BAB XXIII APIROWANG

531 66 0
                                    

SELAMAT MALAM SEMUA PEMBACA SETIA JAMANIKA ATAU YANG BARU GABUNG YA

BAB INI SEBELUM BACA TARIK NAFAS DULU YAH

AKU MIKIR BAB PER BAB DENGAN MATANG ITU KENAPA AKU SUKA UP LAMA, JADI HARUS SABAR TUNGGU KELANJUTANNYA SAMPAI ENDING YAH!

INGAT! JANGAN PELIT VOTE AND COMMENT BUAT DUKUNG AKU NULIS TERUS

SELAMAT MEMBACA

**********************************************

Tangan Drabha mengepal kuat meredam sakit di dada. Berjalan ke belakang Barak. Busur jatuh ke tanah, tubuhnya meluruh ke dinding, terisak setelah begitu tegar menahan di depan Mada. Menangis sedu, tangan terus memukul dada terasa sesak. Kenangan ibunya kembali datang, kata di nafas terakhirnya.

"Biyung menyayangimu. Mla-yu! (Lari!)" ucap Ibu Drabha dengan sisa nafas terakhirnya.

"Biyuuung (Ibuuuuu), Drabha rindu." Tangan meremas baju didadanya. Satu tangan lain menutup wajah. Hatinya begitu sakit sudah lama Drabha menahannya. Perjuangan besar untuk bertahan hidup dan berdiri di sini. Menahan semua kesakitan bahkan diujung kematian. Ketika semua tinggal selangkah lagi terasa begitu berat. Kenapa harus Mada yang membunuh ibu? Kenapa bukan orang lain?

**********************

Anila menatap Mada. "Bukan Drabha melainkan dirimu, Mada."

"Tolong jelaskan agar saya mengerti!" ucap Mada mengambil tangan Anila agar tidak melukai kukunya sendiri.

"Maafkan saya, tidak menceritakannya padamu Mada. Selama ini saya mencari cara agar dapat kembali ke masa depan. Buku yang telah saya baca hingga masuk ke dunia ini memiliki simbol sama seperti pada Kitab Dramasastra dan juga kain ikat ini. Saya kira itu milik Drabha karena saat perang dulu kain itu terikat di pedangnya dan dia juga mengakui. Jadi selama ini dia membantu saya mencari jalan untuk kembali. Tapi bagaimana dia bisa berbohong? Saya sangat percaya padanya."

"Kenapa kamu baru mengatakannya? Apa kamu tidak percaya padaku?" Mada melepaskan tangannya pada Anila.

"Saya hanya tidak ingin memberatkanmu, sungguh bukan berarti saya tidak percaya padamu Mada. Maaaaf...maafkan saya, tolong jangan marah." Air mata Anila mulai mengalir.

Mada langsung memeluk Anila mengelus puncak rambutnya. "Saya maafkan, tolong mulai sekarang katakan sejujurnya, hmm?"

"Hmm, Saya janji."

Setelah Anila tenang dia mulai menceritakan semua petunjuk yang dia temukan bersama Drabha.

"Simbol ini bukan petir An, garis yang menjalar ke bawah ini akar pohon galih asem dimana memiliki arti keselamatan. Saya sengaja memberikannya pada Drabha agar dia selamat dalam peperangan apapun bersamaku," papar Mada, duduk berdua bersama Anila di pranggon berayam bambu.

"Pohon galih asem? Saya kira itu petir seperti yang Draba maksud, coba lihat pada Kitab Dramasastra dan Kitab ini pun memiliki simbol sama dengan milikmu berkaitan dengan petir." Anila menunjukkan lembaran lontar dimana simbol itu ada pada Mada. "Seingatku simbol ini juga ada di buku yang saya baca dalam mimpi sampai tertarik ke dunia ini. Seperti mereka saling berhubungan, tapi belum tahu itu apa."

"Kamu yakin?" Mada melirik Anila.

Anila mengganguk pasti.

"Ada beberapa kemungkinan An, petir yang menunjukkan cara, tempat, atau waktu dimana kamu bisa kembali atau pohon galih asem itu sendiri jalan agar kamu kembali. Tapi bagaimana cara kerjanya belum bisa dipastikan. Coba lihat penulis Kitab Darmasastra ini, mungkin dia yang lebih tahu kaitan ini semua."

JAMANIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang