86. "Canaih", Dolnare Selatan - Hari Ke-19 Insiden Area Putih (Bagian 5)

98 28 0
                                    

Kenyataannya, baik Lofelin maupun warga tidak diizinkan mengikuti proses interogasi. Sang serdadu berpendapat proses tersebut bukan untuk dilakukan atau disaksikan warga sipil, terlebih oleh warga di bawah umur.

"Kau tidak bisa tinggal," bantah sang serdadu saat Lofelin terus memaksanya. "Tugasmu adalah mendampingi warga. Tolong jangan beri aku lebih banyak alasan untuk melaporkanmu pada Dewan Akla. Kau sudah melakukan satu pelanggaran, ingat?"

Kepala sang serdadu mengedik pada si penyandera yang masih memandang benci Lofelin. Sementara itu, si penyandera tak bisa bicara gara-gara mulutnya diikat bandana. Hal itu dilakukan sang serdadu lakukan lantaran sebelumnya si penyandera terus memprovokasi Lofelin. Sadar tinggal tunggu waktu sampai Lofelin benar-benar membunuh wanita itu, sang serdadu memutuskan menutup mulutnya dan menyuruh Lofelin memindahkan warga ke ruangan lain.

"Ruangan ini adalah ruangan paling aman di gedung ini. Saya mendapat perintah dari staf Madie Gestani untuk berpindah kemari," balas Lofelin keras.

"Tim Gestani sudah memberitahumu perkembangan terakhir, bukan? Kalau Angkatan Militer berhasil menarik pertempuran menjauh dari Kelas Penyesuaian dan beberapa serdadu akan kemari untuk menjemput musuh?"

Jawabannya adalah "ya" dan Lofelin tahu itu. Tak bisa membantah, Lofelin dan semua warga terpaksa pindah dari ruangan tempat si penyandera ditahan. Mereka tiba di kelas yang meja dan bangkunya disusun berundak menyerupai auditorium. Rosie pernah bercerita ia dan Reed menjalani orientasi mereka di kelas auditorium. Kelas inikah yang ia maksudkan?

Aku bersyukur Rosie dan Reed tidak ada di sini, batin Lofelin, melihat betapa menyedihkannya keadaan kelas itu sekarang. Debu melapisi hampir seluruh permukaan furnitur, sarang laba-laba melintang di sudut-sudut ruangan, dan beberapa kaca jendelanya yang besar pecah. Sulit membayangkan kelas ini pernah riuh oleh interaksi guru dan murid.

Tak lama, Katarin Konswalk mengontak Lofelin. Ia memberi tahu musuh di Blok 56 berhasil dipukul mundur dan lima personel Angkatan Militer akan datang menjemput rekannya dan si penyandera. Derap langkah terdengar di koridor. Lofelin meminta warga berjaga-jaga sementara ia berlari keluar auditorium. Lima rekan sang serdadu memasuki gedung. Begitu melihat Lofelin, mereka melakukan protokol keamanan yang menyatakan bahwa mereka bukan penyaru.

"Situasi sudah aman, tetapi kami minta kalian tetap di sini sampai ada pemberitahuan lebih lanjut," ucap salah seorang serdadu sementara keempat rekannya bergegas menjemput si penyandera. Serdadu itu wanita muda berusia pertengahan dua puluhan, mungkin hanya beberapa tahun lebih tua dari Lofelin. "Kami juga membawakan ransum makanan kiriman Satgas."

Serdadu tersebut menunjuk kereta dorong yang baru Lofelin perhatikan. Ransum tersebut dibagikan, tetapi warga menolak makan sampai mereka menyaksikan si penyandera diseret melewati mereka terlebih dahulu. Bukan untuk menyoraki, melainkan untuk memastikan penjahat itu sudah benar-benar diamankan. Terbukti dari heningnya suasana saat lima serdadu membawa wanita itu berjalan melewati pintu auditorium.

"Dengan apa kalian akan membawa dia?" tanya Lofelin. Rahangnya kaku lantaran menahan emosi melihat wajah si penyandera. "Bagaimana dengan hasil interogasinya?"

"Kami kemari dengan truk. Soal interogasinya, rekan kami belum selesai dengan itu. Interogasi akan dilanjutkan oleh tim Kolonel Ameron Kazer." Sang serdadu wanita beralih pada warga. "Kalian bisa menyantap makanan kalian sekarang. Oh, ya, perkenalkan, aku Letnan Rona Fremlin. Aku bertugas menjaga warga sipil di blok 56."

Lofelin membelalak. "Anda kakak Yuma?"

Letnan Rona Fremlin mengangguk sambil tersenyum. Senyumnya sangat mirip Yuma, salah satu axa Grup H Angkatan 985 Divisi Putri. Yuma memang pernah bercerita ia punya kakak di angkatan militer. Ia juga sempat bercerita keributan yang terjadi di keluarganya gara-gara orang tua Yuma menghendaki kedua putrinya menjadi dokter gigi seperti mereka, sementara si sulung bersikeras masuk akademi militer.

ParasysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang