41. Sofa Raksasa - Hari Ke-116 di Parasys (Bagian 2)

194 52 16
                                    

Waktu bertukar kisah berakhir. Sekarang saatnya memikirkan langkah ke depan. Semua pihak sepakat para Eistaat harus memenuhi kebutuhan manusiawi mereka dulu, yang secara sederhana diterjemahkan sebagai "makan dan buang air". Beberapa juga perlu merawat luka-luka mereka.

"Reed, Eistaat Tihwa, dan Eistaat Ausilium baru keluar dari sana." Rosie menunjuk Pulau Sisik. "Berarti kita bisa mencoret pulau itu sebagai tujuan berikutnya. Mungkin Anda sekalian punya ide kita harus ke mana?"

"Kita harus cari tahu dulu bagaimana caranya menggerakkan sofa ini." Reed menambahkan. "Karena bagaimana pun ini cuma sofa ... oh."

"Kau menemukan bagaimana caranya mengendarai benda ini?" tanya Angrad penuh harap.

"Bukan itu, Lumjhen. Saya teringat pesan terakhir Tentakel Empat sebelum kami lolos dari sarangnya."

Ada getar dalam suara Reed saat menyebut "Tentakel Empat". Rosie tahu tidak mudah bagi Reed melihat penyelamatnya meledak di depan mata. Pikiran ini membuat Rosie semakin membenci Atteuvis. Atteuvis tidak hanya membunuh sosok tak bersalah dengan cara yang kejam. Ia juga telah membekaskan luka di benak pemuda yang ia cintai.

Reed lanjut membahas pesan Tentakel Empat yang rupanya terdiri dari empat potong kalimat: Kumpulkan Eistaat. Lubang besar. Paling atas. Keluar Parasys. Ia mengaku belum memahami maksud pesan itu sepenuhnya. Gaya bicara Tentakel Empat yang terpatah-patah membuat pesan tersebut jadi sulit dimengerti.

"Kumpulkan Eistaat. Itu yang disampaikan Satgas pada kalian, bukan?" ulang Benzua seraya memijat-mijat dagu.

"Benar, Lumjhen. Secara singkat itulah misi kami di dunia ini: Kumpulkan Eistaat dan keluar dari Parasys," jawab Rosie. Tanpa sengaja sudut matanya melihat Ausilium yang mengelus-elus perutnya. "Ah, kita bisa pikirkan ini sambil jalan. Anda sekalian harus cepat-cepat memenuhi kebutuhan manusiawi Anda. Um ...."

Rosie mendongak melihat parasut raksasa yang terbentang di atas kepalanya. "Kalau kita miringkan parasut ini ke arah tertentu, pasti angin akan membawa kita ke arah yang berlawanan."

"Ide bagus," sambut Reed. "Biar kucoba."

Hati-hati, Reed beringsut ke tepi sofa dan mulai berkutat dengan tali-temali parasut. Sayang, parasut itu terlalu besar dan talinya terlalu tegang untuk dimiringkan ke arah yang ia kehendaki. Bahkan dengan tambahan bantuan dari sembilan Eistaat dan Rosie, si parasut bersikukuh kembali ke posisi semula.

"Oke. Ini bukan cara yang benar," kata Reed akhirnya. Tidak seperti kesembilan Eistaat, ia dan Rosie sama sekali tidak terengah. Menyadari ini, Reed berkata pada para Eistaat, "Anda sekalian istirahat saja. Ada status serta kebutuhan manusiawi yang perlu Anda perhatikan. Serahkan urusan ini pada Rosie dan saya."

Dinilai dari ekspresi para Eistaat, jelas mereka tak ingin hanya duduk-duduk. Puluhan hingga ratusan tahun mengabdikan diri bagi jutaan jiwa manusia membuat mereka tak biasa, bahkan mungkin muak, terus-terusan dilayani dua remaja berusia tujuh belas tahun. Maka Rosie meminta agar mereka menggeser posisi duduk ke sana dan ke sini sementara ia dan Reed kembali menyibukkan diri dengan tali parasut. Selain bereksperimen dengan beban muatan, Rosie melakukan ini untuk memberi perasaan berkontribusi bagi para Eistaat.

Pada akhirnya, mereka harus menerima bahwa mengutak-atik parasut bukan jalan yang tepat untuk menggerakkan sofa. Tak lama mereka pun sadar tidak ada angin di langit Parasys. Mengapa sofa ini bisa mengapung di udara, Rosie berusaha untuk tidak memikirkannya. Alam Parasys terlalu aneh untuk dipahami nalar.

"Mungkin kita bisa melakukan sesuatu dengan ini?" Tihwa mengambil satu sisik dan menggoyangkannya di depan wajah. "Mereka sangat membantu kita di dalam air. Siapa tahu mereka juga bisa membantu kita di udara."

ParasysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang