34 | Di bawah Hujan

680 56 1
                                    

Sera berjalan ogah-ogahan ke ruang makan untuk sarapan. Langkahnya pelan dan berat. Malas. Ini hari pertama setelah rangkaian ujian semester selesai.

Gadis itu yakin tak akan ada kegiatan belajar yang berarti, sebab mereka hanya tinggal menunggu rapor, kemudian pengumuman libur. Selain itu, bayangan soal hasil ujian yang mustahil bagus, membuatnya semakin tak berselera berangkat ke sekolah.

Belum sampai langkah Sera di ruang makan, gadis itu berhenti. Suara dua orang bicara membuatnya tergelitik untuk mencuri dengar saja, daripada menunjukkan diri.

"Nanti semester genap, Sera udah mulai les atau tunggu kelas dua belas aja, Pa?"

"Kelas dua belas aja, Kak. Kasihan dia. Toh, Papa udah suruh kerja juga."

"Kira-kira dia udah yakin ke jurusan Psikologi atau masih mau berubah, ya, Pa? Kok aku pengin dia jadi guru, ya?"

Riandi terdengar tertawa. "Galak nanti kalau jadi guru, Kak. Terserah adikmu aja. Yang penting dia tanggung jawab sama pilihannya dan menikmati."

"Sera libur, kita jalan-jalan, ya, Pa. Biar dia nggak terlalu capek."

"Boleh. Kamu bisa ambil cuti memangnya?"

"Aku kuusahakan. Kalau nggak bisa, Papa aja sama dia yang pergi."

"Dia pasti lebih senang kalau kamu ikut, Kak."

"Aku usahakan. Oh, iya, Sabtu ini dia off dulu di kedai, ya, Pa. Aku mau ajak beli motor. Biar dia bisa leluasa ke mana-mana."

Percakapan itu berhasil membuat Sera menarik senyum. Gadis itu merutuki diri. Orang-orang sebaik ini yang ia curigai? Meski ia tak ada, kakak dan papanya masih saja memikirkan hal-hal dan rencana baik baginya.

Orang-orang ini yang ia tuduh akan sanggup membuangnya suatu saat? Sera jadi sangsi.

Berjalan ke arah meja makan, Sera berucap, "Aku nggak sekolah, ya? Takut." Gadis itu mengambil tempat di samping sang ayah. Melempar senyum sayang, meski ayahnya tak melihat.

"Takut apa?" Julian menatap penuh antisipasi.

"Takut sama hasil ujianku kemarin."

Julian mengangguk satu kali. Ketegangan yang sempat dirasa menguap. "Datang atau enggak, memang ngaruh sama nilai?"

Si adik menggeleng. "Mau bolos, ah. Bagus ke kedai."

Riandi mengggeleng, menolak permintaan sang anak. "Sabtu dan Minggu saja kamu boleh ke sana."

Sera baru saja hendak melahap nasi di sendok, dari arah luar rumah terdengar suara beberapa orang serentak memanggil namanya.

"Sera! Sera!"

Buk Harti melihat siapa yang datang. Wanita itu kembali ke ruang makan, tidak sendiri. Melainkan bersama Tiara, Andre, Budi dan Arkala.

"Katanya mau jemput Sera, Pak," jelas wanita itu pada Riandi.

Yang namanya disebut menaruh sendok. Ia melirik malas, kemudian berdecak. "Ngapain gue harus dijemput kalian?"

"Kata Arkala, lo takut ke sekolah. Jadi, kita  sebagai teman yang nggak suka lihat lo senang, memutuskan untuk menjemput."

Sera menyipit tak senang pada Arkala. Ia memang sudah membeberkan rencana membolos pada si pemuda. Beserta dengan alasannya. Tak ia sangka si tutor akan mengumumkan itu pada teman-teman mereka yang lain.

"Kita sarapan sama-sama, ya? Kalian sudah sarapan?" Riandi tampak semringah.

Andre menggeleng dengan wajah antusias. "Kebetulan belum, Om." Tak sungkan pemuda itu segera menarik kursi untuk dirinya sendiri.

First (Touch Your Heart) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang