"All medicine is made to make you better. If it did the opposite, it would be malpractice."
- Chael Sonnen
Sial memang. Ayu tahu bahwa kehidupan menjadi residen memang kejam. Ayu berharap ia mendapatkan libur satu hari saja, atau setidaknya dibebastugaskan dari jaga malam di IGD. Namun, nyatanya, di sinilah Ayu berada, menapakkan kaki di pintu belakang IGD siap untuk bertugas jaga malam. Lagi.
Ayu menghela napas panjang dan hanya meratapi nasibnya yang kurang beruntung. Seharusnya, Ayu dapat mengajukan tukar jadwal jaga dengan teman satu angkatannya. Namun, Ayu mengurungkan niatnya karena tahu temannya akan menjalani ujian esok hari dengan konsulen tergalak di Departemen IPD. Ayu tidak tega sehingga ia berkorban untuk tetap menjalani tugas jaganya.
Dengan langkah lunglai Ayu mendekati meja jaga IPD yang terletak di sebelah meja jaga residen Neurologi. Ayu baru saja menghempaskan dirinya ke bangku dan menyenderkan punggungnya dengan rileks ketika ia melihat Gio berjalan ke arahnya.
"Yu, jadi kapan saya bisa kontrol? Udah tiga hari." ucap Gio sambil duduk di bangku di hadapan Ayu.
Sosok Gio, lengkap dengan baju jaga warna biru mudanya dengan rambut hitam berponi yang acak-acakan, dengan masker yang menutupi mulut dan hidungnya, menyodorkan tangan kanannya ke depan wajah Ayu.
Ayu duduk tegap. Matanya melihat tangan Gio sejenak kemudian menatap wajahnya. "Ah... itu."
"Hm?" kedua alisnya terangkat.
"Harus saya yang periksa Dok?"
"Emangnya mau siapa?"
"Kan ada dr. Jin atau Jaka yang lebih paham..."
"Loh, yang jahit tangan saya kan kamu. Tanggung jawab dong."
Ayu mati kutu.
Oh ini yang namanya senjata makan tuan. Haha. Ketawa sajalah. Lagian, sehari-hari hidupnya dikelilingi oleh para calon dokter bedah masa depan kok masih bisa-bisanya minta kontrol jahitan ke residen IPD bau kencur tingkat satu? Tapi, ya benar juga sih. Itu kan hasil prakarya Ayu. Mana gak gitu rapi lagi.
Sebelum Ayu mencoba mengeluarkan alasan, Gio sudah kembali angkat bicara.
"Sekarang aja deh. Belum ada pasien kan? IGD juga kosong. Saya juga gak ada pasien."
Maklum, Ihsan sang pembawa pasien sedang dapat bonus libur jaga setelah mengcover jaga selama teman-temannya turun bencana. Sudah sekitar 3 jam dari awal shift, tidak ada pasien baru yang terlihat.
"Saya tunggu di sana ya." Gio membalikkan badan dan berjalan menuju ke salah satu bed pasien yang dikhususkan untuk pasien trauma yang membutuhkan penjahitan.
Kan! Semena-mena lagi. Katanya gue yang dokternya, kok jadi pasiennya yang menentukan jadwal sebelah pihak? Gerutu Ayu dalam hati, namun tetap pasrah mengikuti langkah Gio.
Gio sudah duduk dipinggir bed dengan tangan yang ia letakkan di atas meja kecil. Ayu berdiri disamping Gio dan mulai membuka perban yang menutupi jahitan Gio dan memperhatikan hasil jahitannya dengan seksama. Gio pun memajukkan sedikit kepalanya, ikut melihat hasil jahitan Ayu yang sudah mulai mengering.
"Hm..."
"Gimana? Udah gak nyeri sih." tanya Gio dengan mata yang kini ia alihkan untuk menatap wajah Ayu, yang masih memusatkan perhatiannya pada tangan Gio.
"Udah mulai kering ya Dok. Ini Dokter kemarin ganti perban sendiri?" Ayu mengalihkan pandangannya dari tangan Gio dan kini mata mereka bertemu. Ayu tidak sadar bahwa Gio sedang menatapnya saat Ayu sedang sibuk memeriksa jahitannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hospitalship
Romance"Love is as unpredictable as cases coming to emergency unit" An alternate universe; telling you a story: when an accident becomes an incident, when it's not only diseases being cured, but also your feeling of love being secured."