"The greatest disease in the West today is not TB or leprosy; it is being unwanted, unloved, and uncared for. We can cure physical diseases with medicine, but the only cure for loneliness, despair, and hopelessness is love."
― Atul Gawande, Better: A Surgeon's Notes on Performance
Pagi itu, setiap departemen di rumah sakit sibuk mengadakan rapat tanggap bencana, menanggapi terjadinya gempa bumi Aceh berpotensi Tsunami yang baru saja terjadi kemarin. Setiap perwakilan diminta untuk menghadiri rapat bencana yang diadakan pagi hari sebelum kegiatan lainnya dimulai, termasuk Ayu.
Kenapa Ayu ikut terlibat dalam turun bencana? Ya, Ayu merupakan salah satu pengurus, lebih tepatnya Sekretaris dari bidang Pelayanan dan Pengabdian dari perhimpunan residen IPD tahun itu, sudah pasti Ayu harus menghadiri rapat untuk menjadi notulensi untuk departemen IPD. Ayu senang akan tugasnya ini, mengabdi dan memberikan pelayanan, yang memang menjadi salah satu divisi paling sibuk di perhimpunan. Tapi, itulah Ayu. Kalau gak sibuk, mana bisa sih?
Ayu dan Juno berjalan cepat menuju aula departemen Bedah yang letaknya agak jauh dari departemen IPD. Lurus, belok kiri, masuk ke gedung lain, keluar gedung dulu, nyebrang parkiran, masuk gedung yang lain, dan disitulah Aula Departemen Bedah. Tepat pukul 08.00, Ayu dan Juno memasuki ruangan tersebut.
Ruangannya ramai, hampir seluruh kursi terisi penuh. Rapat ini dihadiri oleh pihak Dekanat, para dokter dan residen bedah, IPD, anestesi, orthopaedi, dan anak. Seluruh residen yang hadir mengenakan jas putih.
Ayu melewati beberapa barisan departemen sebelum menemukan kursinya. Ia menemukan beberapa figur yang ia kenal. Di barisan departemen anak ada Luthfi yang duduk bersebelahan dengan James, berbagi 1 earphone. Mereka terlihat sedang menonton sebuah video. Wajah keduanya terlihat mengantuk, mungkin habis jaga bareng lagi semalam.
Di barisan departemen bedah ada Jaka dan Jin yang duduk bersebelahan, berbagi tempe mendoan. Jin tampak sedang mengajari Jaka sesuatu. Kemudian, ada Gio yang duduk di baris paling depan. Ia sedang berbicara dengan dr. Patra Daniel, konsulen bedah digestif.
Ayu mengernyit saat melihat sisa 2 kursi kosong barisan Departemen IPD berada di samping kursi Gio. Sejak kejadian tertukarnya baju Ayu dan Gio, seluruh penghuni rumah sakit menjadi sering menggoda Ayu dan Gio. Bahkan, pasien pun ikut ambil peran.
"Dokter Ayu.. suami gantengnya mana Dok?"
Itu pasien yang waktu itu di IGD menjadi saksi atas tragedi Ayu memakai baju jaga Gio. Sialnya, ternyata pasien itu gemar bergosip sehingga kini para perawat di ruang rawat inap dan pasien-pasien lainnya juga semakin menjadi-jad ikut meledek Ayu.
Ayu hanya bisa menjawab dengan "aduh bukan Pak", "enggak kak", "ya ampun bukan Bu", berharap mereka berhenti meledek Ayu.
Sejak kejadian itu, Ayu juga semakin mencoba untuk menghindari Gio. Namun, sepertinya, mulai pagi ini, dan hingga seterusnya, usaha Ayu untuk menghindari Gio, akan gagal.
—
"Oke rapat bencana pagi ini selesai ya. Tolong para chief siang nanti memberikan daftar pembagian tim, yang terdiri dari nama, tingkatan, nomor telepon. Ingat, satu tim harus terdiri dari minimal satu dokter dari seluruh departemen yang hadir disini."
Kalimat penutup Pak Dekan menjadi akhir pada rapat bencana pagi itu. Ayu kembali ke ruang Departemen IPD berjalan beriringan dengan Juno.
"Ayu udah pernah turun bencana?"
"Dulu waktu masih koas pernah Bang satu kali.. tapi cuma 2 hari itu pas udah fase kroniknya Bang, gak lagi akut-akutnya."
"Lo mau turun gak yang ini? Gue pengen turunin residen tingkat 1 juga biar nanti ada pengalaman dan bisa ngajarin bawah lo."
"Wah beneran? Mau banget Bang.."
"Iya lagian lo kan emang di Divisi ini. Yaudah nanti gue masukin namanya ya.."
"Makasih banyak Bang Juno. Saya ke bangsal dulu ya Bang mau follow up pasien"
"Sip makasih Ayu."
Hati Ayu bahagia bukan kepalang. Ayu pastikan mood dia hari ini akan sangat baik.
—
"BangguemauturunbencanadongBangGiobaikgantengdermawanplease-" mohon Jaka dengan satu tarikan napas, menutupnya dengan senyuman terbaiknya.
Jaka berdiri di samping kanan Gio yang sedang menulis catatan di atas meja resepsionis departemen, depan pintu masuk Departemen Ilmu Bedah. Jaka penasaran melihat nama-nama yang ditulis Gio, ingin dirinya juga masuk ke dalam daftar itu.
"Ah jalur belakang nih ck." sahut Jin yang berdiri di samping kiri Gio, sambil tertawa dan memukul pelan kepala Jaka.
"Gue bakal turunin residen tingkat 1 sih, buat pada belajar, regenerasi entar. Jin bisa turun gak?" Gio menatap Jin.
"Bisa Bang. Emang lo gak turun Bang?"
"Gue udah janji sama nyokap bokap nih buat pulang ke rumah. Mau tanya chief yang lain dulu ada yang bisa enggak."
"Bang, tapi ini bencana skala nasional Bang. Dan dari semua chief, cuma lo yang udah berpengalaman turun bencana. Lo pengalaman udah unggul banget, ikut MSF kan lu bang dulu.. apalagi sekarang kita turun fase akut Bang. Kalau masalah fase kronik mah gak masalah siapa aja yang turun. Tapi kalau akut, bedah butuh lo, otak lo, pengalaman lo, skill lo. Gue yakin itu Ketua Departemen juga pasti maunya lo Bang yang turun. Kalo engga, gak mungkin tadi lo yang dipanggil rapat Bang." jelas Jin, memohon agar chiefnya yang satu itu mengubah pikirannya.
"Ya tapi justru itu, chief lain harus dikasih pengalaman juga." ucap Gio sambil memainkan pulpen di tangan kanannya, berpikir siapa lagi nama yang bisa ia tambahkan.
"Pengalaman iya, tapi mending kan dari yang skala lebih kecil dulu. Ini bencana terlalu besar buat dipegang sama chief yang gak ada pengalaman sebelumnya" Jin mulai serius.
Gio berpikir sejenak. Ada benarnya. Bencana kali ini memang gak main-main skalanya. Bahkan kabarnya, bantuan dari luar negeri pun berdatangan. Dan fase bencana masih akut, alias masih ada kemungkinan terjadi gempa susulan saat para tenaga medis di lokasi. Tidak mudah menjadi koordinator tanggap bencana dengan tingkat kesulitan seperti itu. Pikiran Gio beradu. Apakah ia
Harus memprioritaskan turun bencana? Ataukah orang tuanya, dimana Gio sudah berjanji akan mengunjunginya besok untuk membicarakan masa depan dan tanggung jawabnya sebagai anak?
"Gue pikirin dulu. Dah, jaga dulu yuk."
"Bang, turunin gue dong, Bang. Please! Gue janji gak sering-sering minta makanan!" Jaka masih merengek.
—
KAMU SEDANG MEMBACA
Hospitalship
Romance"Love is as unpredictable as cases coming to emergency unit" An alternate universe; telling you a story: when an accident becomes an incident, when it's not only diseases being cured, but also your feeling of love being secured."