"Masuk dulu, Nak Arkala?" Buk Harti yang barusan membukakan pintu menawarkan.
Arkala balas dengan gelengan ajakan itu. "Di sini aja, Buk. Sera juga udah siap katanya. Tinggal berangkat aja."
Mengangguk paham, Buk Harti menatap Arkala sedikit lebih lama. Ia kemudian berdeham. "Titip Sera, ya, Ar. Kalau ada apa-apa, langsung telepon ke Pak Riandi atau Julian. Ke rumah juga boleh."
Tersenyum, Arkala menyanggupi. Lelaki itu meraih tangan Buk Harti. Ia tepuk pelan punggung tangan wanita itu. Ia yakin, Buk Harti ikut-ikutan cemas soal agenda Sera hari ini.
"Jangan cemas. Ada Arkala."
Tepat setelah Arkala usai berucap, Sera muncul dari dalam rumah. Mengenakan kemeja berwarna cream dan celana jeans hitam, gadis itu menenteng beberapa barang di kedua tangan.
Arkala membantu membawakan benda itu ke mobil yang hari ini dipinjamkan Julian. Alih-alih meminta diantar ayah atau kakaknya, Sera malah meminta Arkala.
"Hati-hati, ya? Jangan dipaksa kalau udah merasa ndak nyaman. Telepon kalau ada apa-apa." Buk Harti mengusapi kepala Sera dengan wajah gusar.
Sera mengulas senyum. Memeluk Buk Harti sebentar, kemudian mengangguk. Ia pun pamit pada wanita itu, kemudian mobil yang disupiri Arkala mulai meninggalkan pekarangan rumah.
Sera ingin menjenguk Yudi. Ini sudah lebih tiga tahun sejak ayah kandungnya itu tinggal di lembaga pemasyarakatan. Dan Sera rasa, ia perlu bertemu dengan Yudi.
Awalnya, ide ini tidak disetujui Riandi, Julian, bahkan Arkala. Sera tahu tiga orang itu masih marah pada Yudi. Bukannya Sera tidak. Namun, gadis itu merasa pertemuan ini perlu.
Bagaimana pun, Yudi adalah ayah kandungnya. Sera memang marah pada lelaki itu, terkadang bahkan ada perasaan benci yang menyusup. Namun, nurani Sera juga merasa terusik akan kebenaran bahwa apa pun yang sudah terjadi, Yudi tetaplah ayah kandungnya. Orang yang membuatnya bisa ada di dunia ini.
Membujuk Riandi lumayan sulit. Namun, Sera berhasil. Karena itu ia ada di sini sekarang. Di ruangan yang petugas lapas sebut sebagai tempat ia akan bertemu Yudi.
Mereka sudah menunjukkan beberapa dokumen yang diperlukan sebagai syarat melakukan kunjungan. Barang bawaan mereka juga sudah diperiksa.
Di bangkunya, Sera menunduk dan memainkan jemari. Ada perasaan cemas yang menggelayuti hati. Terbayang saat Yudi dengan tega menyulut api di rumah persembunyian waktu itu. Gadis itu memejam, mengisi pikiran dengan segala hal positif.
"Mau ngapain lo di sini?"
Suara itu membuat Sera mendongak. Jantungnya berdebar, tangannya gemetar. Raut wajah tak suka dari sang ayah kandung makin membuat perasaan tak karuan.
Arkala berdiri, tangannya mengepal. Sudah akan buka suara, tetapi urung setelah Sera menatap sebentar sebagai isyarat agar ia kembali duduk.
Yudi duduk. Menengok Sera sesaat, kemudian membuang wajah. Laki-laki itu melebarkan mata saat gadis di hadapanya mengulurkan tangan.
Tak menunggu, yakin Yudi tak akan menyambut, Sera meraih tangan lelaki itu untuk disalami. Mata si gadis memanas. Ia gigit bibir kuat-kuat.
"Lo mau ngetawain gue? Karena itu datang ke sini?" Yudi menggenggam jemarinya di bawah meja. Itu tadi, adalah tangan yang anaknya salami.
Sera menggeleng. Ia mendekatkan rantang di atas meja ke arah Yudi. "Ini makanan. Ayam goreng sama sayur bayam. Aku yang masak."
Gadis itu terbayang masa di mana ia dan Yudi hidup serumah. Tidak banyak kenangan manis, tetapi Sera masih bisa merasai hangat di dada. Dulu, walau tidak harmonis, Sera pernah mencicip pengalaman seatap dengan kedua orang tua kandung.
KAMU SEDANG MEMBACA
First (Touch Your Heart)
Genç KurguSera Riandi. Remaja yang hobi mencatat semua uang yang papanya keluarkan untuknya. Dicatat sebagai utang, nanti setelah bekerja akan dilunasi dengan cara mencicil. Takut memberi kepercayaan pada orang lain, Sera juga merasa tak pantas menerima semu...