84. "Canaih", Dolnare Selatan - Hari Ke-19 Insiden Area Putih (Bagian 3)

100 32 12
                                    

Lofelin menggenggam erat-erat earphone-nya. Farha ditawan bersama Madio Elmiro juga?

"Ada apa?" tanya Heii keras. Lofelin menaruh telunjuk di bibir dan memberi isyarat agar Heii mengambilkan pulpen di meja salah satu staf. Masih menatapnya curiga, Heii menuruti isyarat Lofelin dan memberikannya benda yang dimaksud.

"Kau dengar aku, Alfa Tiga alias Lofelin Neveliz?" Ada sentakan di dada Lofelin kala suara di seberang menyebut namanya. "Ayahmu sudah kami tawan. Jawab aku atau dia akan menemui ajalnya dalam lima detik."

"Sabar," tegas Lofelin, kagum pada dirinya sendiri karena mampu bicara sedingin mungkin meski cemas bukan buatan. Ia menerima pulpen dari Heii dan menuliskan sesuatu di telapak tangannya. "Biarkan aku bicara pada Greydo Neveliz."

"Kau tak percaya padaku?" Suara di seberang mendengkus mengejeknya. Sementara itu, Lofelin memperlihatkan telapak tangannya yang ditulisi "CEK LOKASI MADIO ELMIRO" pada Heii dan Fegdeliz. Staf Fegdeliz langsung sibuk dengan earphone-nya lagi. "Ini. Dengarkan suara ayahmu sendiri."

Lofelin melepas earphone dan berbisik "cek keaslian suaranya" pada Fegdeliz. Sang ilmuwan segera meraih sebuah pad dan meletakkan earphone Lofelin di sana. Layar hologram yang luasnya persis ukuran pad tersebut muncul. Ada enam baris garis berbeda warna ditampilkan di layar.

"Farha kenapa?" desis Heii. Lofelin beralih padanya dan menaruh kedua tangannya di dada dan punggung Heii. Cara ini kerap ia lakukan untuk menenangkan saudara kembarnya. Ia bisa merasakan napas Heii melambat.

"Dia dan seluruh regu ditawan ...." Kecepatan napas Heii meningkat lagi. "... bersama Madio Elmiro. Janggal, bukan? Kita semua tahu keluarga para akla yang terlibat dalam misi dijaga ketat."

"Keluarga Rosie dan Reed bahkan diungsikan," sambung Heii, membenarkan perkataan Lofelin. "Lalu sekarang Madio Elmiro ditawan bersama Farha?"

"Itu yang dia bilang."

"Siapa dia?"

"Tak menyebut nama. Tebakanku Atteuvis, tetapi aku tak terlalu yakin."

Para akla berbisik khawatir.

"Atteuvis langsung menghubungimu?" Kavzen berdecak gundah. "Kalian berdua, tolong hati-hati. Heii, tolong jangan gegabah."

Heii tak merespons. Pandangannya terkonsentrasi pada Fegdeliz yang meneliti grafik di layar hologram. Satu lengannya memegang benda bulat seukuran tutup botol yang ditempelkan pada telinga. Lofelin menebak suara di pusat komando bisa terdengar dari benda itu.

"Bertahanlah, Mazo Neveliz," ujar Fegdeliz. Suaranya kedengaran gelisah walau wajahnya yang terus terfokus pada grafik tampak datar. "Kita tidak punya pilihan lain. Akan kuberi tahu koordinat Rosie dan Reed—tidak perlu? Nyawa Anda dan pasukan Anda terancam! Tidak, saya akan memberi tahu mereka."

Tanpa sadar Lofelin meremas bahu Heii. Apa yang akan dilakukan Fegdeliz? Benarkah suara itu suara ayahnya?

Berikutnya yang bicara pasti si suara dingin karena intonasi Fegdeliz berubah. Sementara Fegdeliz bicara dengan nada patuh, staf yang diminta memeriksa keberadaan Elmiro menepuk pelan lengan atasannya. Fegdeliz menoleh dan membaca pesan tertulis yang disodorkan si staf:

Tempat pengungsian keluarga Reed dan Rosie diserang setengah jam yang lalu. Seluruh keluarga yang diungsikan melarikan diri.

Lofelin bisa mendengar napas kembarannya menderu. Niat Lofelin untuk tetap menjaga agar Heii tetap tenang menguap. Ia sendiri ingin segera beraksi. Sempat terdiam sebentar, akhirnya Fegdeliz memberi titik koordinat lokasi Rosie dan Reed pada suara di seberang sana.

ParasysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang