33. Pulau Tiang - Hari Ke-116 di Parasys

232 65 8
                                    

Di dalam ruangan sempit di dasar perosotan, Rosie terjaga bersama timbunan senjata di pangkuannya. Sesekali ia melihat ketujuh Eistaat yang tengah tertidur, takut mereka tiba-tiba bangun dan menyerang satu sama lain. Rosie sangat bersyukur ia sama sekali tidak kelelahan sehingga bisa mengawasi mereka sepanjang hari.

Tubuhku benar-benar berubah seperti tubuh Eistaat di sini, pikir Rosie. Akan tetapi, aku belum tahu apa yang harus kulakukan dengan ini semua.

Putus asa, Rosie mengerling senjata di pangkuannya. Ia harus segera mengeluarkan para Eistaat dari tempat ini. Rosie takut jika ia terlambat sedikit saja, ruangan sempit ini akan berubah menjadi arena pembantaian. Ia yakin permen-permen yang dikonsumsi para Eistaat telah mencemari pikiran mereka

Rosie mengedarkan pandangan ke arah balon-balon bercahaya jingga. Tiba-tiba ucapan Etisea berkelebat di benaknya. Jika balon-balon itu disentuh terlalu lama, maka akan muncul sesuatu yang mengganggu. Rasa penasaran Rosie bangkit. Pada saat yang sama, ia khawatir sesuatu yang berbahaya keluar dari balon.

Kalau aku diam saja, aku tidak akan ke mana-mana. Rosie menatap kerumunan balon sambil menguatkan tekad. Sekarang atau tidak sama sekali.

Rosie bangkit berdiri serata menjulurkan telunjuk ke salah satu balon. Sensasi hangat di ujung jari langsung tertangkap indranya. Bibir Rosie mengatup erat, tegang mengantisipasi benda yang akan keluar dari balon. Kemudian dengan bunyi pop pelan, keluarlah tiga butir permen yang bentuknya persis sama dengan permen yang sering dikonsumsi para Eistaat.

Apa? Permen? Apa aku kurang lama menyentuh balonnya?

Penasaran, Rosie menyentuh balon lain. Kali ini ia berhati-hati agar kukunya tak menusuk balon secara tak sengaja. Hasilnya sama. Saat balon meletus dengan sendirinya, lagi-lagi tiga butir permen mendarat di tangan Rosie. Rosie menusuk balon ketiga, keempat, dan kelima. Masing-masing tetap memberinya tiga butir permen. Mulai kesal karena mengharapkan hasil yang lain, Rosie menusuk balon keenam dan ketujuh. Enam permen tambahan muncul memenuhi tangan gadis itu.

Kemudian sesuatu yang membuat jantung Rosie melompat terjadi.

Dua puluh satu permen itu tiba-tiba hidup. Mereka bergerak sendiri dan berloncatan dari tangan Rosie. Permen-permen itu melompat di lantai, semakin lama semakin dekat kepada ketujuh Eistaat. Yang membuat Rosie ngeri, permen-permen itu memaksa masuk melalui lubang hidung dan telinga para Eistaat.

"JANGAN!"

Rosie lupa pada tekadnya untuk tidak membangunkan para Eistaat. Ia mendatangi setiap Eistaat secara serabutan, berusaha menarik permen-permen dari kepala mereka. Dumoia menjadi Eistaat yang pertama terbangun. Ia menjerit menyadari ada dua permen bergerak-gerak menyumpali kedua lubang hidungnya. Jeritan Dumoia membangunkan yang lain, yang akhirnya ikut menambah volume jeritan di ruangan itu.

"Bersin! Bersin!" Rosie berteriak-teriak panik mengalahkan suara ribut ketujuh Eistaat. Usahanya menarik kembali permen-permen itu gagal total. Entah kekuatan dari mana, 21 permen itu lekat menempel pada kulit para Eistaat. "Bersin dan korek lubang telinga kalian!"

Ketujuh Eistaat menuruti instruksi Rosie. Terlambat. Tiga permen berhasil lolos masuk ke dalam tubuh masing-masing Eistaat.

"Apa yang terjadi?" tanya Razeloz tersengal. "Kenapa sampai bisa terjadi hal seperti ini?"

Di tengah ketakutannya, Rosie tegang lantaran sadar semua ini salahnya dan sadar akan disalahkan karena itu. Dengan tergagap, ia mulai bercerita. Belum juga penjelasannya sampai ke inti, ucapan Rosie dihentikan bunyi yang dihasilkan Prengoria.

"Anda baik-baik saja, Filchen?" tanya Rosie cemas. Prengoria baru saja mengeluarkan bunyi seperti orang yang hendak muntah.

"Tidak sama sekali," keluh Prengoria. "Belum pernah aku merasa seperti ini ...."

ParasysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang