Setelah menjalani perdebatan panjang dengan Lisa, akhirnya Ihsan mendapat persetujuan untuk menghubungi gadis itu dalam rangka membantu menghadapi ujian presentasi yang akan dilakukan Ihsan besok. Ingin video call saja banyak sekali alasan yang dilontarkan Lisa. Mau mandi dulu lah, setrika pakaian dulu lah, jemur pakaian dalam dulu lah, makan dulu lah. Mana Lisa kalau mandi sangat lama. Ihsan sudah tahu betul kebiasaan perempuan yang telah menemaninya sejak dulu. Kalau di kamar mandi, pasti ada acara berendam sambil menonton. Nonton Youtube, Vlive, Netflix, dan akhir-akhir ini lagi sering sekali menonton Weverse. Katanya sih, nontonin J-Hope BTS, yang menurut Ihsan sangat mirip dengannya tapi selalu disangkal oleh Lisa.
"Sa nyalain video call-nya dong!" pinta Ihsan setelah panggilannya tersambung.
"Gak ah, kan gue gak ikutan presentasi." jawab Lisa sambil menggerutu karena Ihsan terus-terusan memaksanya untuk menyalakan video.
Setelah hanya saling paksa-memaksa selama lima menit, Ihsan pun menyerah karena Lisa mengancam.
"Kalo maksa lagi, gue matiin."
Ihsan mengambil posisi berdiri, menaruh handphonenya di atas meja dengan kamera depan menyala mengarah padanya, menampilkan Ihsan dari ujung kepala hingga setengah perut. Di sampingnya, sudah ada meja dengan laptop menyala dengan presentasi laporan kasusnya, diarahkan pula pada kamera.
"Sa, timer-in ya. Gak boleh lewat dari 15 menit."
"Ya. Cepet."
Ihsan memulai presentasinya, mempersiapkan diri untuk presentasi besok hari. Setelah selesai, Ihsan mendekatkan diri untuk mengambil HPnya dan meminta komentar dari Lisa.
"Sa, gimana? Kok diem aja?"
"Ya masa gue harus ngajak lo ngobrol pas presentasi? Udah bagus." ucap Lisa, sangat singkat.
"Cuma gitu aja???"
"Emang mau ngapain lagi??"
"Sa kamu dengerin gak sih?" Ihsan mulai curiga bahwa Lisa tidak mendengarkan presentasi Ihsan tadi. Ihsan samar-samar dapat mendengar dentingan suara sendok dan garpu beradu di seberang telepon.
"Dengerin, aku.. Tentang koledokolitiasis* kan." entah mengapa Ihsan merasa suara Lisa semakin lama semakin mengecil. Sepertinya handphone Lisa tidak berada dekat dengannya.
*koledokolitiasis: batu saluran empedu
"Iya tapi- Itu kamu sambil ngapain sih, Sa??"
"Aku lagi telponan sama kamu ini emang ngapain lagi??" tiba-tiba volume suara Lisa mengeras, bahkan setengah membentak. Mencurigakan sekali.
"Ih jangan bohong! Aku bisa denger, kamu lagi makan? Itu aku denger suara sendok garpu."
"Bukan aku itu, adik aku yang lagi makan. Lagian kenapa juga kalau aku dengerinnya sambil makan?"
"Ya masa konsulen dengerin presentasiku sambil makan?!"
"Ih mau dibantuin gak sih?!"
"Yaudah balik lagi. Jadi beneran gak ada komentar??" tanya Ihsan lagi, tidak puas dengan komentar Lisa.
"Hm.. jangan senyum terus sepanjang presentasi. Nanti lo dikira orang gila."
"Gak bisa nahan soalnya lagi liat kamu"
"Apaan orang layarnya blank"
"Gapapa berasa cantiknya hehe"
"Jangan kebanyakan main sama James, dihhh"
--
Ihsan melangkahkan kaki dengan wajah harap-harap cemas. Pengujinya yang kali ini katanya memang agak 'gimana gitu' terhadap murid didik laki-laki. Entah mengapa beliau cenderung lebih galak. Mungkin memang benar saran Lisa, lebih baik dirinya mengurangi senyuman selama presentasi. Ihsan tidak ingin disalahartikan yang tidak-tidak.
Ujian masih satu jam lagi. Ihsan sengaja datang lebih awal untuk membangun mood dan semangat pagi hari. Ia hendak membawa diri ke kantin untuk membeli segelas kopi, sebelum langkahnya terhenti karena ada panggilan masuk dari Lisa.
"Halo? Kenapa Sa?"
"Di mana?" tanya Lisa di ujung telepon.
"Kantin gedung A. Kenapa, Sa?"
Klik.
Ihsan bingung.
KENAPA TIBA-TIBA DIMATIIN? BENER-BENER YA LISA HARI H UJIAN MALAH DIBIKIN EMOSI.
Kadang Ihsan heran dengan sikap pacarnya yang tidak pernah berubah dari jaman masih sering ngompol di celana itu. Suka semena-semena dan tidak jelas. Mungkin hanya Ihsan yang tahan dengan sikap Lisa yang seperti itu. Lelaki lain mana ada yang kuat? Ihsan mengabaikan sikap Lisa dan masuk ke dalam kantin, membuka isi kulkas, dan mengambil satu kopi kemasan favoritnya. Saat hendak membayar di kasir, Ihsan merasakan bahunya ditepuk oleh sebuah tangan secara kasar.
"Oi"
"Sa?? Ngapain jam segini udah di rumah sakit? Lo kan biasa masuk jam 8"
"Gue ada perlu pagi-pagi. Nih." Lisa menyodorkan satu plastik bening berisi kotak makan lengkap beserta sendok garpu di dalamnya. "Udah ya. Good luck. Gue yakin lo bisa kok, bagus beneran semalem..." ucapnya, sambil memberikan sebotol air mineral. Lisa menatap Ihsan. "Aku doain. Beneran. Sama..." Lisa terlihat agak ragu, "Sama kalau udah selesai ujiannya telepon-atau seenggaknya chat-atau kalau gak sempet langsung kabarin juga gapapa agak maleman-"
"Aku samper aja nanti ke radiologi. Janji." ucap Ihsan tersenyum lebar.
--
KAMU SEDANG MEMBACA
Hospitalship
Romance"Love is as unpredictable as cases coming to emergency unit" An alternate universe; telling you a story: when an accident becomes an incident, when it's not only diseases being cured, but also your feeling of love being secured."