalu menghampiri dirinya. Butuh dorongan keras dari Mada agar Anila bisa mengesampingkan sifat manjanya.

"Ini bukan saatnya untukmu mengeluh, buktikan jika kau bisa menjadi orang berguna dan tidak menyusahkan! terlebih jika membuat orang lain terluka karnamu!"  

Tergiang semua perkataan sarkas Mada dalam pikiran Anila setelah pertama kali tiba di barak.  Setelah duduk lemas melihat prajurit ditandu berayaman bambu bersimbah darah dihadapannya. Entah begitu menyadarkannya, memang sebelumnya prajurit bernama Rama terluka karna melindunginya, Anila gegabah masuk ke medan perang berniat menolong orang malah sebaliknya dia yang ditolong. Anila baru mengenalnya  setelah tiba di barak perbatasan.

"Nama kamu siapa? saya Rama tersenyum ramah. Mengulurkan tangan berniat berjabat tangan. Keduanya duduk dibelakang barak memandang perbatasan terakhir tempat perang berlangsung.

"Anila. Panggil saja An." Menerima jabatan tangan Rama.

Matanya membulat "HAGH! Perempuan? Kenapa disini? Dan kenapa bisa masuk kesini?" tanyanya beruntun.

"Kalau bukan karena laki-laki Jahanam itu mungkin gue ngak bakal disini," gumam Anila meremas dan mencabut rumput disampingnya sambil masih menatap lurus kedepan. Menumpahkan kekesalannya.

"Kamu bicara apa?" tanya Rama memang tidak mendengar jelas ucapan Anila.

"Hgh? Karena... mimpiku sejak kecil menjadi prajurit dan kebetulan tim medis kekurangan personil dan saya bisa masuk," karang Anila.

"Bagaimana lo bisa ngomong gitu An. lo bodoh! ngak cari alasan lain aja," batin Anila sambil menepuk dahi berulang kali.

"Waaah kita memiliki mimpi yang sama." Mata Rama berbinar seperti baru menemukan harta karun. "Tapi tidak ada informasi apapun jika seorang perempuan diizinkan masuk." Rama masih penasaran menatap Anila penuh tanya.

"Aaaah...Panjang ceritanya bisa dua hari dua malam disini. Btw, kenapa lo ee.. kamu mau jadi prajurit? Rama kamu kelihatannya lebih muda." Mengalihkan pembicaraan

"Karna keluarga saya, saya bukan terlahir dari orang tua berpangkat ataupun saudagar kaya yang bisa mewarisi hartanya. Hanya orangtua seorang buruh yang banyak menopang harapannya pada anak pertamanya agar hidup keluarga lebih baik. Dan ada adik saya yang perlu saya jaga. Entah sejak kapan mimpi itu ada, mungkin karna bayarannya lebih terjamin," jelasnya terus menepiskan bibirnya, tersenyum tipis menatap Anila. Anila tahu kalau Rama sedang menahan tangisnya, pandangan An mulai buram cairan bening mengenang disana. Dia teringat keluarganya. Betapa beruntungnya dia hidup berkecukupan tanpa harus bekerja. 

JAMANIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang