2 | Target

1.4K 76 2
                                    

Sudah duduk di bangkunya, Arkala bersyukur atas pengumuman ketua kelas bahwa guru mereka tidak masuk.

Pemuda yang duduk di kursi pojok kanan itu terlihat pucat. Dua tangan yang sejak tadi ditatapi masih bergetar halus.

Arkala meneguk saliva berkali-kali sejak dari toilet perempuan tadi. Ia masih berusaha meyakinkan diri bahwa kejadian tadi memang nyata.

Menyandang predikat sebagai cowok paling digilai, Arkala merasa pantang untuk merasa takut. Ia tak boleh ragu-ragu atau terkesan takut. Maka semua bentuk tantangan harus diterima dan dilewati.

"Nggak usah diangkat seragamnya. Tangan lo aja masukin. Nomor tiga, dari kanan."

"Anj*ng." Arkala mendesis merasakan degup jantungnya masih menggila.

Ini sungguh tak terduga. Di luar prediksi.

Awalnya, Arkala hanya ingin membeli minuman di kantin. Saat menemukan meja berisi banyak kotak martabak, ia penasaran dan akhirnya bertanya pada si penjaga meja,

Ada yang berulang tahun rupanya. Bagi-bagi martabak diadakan sebagai perayaan. Setiap orang boleh mengambil sesuka hati.

Dari sana jugalah Arkala tahu siapa yang sedang merayakan hari jadi itu. Namanya Sera. Siswi kelas XI yang saat itu ketepatan sedang ada di kantin juga.

Arkala sedang kosong. Ia baru putus dari Intan dua hari lalu. Uang saku juga sudah menipis karena kemarin diminta Arvan untuk membeli buku gambar. Jadi, Arkala perlu secepatnya mengakhiri masa jomlo.

Pemuda itu sudah menetapkan target. Si Birthday Girl. Ayah gadis itu membagikan martabak dengan merek terkenal cuma-cuma, artinya mereka bukan dari keluarga biasa. Maka, Arkala mendatangi Sera.

Memberi selamat, mengajak berkenalan, ia menemukan bahwa Sera bukan tipe siswi ramah. Biasanya, setiap cewek yang Arkala datangi pasti terlihat malu-malu atau senang. Sera? Gadis itu terlihat biasa saja, bahkan cenderung datar.

Arkala orang yang konsisten. Ia juga akan bertanggung jawab atas pilihannya. Karenanya, walau sudah ditinggal Sera, ia tidak menyerah. Arkala menyusul Sera yang ternyata akan ke toilet. Dan di sanalah tragedi itu terjadi.

Arkala pikir Sera hanya menggertak. Jadi, ia juga balas menggertak. Namun, sampai tangan hampir menyentuh ujung seragam sekolah yang Sera pakai, gadis itu tak kunjung berontak atau marah. Jadi, ia yang menyerah. Pemuda itu pergi begitu saja. Pertama kalinya kalah pada seorang gadis.

"Napa lo, Ar? Abis lihat setan?" Budi yang menyadari keanehan Arkala menghentikan aksinya mencoret tembok dan bertanya.

Yang ditanya membenarkan. Sensasinya mirip seperti itu. Namun, lebih parah. Arkala merasa dirinya seperti linglung sekarang.

"Ar!"

Dipanggil dengan suara keras tepat di samping telinga, Arkala spontan memukul kepala Budi.

"Anj*ng!"

Budi mengaduh sejenak, lalu tertawa. "Galau lo abis putus dari Intan?"

"Nggak sudi." Ia beranjak dari duduk. Berpindah sebentar ke meja di depan, untuk mengambil botol minum Andre. Meneguk isinya hingga habis, lalu meletakkan lagi di sana.

"Habis, Arkalajengking!" Andre tidak terima.

"Ada yang kenal sama Sera? XI IPS 3." Arkala menatap Budi dan Andre serius.

Keduanya mengangguk.

"Yang ultah hari ini, 'kan?" Andre memutar kursi, menghadap meja Arkala dan Budi.

"Yang bapaknya punya usaha martabak terkenal itu, 'kan?"

Arkala mengernyit. "Kok gue baru tahu hari ini?" Biasanya, ia cepat tanggap jika itu menyangkut cewek cantik dan cewek kaya. Mengapa Sera bisa terlewat oleh radarnya?

First (Touch Your Heart) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang