BAB XXVIII UWAL LAN PENGEJARAN

433 50 9
                                    

Selamat malam semuaa pembaca setia JAMANIKA...

Lama yah nunggunya?

Okey langsung baca aja

JANGAN PELIT VOTE DAN COMMENT YAH

*********************

"Mereka menuju Malang! Siapkan pasukan untuk mengejar mereka disana!" titah Blegur keras pada semua pasukan yang tersisa.

Rengga menunduk memberi hormat sebelum dia berucap, "Tuan, tidak ada unsur untuk menentang anda. Perintah saya untuk pergi, jejak mereka tidak akan jauh dari pegunungan Pawitra ini. Jumlah pasukan sudah cukup untuk membunuh mereka."

Drabha mendesis, tersenyum sinis. Tubuhnya bersandar pada tiang kayu penyangga rumah melipat kedua tangannya. "Kamu kira, kamu dan prajuritmu mampu membunuh Mada?"

Rengga melirik Drabha tidak suka seakan Drabha meremehkan kekuatannya. Tapi dia mencoba meredam amarahnya menunduk menunggu jawaban Blegur, sang pemimpin.

"Saya mengakui keberaniaanmu abdi setiaku, Rengga. Tapi kau bukanlah tandingannya. Drabha mengetahui lebih dari yang kau ketahui. Kita membutuhkan rencana." Blegur menutup mata, menghirup udara diakhir desahan keras. Mata kembali terbuka. "Bakar tempat ini jangan sampai meninggalkan jejak!"

"Jangan terlalu cepat, manfaatkan dahulu sebelum dihancurkan! Tentu, ada informasi yang ingin sekali kau dengar dariku. Duduk sambil meneguk secangkir arak," tawar Drabha mengambil selembar daun lontar dari tangan Blegur. Mengelus serat lontar melirik Blegur. Tersenyum. "Perintah semua pasukan untuk mendirikan tenda disini, alam berpihak pada kita, mereka tidak akan sampai menuruni pengunungan. Besok akan terlihat pergerakkan mereka kita hanya perlu mengamati dan mengambil langkah selanjutnya," lanjutnya duduk di kursi tanpa rasa takut.

Blegur terkekeh, menarik kursi di samping Drabha. "Baiklah. Malam ini tidak akan hanya gaduh karena alam rupanya, tidak sabar untuk menunggunya. Kau dengar Rengga, kita berkemah malam ini. Nyalakan api! Jadikan mayat itu bahan bakar bersama tumpukan kayu!" ucap Blegur sudut bibir terangkat.

***************************

Ombak awan gelap bergerak menyelimuti terang cahaya. Angin berderu, mengoyangkan pohon. Suara riut pohon bambu seiring angin bertiup, berdansa. Daun kering berjatuhan bagai baling-baling tanpa awak. Anila dan Mada menaiki perbukitan, hutan tak terjamah, tidak ada jejak jalan setapak apapun tertutup rata guguran daun.

"Blegur, pasti dia... dia dibalik semua ini, mengejarku sampai di sini," ucap Anila kalut, tangannya gemetar, semua tangan menarik tangan Mada menghentikan langkahnya setelah berlari beberapa meter tanpa berhenti.

Mata Mada beralih menatap Anila dirasa sudah aman setelah mengamati keadaan di belakang, menyatukan tangan kirinya lalu membalut tangan Anila sepenuhnya memberikan ketenangan. "Katakan! Apa yang sudah kamu ketahui! Sungguh saya tidak akan marah jika kamu jujur padaku. Tidak ada yang perlu kamu tutupi, bahkan kesedihanmu sekalipun agar saya bisa menjadi sandaranmu dan terus mengukir senyum di wajahmu."

"Sebelum keberangkatan kita ke Pawitra, saya bertemu dengannya, Mada. Dia menemuiku, menanyakan letak gerbang menuju masa depan. Dia mencari sesuatu tapi tidak paham itu apa semacam kekuatan. Dia juga mengatakan hal buruk tentang Drabha, bisa saja Drabha bergabung dengan kelompok Blegur. Saya tidak ingin mempercayainya tapi semua kejadian yang terjadi semakin sulit untuk tetap berharap ada kebaikan dalam diri Drabha. Drabha teman terbaikku, dia berkorban banyak, dia pernah terluka karena melindungiku saat perang."

"Sayapun begitu, dia hanya berada dalam kegelapan sejenak, kita hanya perlu menariknya dalam cahaya. Dan, kegelapan ini tidak akan lama kita pasti akan menemukan cahaya dibalik semua rahasia alam. Akan kupastikan kita akan menemukan cara agar kamu kembali menemui orangtuamu. Sebuah Jamanika kekar, tirai pemisah duniamu dan duniaku."

JAMANIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang