Prologue

1.6K 81 1
                                    

THE MAXIMS OF MEDICINE 

Before you examine the body of a patient, be patient to learn his story. 

For once you learn his story, you will also come to know his body. 

Before you diagnose any sickness, make sure there is no sickness in the mind or heart.

For the emotions in a man's moon or sun, can point to the sickness in anyone of his other parts. 

Before you treat a man with a condition, know that not all cures can heal all people.

For the chemistry that works on one patient, may not work for the next, because even medicine has its own conditions. 

Before asserting a prognosis on any patient, always be objective and never subjective. 

For telling a man that he will win the treasure of life,

but then later discovering that he will lose, will harm him more than by telling him"That he may lose,But then he wins." 

 ― Suzy Kassem, Rise Up and Salute the Sun: The Writings of Suzy Kassem

---

TING TONG.

AKTIVASI CODE TRAUMA.

AKTIVASI CODE TRAUMA.

DOKTER JAGA MOHON SEGERA DATANG KE TRIASE.


Suara nyaring dari interkom itu memaksa tiga dokter residen bedah* yang baru selesai ronde pasien bersama DPJP** Bedah malam itu untuk bangkit dari kursi jaganya dan bergegas menuju ruang triase.*** 

"Hamba minta ampun, ya Tuhan!" Jin menengadahkan kepalanya ke langit-langit IGD di tengah 'adu lari'nya dengan dua temannya yang lain. "Baru satu menit duduk..." suaranya semakin hilang, mau mengeluh saja sudah tidak kuat. Ditambah dengan penampakan kantung mata hitamnya, keadaannya sungguh mengenaskan.

(*dokter residen: dokter yang sedang menempuh pendidikan dokter spesialis.

**DPJP: Dokter Penanggung Jawab Pasien

***ruang triase: tempat mengelompokkan pasien yang dinilai berdasarkan kegawatdaruratan yang dialami pasien.)

"Semangat, Bang!" Jaka menepuk punggung Jin.

"Ugh!" Jin mengeluarkan suara yang sumbernya sudah pasti jauh dari dalam tubuhnya. "Yang kira-kira lo, Jak." Walaupun keadaannya sama mengenaskannya dengan Jin, gebukan Jaka, si samson rumah sakit ini, masih mantap. 

"Sorry, Bang. Kelepasan. Hehehe." Jaka terkekeh, mengusap-usap punggung Jin. Keduanya mempercepat jalannya menuju ruang triase.

Gio mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada kedua juniornya untuk bersama-sama memeriksa keadaan pasien yang baru datang.

"Lapor Dok. Pasien laki-laki usia 32 tahun, seorang tukang bangunan, mengalami kecelakaan jatuh dari lantai 5. Ketinggian kurang lebih 15 meter. Kejadian sekitar 30 menit yang lalu. Pasien dibawa ke sini oleh ambulans." Laporan itu segera menuntun Gio bergerak maju paling depan, memakai sarung tangan karet, lalu mulai memeriksa pasien.

"Mas, mas bangun mas, bisa dengar suara saya?" Kedua tangan Gio menepuk bahu pasien dengan cukup kencang, membuat mata pasien berusaha membuka matanya yang semula tertutup.

"Hhh... ya... D-dok." Jawab pasien itu merintih kesakitan, mencoba menoleh ke arah sumber suara.

"Jin, stetoskop." Pinta Gio sambil mengetuk-ngetukkan tangannya pada dada pasien.

Jin melepaskan stetoskop yang melingkar di lehernya dan memberikannya pada Gio yang langsung memasangnya di telinga. Setelahnya, Jin membantu Jaka dan perawat menggunting pakaian pasien untuk mengeksplorasi jejas pada seluruh tubuh pasien yang tidak terlihat.

Suara napas pasien semakin terdengar, tubuhnya gelagapan berusaha memasukkan oksigen ke dalam parunya. Gio mengernyit, memfokuskan dirinya untuk mendengarkan suara kedua paru pasien. "Pneumotoraks*. Tensi berapa?" ujar Gio sambil melepaskan stetoskopnya dari kedua telinganya.

(*pneumotoraks: cedera pada paru atau dinding dada, sehingga udara masuk ke dalam rongga dada.)

"90/60 Dok." ujar perawat dengan sigap.

"Oke, tension pneumotoraks*. Siapin needle thoracocentesis** sekarang." Perintah Gio direspon oleh Jin yang mengangguk dan bergegas mempersiapkan alat dan melakukan tindakan tersebut pada pasien dengan cepat.

(*tension pneumotoraks: pneumotoraks yang disertai dengan ketidakstabilan fungsi jantung paru yang mengancam jiwa.

**needle thoracocentesis: tindakan yang harus dilakukan pada kasus tension pneumotoraks, dengan menusukkan jarum suntik ke bagian dada pasien agar udara yang terjebak di rongga dada dapat keluar.)

"Bang, ini ada jejas di abdomen* dan suspek fraktur tertutup di klavikula dextra**." ujar Jaka sambil menunjuk ke bagian bahu kanan dan perut pasien.

(*abdomen: perut

**klavikula: tulang selangka; dextra: kanan)

Gio langsung memfokuskan diri memeriksa bagian perut pasien, memberikan penekanan dengan pelan sembari melihat reaksi pasien terhadap penekanan yang ia lakukan. Pasien meringis kesakitan setelah mendapatkan penekanan ringan.

"Distensi, defans,* tensi juga turun. Tensi turun bisa jadi karena tension pneumotoraksnya. Tapi kalau kondisi abdomennya kayak gini, gue curiga perdarahan intra-abdomen**." gumam Gio pelan, namun suaranya masih dapat ditangkap oleh Jaka yang turut menganggukkan kepalanya.

(*distensi: membesar; defans: menegang, keras.

**intra abdomen: di dalam rongga perut.)

"Jaka tolong ambil USG, siapin semua kebutuhan kalau dia butuh dioperasi segera. Kondisi pasien kurang bagus. Gue lapor sama Bang PD dulu. Siap atas segala kemungkinan terburuk pada pasien ini ya. Lakukan yang terbaik." lanjut Gio memberikan perintah.

Malam itu, malam yang diharapkan menjadi malam yang tenang bagi Gio, berubah menjadi malam yang menegangkan, dimana nyawa seseorang kembali dipertaruhkan dalam tangannya.

---

HospitalshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang