"Sometimes your medicine bottle has on it, 'Shake well before using.' That is what God has to do with some of His people. He has to shake them well before they are ever usable."
- Vance Havner
Pagi ini cuaca terlalu cerah, seperti mengolok-olok suasana hati para masyarakat korban gempa yang sedang meredup.
Ayu melangkahkan kaki turun dari mobil pickup yang mengangkut para dokter relawan dari bandara ke lokasi bencana. Perjalanan tadi cukup jauh, memakan waktu sekitar 4 jam, yang tentunya Ayu gunakan untuk tidur karena semalaman ia tidak bisa tidur di bandara.
Para tenaga medis sebenarnya sudah sampai di bandara kemarin malam. Namun, karena tidak ada mobil yang dapat mengangkut mereka pada malam hari, dan juga penerangan di sepanjang jalanan yang mati total akibat bencana, alhasil mereka baru dapat menuju lokasi bencana di pagi hari. Namun, sialnya, semalaman Ayu tidak dapat tidur nyenyak di bandara.
Ini semua karena Gio. Pikirannya melayang ke kejadian di bandara Jakarta dan pesawat kemarin.
—
"Yu, tiket gue mana ya?"
Seluruh dokter sudah berada di ruang tunggu pesawat, 10 menit lagi seharusnya panggilan pesawat boarding akan diumumkan. Ayu duduk di sebelah Juno dengan segelas latte di tangannya. Sedangkan, di sampingnya, Juno sibuk mencari-cari tiketnya. Tangannya bergerak-gerak ke kantung baju, kantung celana, dan tas ransel yang menggantung di pundaknya, belum juga ketemu. Juno juga sibuk mencari di dalam dompetnya. Masih belum ketemu.
"Bang Juno terakhir taruh dimana?" tanya Ayu sedikit khawatir.
"Gue lupa Yu.." Juno mengernyit, tidak enak hati. Tiga menit kemudian kabar tersebar ke seluruh rombongan, saat ini semuanya mencari barang yang sama.
Semakin lama bekerja dengan Juno, kini Ayu paham kalau seniornya yang satu itu memang pikun adanya. Ayu merasa kadang itu lucu kadang menyebalkan. Lucu karena Juno, sosok sesempurna itu, bisa mengingat segala jenis patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana pasien, tapi lupa menaruh tiketnya dimana yang baru berjarak 5 menit yang lalu. Menyebalkan karena kini Ayu yang kena imbasnya.
Lima menit berlalu, belum ada hasil. Akhirnya dr. Sidik, seorang konsulen muda IPD mengambil sikap, "Urus dulu deh, Juno kan lebih dibutuhkan. Jun, lo naik dulu aja pake tiketnya si Ayu. Ayu sama gue coba urus dulu ke counter, siapa tau bisa cetak ulang. Lo naik duluan aja Jun."
"Lah nanti kan diperiksa di dalem pesawat tiketnya, kalau ketauan bukan nama gue gimana Bang?" tanya Juno, khawatir. Hilang seluruh wibawanya, ekspresinya persis anak kecil yang kehilangan ibunya.
"Biasanya engga kok. Lo lewat dulu aja gak usah tunjuk-tunjukin tiket. Kalo sampe amit-amit ditanya, bilang ini urgent, mau turun bencana dan lo sangat dibutuhkan disana. Lo bawa name tag dokter lo, kartu anggota IDI* segala macem kan?" Juno mengangguk.
*IDI: Ikatan Dokter Indonesia
"Yaudah, gih. Semoga keburu kita masih ngurus ke bawahnya."
"Aduh sorry ya.. gue sambil cari-cari lagi." ucap Juno setengah hati mengambil tiket dari Ayu.
"Yuk turun Yu ke counter. Jun, minta KTP lo dong."
dr. Sidik mengambil KTP Juno dan turun ke lantai satu, tempat counter tiket bersama dengan Ayu.
—
KAMU SEDANG MEMBACA
Hospitalship
Romance"Love is as unpredictable as cases coming to emergency unit" An alternate universe; telling you a story: when an accident becomes an incident, when it's not only diseases being cured, but also your feeling of love being secured."