97. Markas MN-5 - Hari Ke-1 Pasca Insiden Area Putih

137 24 26
                                    

Kamar asrama Satgas jelas bukan hotel bintang lima. Ukurannya hanya lima belas meter per segi dan tempat tidurnya yang bertingkat memiliki kasur yang agak keras. Namun, Rosie yang kelelahan melihat kamar itu sebagai tempat ternyaman di dunia. Setelah mengganti pakaian dengan setelan kaus dan celana panjang yang dipinjamkan Prani Vicella, Rosie berdoa sejenak lalu tidur pulas tanpa mimpi. Syukurlah, Prani Vicella tak banyak tanya tentang tangis Rosie yang tiba-tiba. Sepertinya beliau paham yang Rosie perlukan hanyalah waktu untuk merenungi diri.

Rosie terbangun saat jam di dinding kamar menunjukkan pukul empat lebih tiga belas menit. Sebelum pergi tidur, jam menunjukkan pukul delapan lebih lima menit dan pada saat itu Prani Vicella mengatakan hari sudah malam. Sudah pagi dan hari sudah berganti, batin Rosie. Ia turun dari tempat tidur untuk pergi ke kamar mandi dan terperanjat mendengar dengkuran dari ranjang di tingkat atas.

Siapa itu? pikirnya waspada. Prani Vicella berkata ia menempati kamar bersama anggota intel lain, jadi orang ini pasti bukan beliau. Segera Rosie menyambar salah satu botnya. Perlahan dan hati-hati, Rosie memanjat tangga yang menghubungkan ranjang bawah dengan ranjang atas. Jika sosok asing ini menyerangnya, Rosie siap menghantam sosok itu dengan sepatunya.

Rosie terkesiap kala sosok itu berbalik. Tanpa sadar, ia menjatuhkan botnya ke lantai. Diame Ruphire-Zoule tertidur lelap dengan mulut menganga, tak menyadari tatapan kaget putri tunggalnya.

"Ma?" panggil Rosie tercekat. "Ini benar Ma-ku, kan?"

Rosie menggoyang-goyangkan selimut yang menutupi tubuh Diame. Sang ibu mengerang dan perlahan membuka mata. Begitu matanya terbuka lebar, Diame menjerit dan menarik Rosie ke dalam pelukannya.

"Ma!" seru Rosie, tangannya kalang-kabut mencari pegangan di tangga. "Aduh! Sebentar, dong! Aku bisa jatuh, nih!"

"Rosie, Sayang!" Dengan sekuat tenaga, Diame menarik tubuh Rosie ke ranjang atas, tak peduli meski tubuh Rosie yang berbobot 49 kilogram menimpanya. "Oh, Sayang! Syukur pada Tuhan, kau selamat! Ma nyaris mati mengkhawatirkanmu. Ma tak sanggup memikirkan jika kau tak selamat ...."

Diame terus memeluk Rosie dan menangis di bahunya. Rosie yang berkaca-kaca balas mengusap-usap punggung sang ibu.

"Aku baik-baik saja, Ma. Semua orang membantu kami. Omong-omong, bagaimana Ma bisa ada di sini?"

"Ma dan Leyzo Derezo menuntut dibawa padamu dan Reed begitu kalian dinyatakan kembali. Syukurlah agen-agen itu segera memenuhi permintaan kami. Kalau tidak, Ma bersumpah akan merusak barang-barang tempat Ma diamankan sampai Ma bisa bertemu denganmu."

"Ma diamankan?" Rosie terkaget-kaget. "Kenapa bisa sampai begitu?"

Diame menceritakan aksi nekatnya bersama Derezo Eyrez yang menyelinap ke markas MN-5 dan menyisir seluruh ruangan demi mencari Rosie dan Reed. Rosie terpana meski tidak terlalu kaget. Diam-diam ia selalu percaya ibunya sosok yang nekat.

"Kami ketahuan dan diamankan secara terpisah. Ma merasa agak bersalah pada Leyzo Derezo. Sejak awal ia selalu patuh pada Satgas dan baru beraksi setelah Ma mengomporinya."

Raut muka Diame berubah dan air matanya merebak lagi. "Soal Elmiro-xa ... Sayang, yang kuat, ya?"

Mereka berpelukan sambil menangis lagi.

"Elmiro-xa sudah sangat berjasa membantu Ma dalam mendidik dan membesarkanmu. Ia bahkan melakukannya lebih baik daripada Ma."

"Jangan bilang begitu," tegur Rosie. "Madoii memang paman terhebat di dunia, tetapi Ma tetaplah ibu terhebat di dunia. Ma-lah yang berjuang membesarkanku seorang diri sejak aku lahir."

Diame mengusap-usap kepala Rosie. "Yang menyakitkan dari kepergian Elmiro-xa bukan hanya karena ia tak akan hadir di antara kita lagi. Ma sangat bingung dan sedih harus menyampaikan berita duka ini padamu dan K ...."

ParasysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang