Bosan seharian diminta beristirahat di kamar saja, sekitar pukul tiga sore, Sera pergi turun ke ruang tamu. Pikirnya Papa dan kakaknya belum pulang, karena sejak tadi tak ada yang menjenguk ke kamar. Ternyata, Riandi sudah ada di rumah.
Ayahnya itu sedang ada tamu. Tante Tiara. Adiknya Riandi. Langkah Sera pun memelan. Mendadak ia ingin putar balik dan kembali ke kamar.
Sera bukannya tidak sopan. Gadis itu hanya takut. Hubungannya dengan Tante Tiara tak terlalu baik.
Sejak Sera diadopsi, memang sebagian besar kerabat Riandi menolak dirinya. Alasannya, Riandi bukannya tidak punya anak. Pun, saat Riandi memutuskan mengambil Sera sebagai anak, keadaan pria itu sedang tak terlalu baik. Adanya Sera dianggap hanya akan menambah beban.
Meski tidak direstui menjadi adik tiri Julian, tetapi beberapa keluarga masih berusaha menghagai Sera. SIkap mereka jelas tidak ramah, tetapi tidak sefrontal Tante Tiara ini.
Sera masih ingat pertemuan terakhirnya dengan sang tante. Beberapa bulan kemarin, di acara ulang tahun ketujuh belas Tifani--anaknya Tiara. Di sana, Tiara terang-terangan mengatai Sera tidak sopan karena tidak mengenakan gaun mahal dan hanya datang dengan tampilan seadanya.
Dan sekarang, Tiara ada di rumah. Ada keperluan apa, Sera tak paham, yang jelas ia merasa gugup dan cemas.
Haruskah mendatangi, menghampiri? Menyapa, membeir salam? Kalau Tante Tiara tak menyambut dan malah bersifat ketus bagaimana?
Sempat membeku di tempat, Sera berjalan dengan ujung jari menuju ke dinding di dekat sana. Sambil mengumpulkan keberanian, dia akan bersembunyi di sana dulu.
"Aku sudah bilang sejak awal. Anak itu cuma akan bawa masalah."
Kelopak mata Sera melebar mendengar itu.
"Sudahlah, Ti. Jangan membesar-besarkan masalah."
"Membesar-besarkan masalah bagaimana, Mas? Aku sudah mengundang Mas dan Julian seminggu sebelumnya. Tapi, apa? Kalian sama sekali tidak datang? Karena apa? Hanya karena anak itu sakit."
Terasa sekali emosi marah dan tak suka dari cara wanita itu berucap. Sera yang tak melihat ekspresinya saja sudah menelan ludah susah payah. Jelas. Tante Tiara membicarakan dirinya barusan.
"Mas sudah kirim hadiah untuk syukuran rumah barunya, Ti. Sera itu sakit. Jelas dia butuh aku." Riandi berusaha memberi pengertian. Ia kenal semanja apa Tiara ini sejak kecil. Maklum, bungsu. Kaena itu, ia masih berusaha memberi penjelasan-penjelasan yang sekiranya bisa membuat sang adik paham.
"Kami butuhnya kalian datang. Cuma gara-gara anak itu demam, kalian sampai melupakan keluarga sendiri. Dia hanya demam, bukannya sekarat."
Tiara bicara dengan bibir maju lima senti. Memperlihatkan raut merajuk pada kakaknya. Ia kecewa karena perayaan rumah barunya tidak dihadiri semua kerabat dekat. Apalagi, Riandi dan Julian. Itu pun, karena si anak angkat yang berulah.
Ucapan Tiara tadi membuat kening Riandi berkerut. Pria itu mulai merasa terganggu. "Jangan bicara sembarangan begitu, Ti. Ucapan itu adalah doa. Mas enggak mau ada hal buruk yang menimpa Sera."
"Mas selalu lebih membelanya. Padahal, dia itu hanya anak pungut. Dia bukan siapa-siapa, sedangkan aku ini adik kandungnya Mas."
Sera di balik dinding mendengar papanya menghela napas.
"Dia anakku, Tiara. Mas ingatkan sekali lagi, berhenti bersikap seperti ini pada anakku."
Tensi di ruang tamu semakin naik. Riandi salah. Dirinya tak bisa lebih sabar lagi, karena Tiara terus-terusan mengatakan hal buruk tentang Sera.
KAMU SEDANG MEMBACA
First (Touch Your Heart)
Ficção AdolescenteSera Riandi. Remaja yang hobi mencatat semua uang yang papanya keluarkan untuknya. Dicatat sebagai utang, nanti setelah bekerja akan dilunasi dengan cara mencicil. Takut memberi kepercayaan pada orang lain, Sera juga merasa tak pantas menerima semu...