47. "Yu, Please Bertahan"

529 38 1
                                    


Ayu memandangi handphonenya yang sejak pagi hari belum menunjukkan tanda-tanda balasan dari orang yang paling ditunggu-tunggunya, Gio.

Lampu kamarnya sudah dimatikan, selimut pun sudah menutupi tubuhnya. Matanya sudah ingin sekali dipejamkan. Lelah sekali habis jaga malam tiga hari berturut-turut.

Apa gue coba telepon ya? Tapi kalau ternyata dia lagi OK gimana? Nanti malah ganggu.

Pikiran yang berulang kali muncul di benak Ayu setiap kali Gio lama tidak membalas chatnya. Ternyata pacaran LDR itu sulit juga. Ketika sangat rindu dan ingin bertemu secara langsung, apa daya, harus ikhlas dan sadar bahwa itu tidak dapat dikabulkan.

"Telepon aja lah, Yu. Lo telepon gak dosa juga sih." Ujar Giani sore tadi, saat sedang menemani Ayu mampir ke kafe sebelah rumah sakit untuk membeli segelas latte dan cheesecake untuk dibawa pulang.

"Duh, Ia. Gak enak. Takut ganggu. Takut annoying."

"Ya kalo ganggu, gak bakalan diangkat juga sama Bang Gio. Belom lo coba kan?"

"Udah beberapa kali. Tapi setiap gue telepon duluan, lebih sering handphonenya gak aktif. Kata dia sih emang di sana susah banget sinyalnya... Tapi udah 2 bulan ini gak tau kenapa lebih jarang aja..." Cerita Ayu, "Dia sempet cerita emang kerjaan dia makin nambah sih, Ia."

"Oh ya wajar lah Yu, namanya juga Bang Gio sama kerjaan udah gini banget." Giani menyilangkan 2 jarinya di depan wajahnya.

Ayu mengerutkan alisnya. "Hahaha apaan sih, Ia."

"Gini banget tuh deket banget maksudnya." Jelas Giani, masih menyilangkan kedua jarinya. "Kalau lo sama Bang Gio tuh gini." Giani membentangkan kedua tangannya jauh-jauh, wajahnya lurus menatap Ayu. "Jauh."

Ayu tertawa pedih. "Kalau lo sama Bang James yang kemana-mana bareng?"

PLAK.

Giani tiba-tiba mengadu kedua telapak tangannya. "Gini."

"Ih geli banget." Ayu terkekeh.

Giani ikut tertawa, setidaknya ia bisa membuat sahabatnya tertawa sebentar di tengah kegalauannya. Lumayan.

"Tapi gue jadi mikir ke mana-mana deh, Ia... Maksudnya, menurut lo mungkin gak... Karena udah lama gak ketemu kan, terus sukanya dia ke gue berkurang... Terus-"

"Selingkuh?" Tebak Giani. "Gak sih, gue yakin engga. Bang Gio gitu lho, lo kenal dia gak sih? Punya pacar aja udah amazing, ini lagi dikira nambah cewek."

"Iya, sih." Ayu menghela napasnya.

"Udah Ayuuu telepon aja. Nanti kalau saling gak ngasih kabar malah jadi masalah, lho."

Yaudah. Tidur aja deh. Besok pagi telepon. Daripada maksain malam ini.. Kalo ternyata pun gue telepon dan diangkat, nanti malah teleponan. Gio lebih butuh istirahat.

Baru saja Ayu menggeser tubuhnya sedikit untuk meletakkan handphone di meja kecil samping tempat tidur, handphonenya berdering. Buru-buru ia memeriksa panggilan masuk tersebut.

Ternyata panggilan dari Giani.

"Gimana, Yu?"

"Belum dibales juga.."

---

BRAK.

Suara pintu dibuka dengan kasar terdengar samar-samar pada telinga Ayu. Rasa sakit yang tidak tertahankan pada perut bawahnya membuat ia sulit untuk memfokuskan diri. Jangankan fokus, membuka matanya saja ia tidak sanggup. Ia hanya dapat meringkuk di atas lantai di depan pintu kamar mandi apartemennya, terisak menahan nyeri. Ia baru saja memuntahkan isi perutnya untuk yang keempat kalinya, mual hebat masih dirasakannya. Jika ia muntah lagi, ia yakin ia tidak akan sanggup memaksakan diri ke kamar mandi lagi.

HospitalshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang