BAB LII Andhange Teko (Sandaranku tiba)

305 39 4
                                    

Met malem sobat Dei!

Kalian baca sampai bab ini nggak mau follow saya nih?

Dan masih pelit vote juga? Gratis kok😔

Saya nawarin  dan berharap hehe...

                        *
*
                        *
                         *

Titip pesanku;

"JADILAH PEMBACA BERAKHLAK karena ILMU TANPA AKHLAK AMBYAR DUNIA INI"

Selamat membaca bab panjang ini

********************

"Mereka disini. Cek semua area ini!" teriak Anang meremas pedangnya. Dengub jantungnya mulai beradu.

Rama melirik Anang bertukar pandang mendengar desingan pedang bergegas berlari. Benar saja, disana ada pertarungan. Dan, itu Chandrabha. Buronan Kerajaan Majapahit yang selama ini dicari. Anehnya, disana Drabha tampak terluka parah melawan beberapa prajurit berpakaian hitam. Siapa Mereka? Masa bodoh! Jelas mereka pemberontak.

Anang mengangkat tangannya menunda agar prajuritnya tak langsung turun. Padahal jumlah pasukan telah mumpuni meringkus seluruhnya.

"Kau tahu apa tugasmu Rama," ucap Anang.

"Sendika dhawuh Gusti," jawab tegas Rama menanggalkan embel-embel kakang saat mereka bertugas. Ia bergegas undur diri mengkondisikan pasukan pemanah. Pasukan tak terlihat namun mematikan. Ada sedikit kelu, batin kontra dengan akal dan perintah negara. Tapi perintah adalah perintah. Wajib bagi seorang prajurit abdi kerajaan.

Salah satu kawan Anang melirik ragu, "Kau yakin?"

"Kenapa harus tidak yakin?" Anang menoleh, menatap tegas kawannya. "Ini adalah perintah Sang Raja."

"Kau tidak lihat ada yang aneh dibawah sana?"

Ucapan kawannya bagai angin lalu. Rahang Anang telah mengeras, aliran panas di dadanya tak dapat terbendung lagi. Drabha harus dihentikan atau akan banyak orang tak bersalah terbunuh karenanya. Tubuhnya segera berpaling menarik pedang mengangkatnya ke udara.

"SERANG!"

"SERANG!"

Seluruh prajurit ikut berseru mengangkat pedangnya turun ke medan pedang.

Rama mengkordinasi seluruh pasukan pemanahnya. Tangan mereka serentak terangkat ke udara lalu memfokuskan lurus ke depan. Satu anak panah menempel pada busur tinggal menunggu komando Rama. Berbeda, tiga target untuk tiga anak panah terekam pada mata tajam Rama. Target tepat di sayap kiri Anang. Posisi busurnya bukan tegak vertikal melainkan horizontal.

"Panah!"

Suara gemrisik angin mengusik telinga para pemberontak—prajurit Blegur—lekas si penunggu giliran itu berbalik matanya membulat. Semua tersentak, mendapat serangan tak terduga. Puluhan prajurit Kerajaan Majapahit datang berbondong-bondong diiringi puluhan panah terbang di udara diatas kepalanya mengarah ke mereka. Anak panah mengenai dada, leher, bahkan ke mulut. Pasukan pemberontak lumpuh seketika. Tewas tersungkur.

Hujan panah?

Bola mata Drabha melebar, tangannya berdiri menegakkan tubuhnya setelah menangkis serangan Rengga dua detik tadi. Pertarungan diam sesaat, sebagian prajurit hitam yang menyerangnya beralih menyerang pasukan Majapahit. Jelas, dari tanda lambang Bhayangkara disana.

"DRAHAAA!!!"

Mata Drabha menyipit memfokuskan lensanya, seketika membulat melihat siapa pemimpin Pasukan Majapahit. Anang. Tangannya sedia menahan serangan Rengga tak hentinya mencuri start pertarungan. Licik seperti tuannya—Blegur.

JAMANIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang