93. Pulau PVC - Hari Ke-124 di Parasys (Bagian 4)

23 7 0
                                    

Para Eistaat berembuk. Mereka akhirnya menyepakati usul Razeloz: Apa pun yang akan terjadi, lebih baik melakukan sesuatu daripada tidak sama sekali. Jadi mereka mengutus Rosie dan Reed untuk memutar jamnya—Rosie yang akan membalik jam pasir, sementara Reed memutar jarum jam saku ke arah berlawanan.

Kedua akla menerima jam-jam itu tanpa suara. Mereka saling melirik lagi sampai Reed berkata, "Mari kita lakukan ini berhadapan. Jangan takut, Tuhan bersama kita."

"Kau bilang begitu juga saat kita sudah berada dalam kapsul," kenang Rosie. Ia dan Reed mengubah posisi sehingga mereka berdiri saling menghadap. "Mudah-mudahan kita sudah berada di kapsul lagi setelah memutar jam ini."

Reed mengangguk lalu memanjatkan doa. Rosie mengikutinya. Begitu mata mereka membuka lagi, keduanya memutar jam dengan cara yang berbeda.

Detik pertama yang muncul setelah Rosie membalik jam pasir adalah bunyi derak. Pasir terus meluncur ke kaca bagian bawah. Reed terus memutar jarum jam secara berlawanan. Para Eistaat terkesima.

"Pulau-pulaunya saling mendekat!"

Kedua akla mengalihkan pandang keluar pulau. Mulut mereka ternganga melihat seluruh pulau di langit Parasys tertarik ke pulau tempat mereka berada. Bunyi derak yang mereka dengar adalah bunyi sebagian pulau yang menyatu dengan sebagian lainnya.

"Sejatinya Parasys adalah satu!" pekik Dumoia. "Persis teka-tekimu, Karan!"

"Apa jam ini menyetel ulang Parasys?" Gruvanu bertanya pada Hang Wa yang hanya menjawab, "Kurang lebih."

"Sampai kapan saya harus memutar jamnya?" tanya Reed.

"Sampai. Tak lagi. Bisa diputar. Sebelum itu. Jangan berhenti."

"Eh ... Hang Wa?" Rosie kembali menatap jam pasirnya kira-kira tiga menit setelah ia menyaksikan proses penyatuan antarpulau. "Pasir di jam ini sudah hampir sepenuhnya berpindah ke bawah. Apakah aku perlu memutarnya lagi ketika pasirnya sudah berhenti bergerak?"

"Tidak perlu. Biarkan saja. Untuk Reed. Terus putar."

Pasir masih berpindah. Reed terus memutar jarum. Pulau-pulau terus menyatukan diri dengan sesamanya, membentuk daratan super luas yang menyisakan lingkaran kosong di tengahnya.

"Inikah petunjuk Tentakel Empat itu, Nak?" seru Tihwa yang sejak tadi menonton proses terciptanya lingkaran tersebut. "Lubang besar yang disebut-sebut makhluk mirip gurita itu?"

"Saya yakin begitu, Lumjhen," jawab Reed sementara jarinya terus memutar jarum jam. "Tinggal petunjuk 'paling atas' yang belum kita pecahkan."

"Semua pulau menyatukan diri pada ketinggian yang sama," ucap Yolgia dengan kening berkerut. "Paling atas mana yang kira-kira makhluk itu maksudkan? Tadinya aku mengira petunjuk itu mengarah pada pulau tertentu."

Pasir di jam saku sudah seluruhnya berpindah ke bawah. Tepat pada saat itu, bunyi derak paling keras terdengar. Seluruh pulau yang sudah menyatu berhenti bergerak. Tak ada lagi daratan yang terpisah. Benua baru dengan lubang besar di tengah-tengahnya telah berdiri.

"Jangan berhenti," tegur Hang Wa. Ia baru saja menyaksikan gerakan jemari Reed yang melambat.

"Eh? Kenapa? Pulaunya sudah bersatu," balas Reed heran.

"Itu. Efek dari. Jam pasir. Bukan. Jam saku."

"Kalau begitu apa fungsi dari jam saku itu?" tanya Neri. Hang tak menjawab dan malah memejamkan mata. Tubuhnya yang mirip belalang memancarkan cahaya. Beberapa Eistaat tertegun.

"Hang Wa! Apa yang terjadi?"

Cahaya dari tubuh Hang Wa semakin terang. Lama-lama cahaya tersebut membutakan semua mata dari rupa asli sang monster. Tidak hanya itu, cahaya Hang Wa juga membesar tiga kali lipat.

"Apa itu?"

Tavamind memekik dan menunjuk ke tengah-tengah lubang. Kontras dengan cahaya Hang Wa, lubang itu dipenuhi asap berwarna hitam yang meluncur dari berbagai penjuru benua. Semakin banyak asap yang meluncur ke tengah lubang, semakin besar gumpalan asap hitam tersebut. Jantung Rosie berdenyut tak nyaman. Entah apa asap ini. Yang pasti ia yakin gumpalan hitam itu tak membawa kabar baik.

"Harfiez, jangan-jangan putaran jam itu penyebab berkumpulnya asap hitam ini!" seru Canaih. "Hentikan putarannya!"

"Jangan!" bantah Hang Wa. Suaranya menggema. Lama-lama suara itu pecah menjadi tiga suara yang salah satunya tak asing lagi bagi Rosie. Ketiga suara berbicara bersamaan.

"Jika berhenti. Transformasi kami. Akan berhenti. Kalian juga. Tidak akan. Bisa keluar. Terus putar."

"Anda yakin?" Reed mulai ragu. "Transformasi apa yang Anda maksud ... Ya Tuhan!"

Pertanyaan Reed segera terjawab. Cahaya Hang Wa membentuk dua sosok yang berdiri di kanan dan di kiri makhluk mirip belalang tersebut. Di kanan Hang Wa cahaya membentuk siluet makhluk bulat bertentakel, sedangkan di kirinya makhluk bersayap dan bercakar seperti elang.

"Tentakel Empat!" seru Reed.

"Tuja Foniks!" pekik Rosie.

"Namaku. Sang Kraken," protes Tentakel Empat. "Tapi. Tentakel Empat. Boleh juga."

Cahaya yang berasal dari Hang Wa pecah hingga membentuk jutaan mirip kunang-kunang. Hang Wa berdiri bersama Sang Kraken dan Tuja Foniks. Tak ada luka pada dua makhluk yang terakhir disebut, seolah mereka tak pernah meledak berkeping-keping di kesempatan sebelumnya.

"Lupakan soal panggilan!" seru Ausilium pada Sang Kraken. "Bagaimana kau bisa kembali? Kami melihatmu jadi ter di danau itu!"

Nadanya kesal, tetapi rasa senang dan lega tampak jelas di wajah Ausilium. Begitu juga dengan Tihwa.

"Kalian. Setel ulang. Parasys," jawab Tentakel Empat. "Ditambah programnya. Sudah diubah."

"Siapa yang mengubahnya?" sambar Brivelon.

"Tidak bisa. Jawab. Intinya. Setel ulang. Buat kami. Kembali."

"Tidak hanya. Kami." Tuja Foniks meneruskan. "Tapi juga. Makhluk lain. Yang baik. Kumpul dengan. Yang baik. Yang jahat. Kumpul dengan. Yang jahat. Asap hitam."

Tuja Foniks melambaikan sebelah sayapnya ke tengah lubang. "Adalah bentuk. Kejahatan. Yang awalnya. Tidak ada. Di Parasys."

"Kejahatan itu diinstalasi Atteuvis. Benar?" geram Cappeia. Ketiga makhluk berinteligensi mengiakan. Lemua terkesiap.

"Kalian tidak takut mati karena telah membocorkan info penting? Sebelumnya Hang Wa sangat berhati-hati bicara karena ia takut mati, bukan?"

"Seperti kata. Sang Kraken. Ada yang. Ubah program," kata Hang Wa. "Lagi pula. Sekarang kami. Siap mati. Kami akan. Bantu Eistaat. Keluar Parasys. Setelah itu. Kami akan. Berakhir. Selamanya."

"Oh, Hang Wa." Senliom dan ketujuh Eistaat yang sempat bermukim di Pulau Pastel maju dan memeluk kaki kayu Hang Wa yang besar. Eistaat-Eistaat lain membungkuk hormat pada ketiga makhluk berinteligensi. Rosie dan Reed ikut membungkuk sebagai ucapan terima kasih.

"Tidak usah. Peluk atau. Bungkuk badan." Hang Wa mengibaskan kaki supaya Tim Senliom menjauh. "Kami. Cuma program. Petrey Gamnov. Penggagasnya. Dia bersikeras. Supaya MN-5. Tak langgar. Kode etik. Kami hanya. Manifestasi. Dari tekadnya."

Hang Wa beringsut menuju Vandalen dan membungkuk padanya. Sang Kraken dan Tuja Foniks mengikuti jejaknya.

"Kau. Eistaat dari. Petrey Gamnov," ucap tiga makhluk tersebut. "Hormat untukmu."

Vandalen menggeleng sambil berurai air mata.

"Tegaklah kembali. Aku hanya bisa berkata aku bangga sekaligus menyesal memiliki warga seperti Petrey. Aku bangga karena dia manusia yang sangat baik; aku menyesal karena tak bisa berbuat apa-apa untuknya saat dia masih hidup. Petrey memang bagian dari diriku, tetapi dia bukan aku. Tolong, rekan-rekan, Tegaklah kembali."

Hang Wa dan dua makhluk lain berhenti membungkuk. Pada saat yang hampir bersamaan, Reed melapor. Ia kedengaran waspada.

"Aku tak bisa lagi memutar jamnya," kata Reed. Ibu jari dan telunjuknya berusaha memutar jarum penunjuk jam yang kini menolak bergerak.

"Bagus," gelegar Hang Wa. "Kalau begitu. Kita bisa. Mulai tempur."

*bersambung*

ParasysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang