Ting tong.
"Sebentaar!" Ayu menaikkan volume suaranya setelah bel terdengar untuk ketiga kalinya.
Ayu yang niat awalnya ingin menggunakan serum rambut di kulit kepalanya yang sudah lama tidak ia manjakan, memilih untuk membatalkannya. Seseorang yang sungguh tidak sabaran tengah menunggunya di depan pintu.
Ayu baru saja selesai mandi, kini ia menggunakan pakaian santai: kaos merah muda kebesaran dan celana pendek di atas lutut bermotif garis-garis. Ia mengambil handuk kecil yang menggantung di pintu kamar mandi untuk membantunya mengeringkan rambut.
Ting tong.
"IYA SEBENTAAAR!" Teriaknya kembali sebelum meraih gagang pintu untuk membukanya.
"Hai." Ucap laki-laki yang berdiri di depan pintu. Tepat dugaan Ayu. Gio mengenakan kemeja abu tua lengan panjang dan celana bahan hitam di depan pintu. Rambutnya agak kusut, sebagian poninya jatuh. Wangi parfum citrus yang ia pakai masih tersisa, namun telah bercampur dengan bau keringat dan... rumah sakit. Ia melepaskan sepatu pantofel hitamnya di rak sepatu dan berjalan memasuki kamar Ayu.
"Kamu kenapa gak bilang mau ke sini?" Protes Ayu, kedua tangannya diletakkan di atas pinggang.
"Mendadak ada perlu." Ujarnya sambil berjalan masuk dan duduk di sofa. Suara tenang, tidak terdengar seperti sedang bercanda. Sepertinya memang benar-benar ada hal penting yang sedang terjadi. Ada apa?
Ayu menutup pintu kamarnya dan menguncinya, lalu menghampiri sofa untuk ikut duduk.
"Penting? Kenapa? Ada yang mau diomongin, Gi?" Tanya Ayu cemas.
"Penting. Aku..." Ujar Gio perlahan. Ia mengerutkan alisnya, menatap Ayu yang wajahnya sama seriusnya. "Butuh dicharge."
"Maksudnya?"
"Hhhh" Gio bernapas berat. "GILA! Capek banget aku, Yu. Hari ini pasien kontrol di Poli rame banget. Bang Amir-itu senior aku di RS-mendadak gak masuk. Jadi itu semua pasien poli dia dialihin ke aku!" ucap Gio tiba-tiba mengomel cepat, pandangannya tidak dilepaskan dari Ayu. "Yang bikin tambah capek lagi, masa AC di poli rusak? Freonnya abis kali ya? Puanassss banget astaga! Mau mati aja rasanya. Udah kayak pasar. Badanku lengket banget. Gerah banget. Untung malam ini aku gak ada jaga on call. Coba kalau ada? Waaah kacau. Aku kemarin baru tidur 1,5 jam karena ada OK cito. Jam 4 sampai setengah 6 pagi." Gio berhenti mendadak, memutuskan pandangannya dari Ayu, kemudian mengibas-ngibaskan bagian atas kemejanya sambil menatap lurus ke depan.
Mendengar Gio yang tiba-tiba saja menggerutu di depan Ayu, Ayu hanya dapat terkikik geli. Pemandangan yang sangat jarang. Biasanya kalau sangat lelah pun, ia memilih untuk langsung tertidur.
Tapi, kali ini berbeda. Entah kenapa, Ayu merasa memang akhir-akhir ini Gio lebih hangat padanya. Lebih sering meluangkan waktunya untuk bertemu Ayu dadakan.
Gio sudah menjalani pekerjaan barunya sebagai dokter bedah umum di tiga rumah sakit ternama di Jakarta selama 7 bulan. Satu rumah sakit pendidikan dan dua rumah sakit swasta. Hal itu membuatnya semakin sibuk.
Awalnya, Gio hanya berencana untuk bekerja pada dua rumah sakit. Tetapi, satu rumah sakit lainnya membuka penawaran kerja dengan gaji yang cukup besar.
Setelah sedikit berseteru dengan Ayu, Ayu pun mengiyakan keputusan Gio untuk bekerja di tiga rumah sakit. Alasan utama Gio: "biar aku cepet dapet duit buat beli rumah sama biaya nikahan kita."
Memang setelah acara pelamaran Ayu di Wina 9 bulan silam, Gio terlihat benar-benar fokus untuk menyiapkan semuanya. Satu persatu ia selesaikan.
Ayu sendiri belum lama ini mulai bekerja di salah satu rumah sakit umum daerah di Jakarta sebagai spesialis penyakit dalam. Kesibukannya tidak sepadat Gio. Hal ini karena Ayu masih belum 100% memutuskan apakah ia akan menetap di Jakarta atau menyempatkan diri bekerja di Bandung agar dekat dengan keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hospitalship
Romance"Love is as unpredictable as cases coming to emergency unit" An alternate universe; telling you a story: when an accident becomes an incident, when it's not only diseases being cured, but also your feeling of love being secured."