15 | Mengaku

765 62 1
                                    

"Ini serius, Ser? Lo bayarin makanan kita?" Andre bertanya sekali lagi. Memastikan bahwa apa pun yang ia pesan akan ditanggung oleh gebetannya Arkala. Sera.

Sera mengangguk. Awalnya hanya ingin mentraktir Arkala. Namun, karena pemuda itu ada di kantin bersama Andre dan Budi, jadi sekalian saja. Tiara juga terlihat tidak keberatan jika mereka semua duduk di satu meja.

"Gue udah pesan. Ini seriusan, kan?" Budi yang baru kembali sehabis mengorder makanan melirik pada gadis yang duduk di samping Arkala.

Sera mengangguk lagi.

"Lo nggak pesen, Ser?" Tiara yang duduk di antara Budi dan Andre bertanya.

Yang ditanyai menggeleng.

"Kenapa? Lo yang bayarin kita-kita, tapi malah nggak makan." Andre mengambil sendok karena baksonya sudah hadir.

"Gue pesenin lagi mau?" Budi menawarkan seraya melirik penuh minat pada bakso berasap di hadapan.

"Kalian makan aja." Sera menatapi tiga orang di depannya. Senang sekali rasanya melihat mereka tampak menyukai makanan yang ada.

"Lo mau ini?" Arkala menggeser piring berisi mi instans gorengnya. Pemuda itu menarik sudut bibir saat Sera menjawab dengan anggukkan. "Tapi jangan banyak-banyak. Gue bagi, 70-30."

"Pelit banget, Ar," komentar Budi.

"Tahu. Sera ini yang bayar." Andre menimpali.

"Dia nggak bisa makan banyak-banyak. Sakit perut nanti." Usai membagi mi itu, Arkala mulai menikmati.

Balasan dari Arkala sukses membuat tiga orang di meja itu tersenyum-senyum. Mereka saling berpandangan dengan arti yang sama.

"Manis banget, sih, Ar. Sampai tahu hal gituan."

"Harusnya kalian ketemu dari dulu, ya."

"Nggak sia-sia gue ninggalin Sera sendirian waktu itu."

Terserah apa kata orang-orang di sana, Sera fokus merasai tiap sendok mi-nya. Luar biasa. Mi instan memang selalu luar biasa.

"Lo udah nembak Sera, Ar?"

Meja itu seketika sepi. Andre dan Tiara saling melempar pandang pada Sera. Arkala tiba-tiba mematung dan Budi menanti dengan saksama pertanyaannya dijawab.

"Ar?" Budi bersuara lagi.

Semua orang menatap padanya sekarang, kecuali Sera, Arkala menaruh garpu. Ia meneguk air dari gelas, lalu menarik napas.

"Arkala suka sama Sera? Maksud gue, ada rencana mau nembak?" Tiara ikut-ikutan menomor duakan baksonya. Masalah Arkala dan Sera ini jauh lebih penting.

Andre mengangguk.

Semua menanti dirinya angkat bicara, selain Sera, Arkala memutuskan mengajak Sera bicara berdua saja. Mereka meninggalkan kantin, menuju area belakang sekolah.

Ada satu bangku panjang di sana, tepat di bawah sebuah pohon. Arkala mengajak Sera duduk di sana.

Arkala sudah memutuskan. Ia harus mengakhiri ini.

"Lo mau jadi cewek gue, Ser?"

Raut wajah Sera masih terlihat datar saja. Gadis itu hanya mengerjap beberapa kali, lalu menggeleng.

Arkala memegangi dada. Lega. "Lo nggak suka gue, 'kan?"

"Suka."

Mimik wajah si pemuda mendadak tegang. Apa selama ini ia sudah berhasil mencuri hati gadis itu, tanpa disadari? "Tadi katanya nggak mau jadi cewek gue?"

First (Touch Your Heart) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang