32 | Cantik Banget, sih, Lo?

709 52 0
                                    

"Sera! Sera!

Suara panggilan itu jelas di telinga Sera. Si gadis hanya bisa melirik malas pada teman-temannya yang menghuni salah satu meja di kedai itu. Ada Andre, Budi dan Tiara. Mereka tengah mengacau.

Sejak seminggu lalu, Sera resmi menjadi pegawai paruh waktu di salah satu gerai martabak miliki Riandi. Sera bekerja di sana tiap Sabtu dan Minggu. Kata Papanya ini perlu, agar Sera tak berpikiran macam-macam lagi.

Pekerjaan Sera tidak sulit, karena masih pegawai pemula. Ia hanya perlu mengantar pesanan pelanggan yang makan di tempat. Terkadang mengantar pesanan ke tempat pelanggan. Atau membantu koki di depan atau dapur menyiapkan martabak.

Karena tahu Sera bekerja di sini, Andre, Budi dan Tiara menyempatkan dan memberanian diri datang. Untuk mengacau, kata Sera. Sebab sejak datang, ketiga temannya itu belum memesan dan hanya terus memangil-manggil namanya.

"Sera! Sera!"

Sera menghampiri meja itu usai mengantar martabak ke salah satu pelanggan. Sera menaruh nampan yang dibawa agak kasar di meja.

"Lo semua pada mau ngapain, sih?"

Budi berdiri. Pemuda itu berkacak pinggang. "Mana, sih, manager tempat ini? Punya karyawan kok ya ndak sopan sama orang tua?"

Kelakukan Budi itu dihadiahi Sera injakan di kaki. Budi malah tertawa, kembali duduk.

"Kita pesen, ya, Ser. Yang menurut lo paling enak." Andre berucap dengan wajah sok waras. Berikutnya, pemuda itu memanggil Sera untuk mendekat. "Lo digaji bokap lo di sini?" bisiknya jahil.

Sera memukul lelaki itu di bahu. "Tiga cukup? Yang toping jagung aja. Itu yang paling enak."

Ketiga teman Sera mengangguk. Mereka menatap si gadis kagum.

"Lo semua punya uang, nggak?" Sera bersedekap, menatap sangsi pada teman-temannya.

Budi menggeleng. "Arkala yang traktir. Dia datang bentar lagi."

Sera mendengkus. "Arkala? Bukannya dia mau nabung untuk beli hadiah buat Tante Winda, ya?"

Tiga orang di meja serentak mengangkat bahu, Sera mengambil nampannya lagi. "Tunggu di sini. Jangan berisik, tolong. Gue dimarahi nanti."

Budi, Andre dan Tiara mengangguk paham.

Sekitar pukul delapan malam, Sera melihat Arkala datang. Turun dari motor, temannya itu melewatinya yang sedang menghidangkan pesanan pelanggan di salah satu meja. Tak lama, Sera melihat Papa dan kakaknya juga datang.

Tempat yang mirip kafe ini ramai. Terlebih karena ini Sabtu malam. Mayoritas pelanggan adalah pemuda yang menghabiskan waktu dengan teman atau pacar, sekadar mengobrol sembari kenikmati martabak.

Sera hampir tak punya waktu untuk menyapa Papanya, sebab orderan terus mengantri untuk diantar. Setengah jam berlalu, Sera baru dibolehkan mengambil waktu untuk minum.

Teman-teman dan keluarganya duduk semeja, jadi Sera menghampiri sekaligus. Gadis itu duduk di sebelah sang ayah, menyadandarkan tubuh sejenak.

"Lo semua belum pada pulang?" Sera menatapi teman-temannya.

"Kok begitu sama pelanggan?" Budi melirik Riandi. Dibalas lelaki itu dengan tawa, Budi jadi ikut tertawa.

"Capek, Dek? Udahan aja?" Julian mengejek.

Yang ditanya menggeleng. "Kan mau bayar utang ke Papa."

Seorang pegawai datang ke sana. Mengangguk santun pada Riandi, ia kemudian bicara pada Sera. "Habis ini ke dapur, ya, Ser. Bang Hardi minta kamu bantuin beresin dapur. Lima menit lagi."

First (Touch Your Heart) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang