Nara tersenyum melihat Jaka yang dengan lahap memakan bekal yang dibuatnya. Bahkan, Jaka sesekali menghentakkan kakinya saat menyuapkan lauk demi lauk yang sungguh lezat. Wajahnya persis seperti anak umur lima tahun yang diberi permen berbagai rasa.
Mereka sedang berada di bangku taman fakultas kedokteran, persis di sebelah kompleks rumah sakit tempat Jaka sekolah.
Nara baru saja mengantar makanan pada sebuah acara pernikahan di salah satu hotel di daerah itu. Karena makanannya lebih, ia menawarkan untuk mengantarkannya, namun Jaka rupanya sedang kosong, sehingga memintanya untuk langsung bertemu saja.
Keduanya duduk berhadapan di atas bangku taman yang dilengkapi meja. Jaka yang sibuk dengan makanannya, dan Nara yang melipat kedua tangannya di atas meja.
Cahaya matahari dihalangi oleh pohon yang menaungi keduanya, membuat pola sinar-bayangan pada wajah Jaka.
Memangnya masakannya seenak itu ya? Pertanyaan itu terpikir oleh Nara, lucu melihat Jaka yang tidak berbicara sama sekali ketika makan. Sebagian rambutnya jatuh, rasanya Nara ingin merapikannya.
Sudah lama ia menyukai Jaka. Nara tidak tahu apakah Jaka menyukainya, atau sudah punya pacar atau belum. Obrolan setiap pagi di kereta dan saat Nara memberikan Jaka bekal tidak pernah membahas terkait masalah percintaan.
Tapi... Daripada menyesal nantinya, lebih baik mengungkapkan duluan biar tidak penasaran, kan? Satu bulan lagi Nara akan berangkat melanjutkan studinya di Le Cordon Bleu, Australia. Seharusnya masih tiga bulan lagi. Perbincangan terakhir dengan Jaka pun Nara memberitahunya bahwa keberangkatannya masih 3 bulan lagi. Namun, secara mendadak, kemarin Nara mendapat email dari pihak kampusnya untuk berangkat lebih cepat, karena diharapkan dapat mengikuti sebuah pelatihan untuk calon pelajar selama satu bulan. Nara pikir masih banyak waktu yang dapat ia luangkan untuk Jaka. Sebulan lagi itu terlalu cepat. Kalau tidak sekarang, kapan lagi? Lagipula ini Jaka, dia tidak akan jahat kepadanya. Paling-paling kalaupun ditolak, akan dilakukan dengan baik-baik.
"Jaka, kita pacaran aja yuk?" ucap Nara. Tidak ada yang berat, hanya jantung yang berdegup lebih kencang. Tapi, itu memang sudah dirasakan sejak awal Nara bertemu Jaka. Bukan karena gugup takut ditolak mentahmentah. Ia menyukai Jaka, ia hanya mengatakan apa yang sudah ingin ditanyakannya sejak lama. Ia tidak merasa salah.
Jaka terbatuk-batuk, tersedak makanan. Nara menahan tawanya, ia terlalu impulsif, ya? Tangannya memutar tutup botol air dingin di sebelah Jaka dan menawarkannya kepada Jaka.
Jaka menyambutnya dan meminum airnya cepat-cepat.
"Kok jadi kamu yang nembak sih?!" tanya Jaka setelah meneguk setengah botol airnya dan menatap Nara.
Nara tertawa. "Emang harusnya siapa?"
"Aduhhhh" Jaka membuka resleting tas hitam di sebelahnya, mengambil sesuatu. "Nih. Baru aku mau nembak hari ini" ia meletakkan sebatang cokelat di atas meja. Tangan kanannya mengusap-ngusap tengkuknya, pandangannya menunduk menahan tawa. "Niatnya kan mau ngabisin makanan dulu, terus baru nembak."
Sepersekian detik kemudian, Nara dan Jaka tertawa melihat cokelat batang yang tergeletak di antara mereka.
---
"Nih." Ucap Jaka, membagikan kotak berisi sushi kepada teman-teman jaganya. Ada Gio, Ihsan, dan Jin yang sudah tidak sabar menghabiskannya.
"Buset sekarang Jaka jadi catering, mentang-mentang ceweknya chef." Ledek Gio.
"Ya dong. Emangnya cewek lo, cuma bisa nulis status." Jaka iseng meledek.
Gio memukul punggung Jaka dengan rekam medik di tangannya. "Gitu-gitu juga Indomie cewek gue paling enak. Lo gak tau aja."
"Idih, Indomie mah di mana-mana juga enak Bang, mau gimana juga bikinnya. Tuh di Ghana aja terkenal, berarti gak mandang di mana atau siapa yang bikin."
"Lo belum pernah nyobain aja." Ucap Gio sambil menyuap sushinya yang pertama.
"Yaudah sini bawa dong kali-kali Indomienya Ayu." Jawab Jaka tidak mau kalah.
"Gak bisa. Cuma gue yang boleh rasain."
"Lah. Kalau gitu gimana bisa tau Bang?!"
"Ya lo kebagian bayanginnya aja. Yang pasti itu fakta." Gio kalau sudah rese memang tidak ada habisnya.
"Udah biarin aja Jak, namanya juga orang lagi jatuh cinta." Ucap Jin menepuk punggung Jaka sambil tertawa bersama Ihsan. Tumben, biasanya Jin dan Jaka yang adu mulut.
"Gue kepo deh jadinya. Cewek-cewek kita pada pamer-pamerin skill kita juga gak ya?" Celetuk Ihsan sambil mengunyah sushinya.
"Kalau Lisa enggak sih, San." Jawab Gio mantap.
"Iya." Jaka mengiyakan.
Jin diam aja. Tapi mengangguk.
"Sialan-" Ihsan menegakkan tubuhnya baru akan memulai protesnya.
"Eh bucin bawain jatah gue juga gak?" Luthfi tiba-tiba menghampiri meja jaga bedah, tahu sedang ada pembagian makanan enak rutin oleh Jaka.
"Bawa nih, sekalian buat si James." Jaka memberikan 2 kotak pada Luthfi.
Luthfi menunjukkan senyum kotaknya sambil mengucapkan terimakasih. Ia kemudian pergi sambil bersiul menuju James di lantai 3.
"Ngomong-ngomong dalam rangka apa Jak yang kali ini? Soalnya lebih mewah dari yang biasanya." Tanya Gio.
"Cewek gue mau berangkat lusa." Jawab Jaka tanpa kesedihan, hanya menjelaskan fakta.
"Le Cordon Bleu? Jadi juga lo LDR... Berapa tahun?" Tanya Gio.
Jaka mengangguk. "Tiga tahun... Yah, santai lah. Biar dia balik gue juga udah jadi dokter bedah, hehe. Pas."
"Kalau lancar." Ucap Jin yang sudah mengunyah potongan sushi terakhirnya.
Jaka memukul lengan Jin, hampir saja Jin tersedak karena terkejut.
"Jangan ngomong sembarangan lo, Bang!"
"Hati-hati lo di sana banyak bule-bule ganteng." Ledek Gio ikut-ikutan.
"Biarin aja. Gampang, ada Ayu ini yang Indomienya paling enak. Bisa lah kalau gue deketin."
"Jangan ngelunjak ya, lo." Ucap Gio.
Jaka tertawa diikuti yang lainnya.
--
KAMU SEDANG MEMBACA
Hospitalship
Romance"Love is as unpredictable as cases coming to emergency unit" An alternate universe; telling you a story: when an accident becomes an incident, when it's not only diseases being cured, but also your feeling of love being secured."