19. Kota Stabblesia, Republik Canaih - Hari Ke-5 Insiden Area Putih

312 77 6
                                    

Musik EDM mengentak tatkala Reed mengadu ketangkasannya menari melawan Riondef Felvo, mantan teman sekelas Reed sekaligus axa Grup N/985 Divisi Putra. Reed mengerahkan seluruh konsentrasinya pada avatar di layar. Tubuhnya bergerak lincah mengikuti gerakan si avatar.

"Sudahlah. Akui kalau aku memang lebih jago," kekeh Riondef. Pemuda berdarah Canaih-Ulisia itu menyapu rambut hitam berponinya dengan sombong. Tak lama permainan berakhir. Hasil skor Reed seratus poin lebih sedikit daripada skor Riondef. Reed mengembuskan napas dan menyeka keningnya.

"Oke, oke. Kau dan Tera memang ahlinya."

Riondef terkekeh puas. Ia dan kakak kembarnya, Tera, adalah teman dekat Reed dan Rosie di sekolah. Riondef satu sekolah dengan Reed, sedangkan Tera yang juga axa Grup M/985 Divisi Putri satu sekolah dengan Rosie. Berkat mereka, Rosie dan Reed bisa bertemu di luar kepentingan akla anmina. Hanya sesekali, tapi. Orang tua si kembar Felvo sudah bercerai, karenanya Riondef dan Tera menghuni rumah yang berbeda dan bisa dibilang punya kehidupan berbeda pula.

Reed dan Riondef memutuskan menyudahi sesi bermain dancing game. Mereka meninggalkan game center dan berjalan menuju restoran cepat saji terdekat. Berkat musim liburan, jalanan di pusat kota masih ramai meski matahari telah terbenam dua jam lalu. Kebanyakan pengunjung adalah para pemuda serta keluarga yang sedang menikmati suasana kota.

"Omong-omong, aku ingin tahu kabar Rosie," kata Riondef sementara mereka berjalan melewati sebuah pusat perbelanjaan yang kelihatannya masih ramai. "Tera cerita dia kaget Rosie tiba-tiba minta maaf padanya via telepon. Kemarin-kemarin Rosie masih mengamuk gara-gara kita tak percaya pada fantasinya soal Brivelon. Apa, sih, yang membuatnya jadi waras lagi?"

Reed tak repot-repot menegur Riondef. Tata krama Riondef memang buruk, terutama kepada orang yang ia anggap dekat. Rosie adalah salah satunya. Kebetulan, Rosie pun merasa tak harus menjaga tata krama setiap berhadapan dengan Riondef. Alhasil, adu mulut dan adu lelucon gelap tak pernah absen dari percakapan Rosie versus Riondef.

"Dia bertemu orang yang tepat." Hanya itu jawaban Reed.

"Maksudmu psikolog atau psikiater?"

Reed yang yakin Eistaat pandai dalam berbagai hal menjawab, "Bukan, tetapi orang yang kumaksud paham kedua ilmu tersebut."

"Begitu, ya?" Senyum jahil terbentuk di bibir Riondef. "Kok jadi kau yang tahu segala, sih? Biasanya Tera yang lebih tahu tentang Rosie. Kalian kawin lari, ya?"

"Sembarangan." Reed mengetuk pelipis Riondef dengan buku jarinya. Riondef hanya tertawa.

"Padahal kalau iya bakal seru, tuh. Aku mau lihat K-xa membabat habis kalian berdua."

"Bagaimana kalau aku yang membabatmu sampai habis?"

Reed mengalungkan sebelah lengan ke leher Riondef dan mengacak-acak rambutnya sampai kusut masai. Riondef memekik dengan suara melengking.

"Tolong! Aku dianiaya!"

"Berisik," tukas Reed. Walau begitu, ia melepas lengannya dari Riondef. Reed malas menjadi pusat perhatian di jalanan kota. Di dekatnya, Riondef mengikik sok imut.

"Terima kasih. Aku tahu kau tak bisa mengabaikan permohonanku."

Kedua telunjuk Riondef melengkung dan menyatu membentuk simbol hati. Reed bergidik. Dalam hati, ia heran mengapa bisa bersahabat dengan orang seabsurd Riondef. 

Mereka tiba di restoran cepat saji. Beberapa saat kemudian, keduanya duduk di kursi dekat televisi sambil membawa nampan berisi milkshake dan hamburger. Reed hanya melirik televisi sekilas sebelum membuang pandang dari benda kotak itu. Drama rumah tangga yang populer di kalangan warga paruh baya tengah ditayangkan. Reed tak mengerti bagaimana drama membosankan itu bisa meraih popularitas begitu tinggi sampai bisa menempati slot prime time.

ParasysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang