45. Rencana Melepas

389 39 2
                                    

Ayu melangkah dengan rasa takut ke arah Gio yang sudah menunggunya sedari tadi di kafe biasa samping rumah sakit. Karena Gio sebentar lagi akan berangkat untuk pengabdian di NTT selepas kelulusannya, ia sudah meninggalkan apartemennya dan pindah ke rumah di daerah Jakarta Selatan. Sekalian meluangkan waktu dengan kedua orang tua dan kakaknya sebelum kembali pergi meninggalkan mereka selama setidaknya dua tahun kedepan.

Seminggu lagi adalah hari kepergian Gio ke NTT, tepatnya tanggal 7 Maret, tiga hari sebelum praktiknya di rumah sakit baru dimulai. Lebih parahnya lagi, Gio akan berulang tahun pada tanggal 9 Maret. Namun, memang semesta tidak mengizinkan mereka untuk merayakan bersama, Gio harus berangkat lebih awal karena harus menyiapkan segala keperluan di rumah sakit barunya.

Belum lagi, banyak sekali surat dan berkas yang perlu diurus, yang membuat Gio semakin sulit bertemu dengan Ayu. Ayu juga kesal karena kepergian dan ulang tahun Gio bertepatan dengan bulan ujiannya. Bulan ujian merupakan bulan paling mengerikan. Entah mengapa, bukannya berbaik hati meringankan tugas sebelum periode ujian, sebaliknya, tugas justru paling membludak di periode ujian. Mau bagaimana lagi? Untung saja Gio juga cukup memahami beban kerja Ayu karena pernah berada di posisi serupa.

Hal yang membuat Ayu tambah stress dan ketakutan adalah pengumuman hari ujian Ayu yang baru keluar siang tadi, bahwa tanggalnya bertepatan dengan tanggal dimana ia dan Gio sudah berjanji untuk meluangkan waktu seharian sebelum kepergian Gio ke NTT untuk merayakan hari terakhirnya dan perayaan ulang tahun Gio yang lebih awal, yaitu sehari sebelum keberangkatan Gio.

Bagaimana cara mengungkapkannya? Bagaimana kalau Gio marah? Bagaimana kalau Ayu jadi tidak dapat melihat Gio terakhir kalinya sebelum keberangkatannya? Semua pikiran itu berpacu di benak Ayu. Namun, tidak mungkin ia tidak menyampaikannya pada Gio, kan? Setelah mengumpulkan keberanian selama lima menit hanya berdiri mematung di pintu masuk kafe, Ayu melangkahkan kaki masuk ke dalam untuk menghampiri Gio yang sedang membaca buku ditemani segelas iced americano.

"Gi, maaf aku telat."

Gio memalingkan wajahnya dari buku ke arah Ayu dan mengulas senyum lebar. Senyum selebar ini membuat Ayu semakin tidak enak untuk menyampaikan kabar buruk.

"Gak apa-apa. Yuk langsung pergi aja."

Ayu menggigit bibir, gelisah. Kapan ia harus menyampaikannya pada Gio? Sekarang? Atau nanti saat pulang? Ah, semua ini terlalu memusingkan.

"Yu, ada masalah?" Memang dasarnya Gio peka, melihat wajah Ayu yang tidak baik-baik saja membuatnya langsung kembali duduk dan menarik tangan Ayu untuk ikut duduk di sampingnya. Ayu tidak langsung menjawab. Ia semakin menggigit bibirnya lebih dalam.

"Tuh kan, pasti ada masalah. Kenapa?"

"Gi.. sebelumnya aku minta maaf. Maaf banget.." Ayu menarik napas dan menghembuskannya perlahan dan dalam. Pandangannya ia arahkan ke bawah, tidak berani menatap kedua mata Gio. "-tanggal 7 nanti, ternyata aku ujian tanggal segitu. Jadwalnya baru keluar tadi siang. Maaf banget, Gi. Maaf banget. Aku bener-bener minta maaf. Maaf banget ma-"

Gio memegang pundak Ayu dan mengusapnya perlahan, yang langsung menghentikan ucapan Ayu. "Hey, udah gak apa. Aku ngerti kok."

Ayu masih belum berani memandang wajah Gio. Mendengar jawaban Gio yang sangat di luar ekspektasinya, tidak ada suara meninggi, nada kesal, raut wajah kecewa, rasanya Ayu ingin menangis. Mengapa ia malah menggagalkan rencana yang sudah Gio persiapkan dengan matang?

"Jangan nangis disini, Yu. Entar dikira aku jahatin kamu. Udah, kalau mau nangis, kita ke apartemen aja yuk?"

Ayu sempat menolak dan tetap kekeuh untuk ke kafe yang telah direncanakan sebelumnya. Namun, Gio malah beralasan bahwa setelah dipikir-pikir, di apartemen saja lebih nyaman. Akhirnya, mereka berdua pun memutuskan untuk menghabiskan malam di apartemen Ayu.

HospitalshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang