BAB XVI Gawar : Saderenge Kedadhean

711 81 8
                                    

Double up hari ini!
Jum'at berkah😊😅

JANGAN PELIT VOTE AND COMMENT YAH!

Selamat membaca....

*******************
**********

Setiap hari memiliki cerita sendiri.
Kadang berat, mudah, menyenangkan, menyedihkan dan menyakitkan untuk diingat.

Kemudian menjadi kenangan.

*******************
**********

"Bagaimana masakan saya?" tanya Anila bersemangat menunggu jawaban Mada menguyah makanan.

"Cepaaaat! Bagaimana rasanya? Bagaimana?" cecarnya semakin duduk mendekat kearah Mada.

"Tidak bisa di jelaskan," jawab Mada datar.

"Katakan saja tidak enak. Tidak perlu berkata 'tidak bisa di jelaskan'. Sudah berikan makanannya padaku!" decak Anila merampas piring Mada meluapkan kekesalannya.

Mada termanggu kemudian melirik Anila "Bukankah jujur lebih baik dari kebohongan?" tanya Mada menatap manik milik Anila.

Anila mengangguk pelan luluh dengan tatapan Mada. "Setidaknya berbohong saja jika ini enak," gumamnya menatap masakan yang sudah sejak pagi dia buat.

"Dengar!" Menaikkan dagu Anila "Bukan berarti makanan ini tidak enak. Hanya saja tidak ada keseimbangan antara asin dan manis."

"Itu sama saja." Anila mengerucutkan bibirnya.

"Coba suapkan makanannya ke mulutku dengan tanganmu pasti akan seimbang." Mada meraih tangan Anila menuntun menyuapkan satu sendok kedalam mulutnya. "Eeeem enak."

Mulut Anila terbuka matanya terbelalak menatap Mada.

"Kenapa?"

Mulut Anila langsung terkatup menggeleng cepat beranjak pergi.

"Ngak percaya seorang Mada bisa begini."

"An, kenapa pergi?"

"Cari angin," teriaknya keluar dari dapur barak militer. Mada tersenyum melihat kepergiannya. Anila terlihat lucu menurutnya.

Acara makan Mada sudah selesai dia bergegas ke lapangan panahan tanpa sadar sudah ada menteri beserta pengikutnya. Drabha belum menampakkan diri.

Mada berkutat dengan pikiran disela pertunjukan panahan untuk Rajasanegara banyak keanehan situasi hari ini sejak pagi bahkan kemarin malam orang yang menyerang Anila. Mada memperhatikan gerak-gerik Drabha beserta menteri dan satu pelayan baru. Sorot mata mereka tertuju pada Drabha. Aneh.

Tarikan nafas bersama tarikan anak panah menahan sakit yang menjalar keseluruh tubuh Drabha berusaha mengarahkannya pada target tahu mereka sudah curiga padanya. Dia sengaja menggunakan cara berbeda membuat bahunya benar-benar tertarik seakan luka sayatan itu sengaja ditekan kuat. Drabha berusaha tenang dan fokus. Ekspresi kesakitan sedikit terlihat namun belum mereka sadari. Anak panah itu melesat mengenai angka 9 nilai yang terbilang baik. Rama menepuk tepat di lukanya Drabha menyuarakan kesakitannya dengan tersenyum lebar.

"Luar biasa," ucap Rama. Semua anggota bersorak gembira. Rajanegara mengangguk bangga pada Bhayangkara yang dimiliki Kerajaan Majapahit.

"Terimakasih."

"Mangkubumi juga luar biasa sungguh saya ingin keahlian seperti Mangkubumi." Mada tersenyum menepuk bahu Rama.

Panggulu sedikit tidak yakin setelah melihat keahlian memanahnya para anggota Bhayangkara sekilas melihat mereka semua berpelukan menutup sebagian wajah memperlihatkan matanya saja. Mata yang tidak asing, sorot mata saat pertarungan malam itu.

JAMANIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang