"Hope, the patent medicine for disease, disaster, and sin."
― Wallace Rice
Pohon tumbang, atap rumah berjatuhan, lampu jalanan padam, seluruhnya mengiringi banyaknya jiwa yang berguguran. Kota itu seolah tidak pernah ada, seluruh bangunan yang sebelumnya berdiri kokoh sudah rata menjadi tumpukan puing, bergabung dengan tanah yang menjadi pijakannya.
Ayu dapat merasakan duka yang menyelimuti warga di lokasi bencana pagi itu. Sunyi. Hanya sesekali terdengar suara ambulans dan pengumuman dari speaker tenda.
Seluruh relawan berkumpul di dalam tenda darurat untuk melakukan briefing pertama bersama dengan penanggung jawab bencana di lokasi setempat, yaitu salah satu anggota BPBD* yang bertugas menjadi komando di lapangan.
*BPBD = Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Komando lapangan dari pihak relawan sendiri itu dipegang oleh dr. Sidik, konsulen dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam, yang saat ini berdiri berdampingan dengan komando lapangan dari BPBD, sesekali saling berbicara satu sama lain untuk menyepakati beberapa keputusan sebelum disampaikan kepada relawan. Keduanya memegang kertas berisi catatan penting materi yang akan diumumkan.
Ayu menempati barisan kedua dari depan, berdiri di samping Juno, sembari mencatat hal-hal yang disampaikan dalam briefing dalam notes kecil yang dipegangnya.
Sesekali ia memandang sekeliling, tenda tempatnya berdiri terhitung luas. Di dalamnya terdapat beberapa meja dan kursi yang kini dipindahkan di pinggir untuk menyediakan tempat bagi barisan relawan. Plastik dan kardus berisi peralatan medis dan kotak makanan disusun di atas meja. Beberapa orang relawan setempat masih hilir-mudik masuk tenda membawa barang-barang baru yang diletakkan di lantai.
Gio yang berdiri di barisan paling depan bertanya kepada komando lapangan. Ia memakai topi berwarna hitam, kaos berwarna hitam, celana panjang berwarna hitam, serta sepatu olahraga berwarna hitam pula. Hitam, hitam, hitam, hitam. Tubuhnya yang lebih kecil dibandingkan Jin dan Jaka di sebelah kanan dan kirinya tampak lebih kecil akibat ukuran kausnya yang kebesaran.
Setelah Gio puas mendapatkan jawabannya, ia kembali diam pada posisinya. Kini giliran seorang residen orthopaedi yang menjadi perhatian seluruh relawan karena bergantian bertanya.
Tanpa sadar Ayu terlambat mengalihkan perhatiannya.
Seolah menyadari ada yang melihatnya, Gio menengok ke belakang, membalas tatapan Ayu. Ayu segera mengarahkan wajah dan kedua bola matanya kembali fokus pada dua komando yang berdiri di depan.
Sinar matahari dari luar tenda mendadak menyengat sisi kanan tubuh dan wajah Ayu.
Ia berusaha menutupi wajahnya dengan kedua tangannya yang mungil, tetapi sia-sia. Ia bergeser mendekat ke arah Juno, bermaksud untuk mencari perlindungan dari tubuh Juno yang menjulang tinggi.
Gerakan kecil Ayu ternyata disadari oleh Juno, yang langsung memegang kedua lengan
Ayu dari arah belakang, mengarahkan Ayu untuk bergeser masuk ke dalam tenda, menggantikan posisi Juno sebelumnya.
Ayu menundukkan kepala mengucapkan terima kasih pada Juno yang dibalas dengan senyuman manis Juno. Wajah Ayu memerah. Entah sejak kapan, mungkin sejak pertemuan pertama, ia memang mengidolakan Juno, chiefnya yang sangat pintar dan rupawan itu. Ada sesuatu tentang Juno yang membuatnya selalu merasa aman berada di dekatnya. Dari caranya berbicara, kehati-hatiannya dalam mengambil keputusan, keyakinannya bahwa orang dapat bertumbuh. Dan Ayu yakin, bukan hanya dia yang berpikir hal yang sama.
Karena salah tingkah, Ayu mencoba melempar kembali pandangannya ke sekitar untuk menghindari tatapan Juno.
Mata Ayu kembali bertemu dengan seseorang yang, mengarahkan pandangannya pada Ayu. Ayu yang kebingungan harus berbuat apa, hanya mengulas senyum simpul di bibirnya untuk membalas tatapan orang itu, yang langsung dibalas dengan senyuman juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hospitalship
Romance"Love is as unpredictable as cases coming to emergency unit" An alternate universe; telling you a story: when an accident becomes an incident, when it's not only diseases being cured, but also your feeling of love being secured."