BAB XXIX "WARA-WARA"

387 52 1
                                    

SELAMAT MALAM PEMBACA SEMUA....

MAAF JANJI HARI MINGGU KEMARIN SEKARANG BARU UP, SEMOGA KALIAN DIBERKAHI BULAN RAMADHAN INI BAGI KALIAN YG MENJALANKAN. AMIN...

VOTE DAN COMMENT KALIAN SANGAT BERHARGA BUATKU DAN BAHAGIA BANGET RASANYA

JADI JANGAN PELIT VOTE AND COMMENT YAH!

****************************************************** 

Akan ada kisah dibalik kehidupan seseorang  yang tidak pernah kita ketahui. 

Tidak akan, layaknya jalan pikiran manusia tidak bisa ditebak.

-Giwono-

*******************

Hujan sudah berhenti, langit masih pekat. Drabha memandang jauh keluar jendela, menyentuh balutan luka pada pundaknya. Sorot mata Anila masih terbayang dalam ingatannya. Helaan nafas panjang, tangannya mencengkram kuat kayu jendela. "Biyung, maafkan Drabha. Hari ini gagal melenyapkannya. Tunggu sebentar lagi, sebentar lagi...ku mohon biyung bersabarlah."

********************

"Perintah semua prajurit kepemerintahan mengusut semua sampai ke akarnya!" tegas Rajasanegara duduk di singgasana.

Kepala Prajurit menunduk, mengerti. "Baik, Paduka. Tapi ada hal lain, Chandrabha sudah menghilang sejak empat hari lalu dari Barak. Tidak ada yang sadar kepergiaannya. Ada kemungkinan dia bergabung dengan kelompok pemberontak, telah diselidiki Chandrabha salah satu orang yang selamat pada masa pemberontakkan Nambi 1316 dan dia tinggal di Sadeng beberapa waktu sebelum gabung dalam kemiliteran."

"APA YANG KAMU KATAKAN!" Mata Rajasanegara membulat, menghembuskan nafas kasar memukul penyangga tangan pada tempat singgasananya meluapkan amarah. Rahangnya mengeras. Dia tidak menyangka salah satu pasukan Bhayangkara terampil Kerajaan Majapahit berhubungan dengan pemberontak. "CEPAT PERINTAHKAN SEMUA PRAJURIT MAJAPAHIT UNTUK MENANGKAP CHANDRABHA! DAN SEMUA PEMBERONTAK YANG MENGANCAM KEDAULATAN MAJAPAHIT!" tegas Rajasanegara penuh amarah.

Kepala Prajurit menggangguk. "Nggih (Baik), Paduka! Perintah kami laksanakan!"

*************************

Prajurit sibuk berjajar, berdiri tegap satu peratu barisan keluar dari gerbang kerajaan. Perintahan penangkapan Chandrabha telah diumumkan. Pemecatan tidak hormat telah diberlakukan. Selebaran wajah Drabha di tempel pada papan pengumuman pusat kota. Pasukan dibagi menjadi beberapa tim yang mengarah ke seluruh wilayah yang sudah dikuasai oleh Kerajaan Majapahit tanpa terlewat.

Anang berjalan beriringan dengan Rama mengarah pada lembaran sketsa wajah seseorang yang mereka kenal di papan pengumuman. Rambut tergulung sempurna terikat diatas. Kain ikat batik melingkar indah di kepalanya tertutup rapat. Wajah bersih tanpa kumis berserta perintah penangkapan. Dia Chandrabha.

"Opo iki nyata? (Apakah ini nyata?)" tanya Anang lemas menatap berita itu.

"Apa perlu saya tampar untuk membuktikannya, Kakang?" jawab Rama mengangkat telapak bergoyang siap melayang menunggu persetujuan Anang.

Anang melirik lalu melotot. "Ck, bukan itu maksudku Rama."

Rama meringis, menurunkan tangannya. Padangan prajurit lain menatap sinis mereka, anggapan semua pasukan Bhayangkara sama. Mata-mata pemberontak. Keadaan diperburuk oleh berita Chandrabha setelah penurunan Mangkubumi Gajah Mada. Pemberhentian semua aktivitas militer pasukan Bhayangkara sampai penyelidikan berakhir.

JAMANIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang