9 | Bunga Tabur

833 62 4
                                    

Tiara melotot pada Sera di sebelahnya. Temannya itu baru saja mengeluarkan satu plastik kresek warna putih dari tas.

"Lo mau nyekar, Se?" Tiara menyentuh plastik tadi. Nyata.

"Makasih saran lo. Gue mau ke kelasnya Arkala dulu."

"Tapi, Se! Sera!" Di bangkunya, Tiara menepuk jidat. Sudah pasti, akan terjadi masalah setelah ini.

Kemarin malam, Sera mengiriminya pesan berisi pertanyaan. Soal cara apa yang bisa dilakukan untuk membujuk seseorang yang marah.

Sera bilang, ia tidak sengaja membuat Arkala marah. Perihal apa, Tiara tak diberi penjelasan lebih jauh.

Saat itu, spontan saja, Tiara mengusulkan untuk memberikan bunga. Kemudian, Sera bertanya lagi. Bunganya beli di mana. Tiara bercanda, menyebut tukang bunga.

Mungkin, Sera memang selugu dan sepolos itu, hingga benar-benar melakukan apa yang Tiara sarankan.

"Gue nggak tanggung jawab kalau sampai Arkala makin ngambek."

Berjalan cepat menuju kelas Arkala, Sera tak butuh waktu lama untuk bisa sampai di sana. Si pemuda sudah datang, terlihat duduk santai seraya memegangi ponsel.

Sera mengetuk pintu. Seluruh kelas menatapnya, kecuali target. Gadis itu mengetuk lagi.

"Ar, Sera tuh." Andre memberitahu pemuda di belakangnya.

Arkala mengangkat wajah. Dahinya langsung berlipat.

"Ka. Boleh masuk?"

"Mau ngapain lo?" Arkala masih terdengar ketus. Meski begitu, ia sepenuhnya memadamkan layar ponsel dan menghadap ke pintu.

"Mau minta maaf. Lo masih marah?" Sera berdiri menempel di kusen pintu. Hanya kepala dan setengah dada yang terlihat dari dalam kelas.

Semakin dalam lipatan di dahi si pemuda. Minta maaf katanya? Dengan wajah super datar begitu?

Selagi Arkala sibuk menilai, beberapa siswa di kelasnya sudah mulai berdeham. Sengaja. Mengejek. Yang paling keras, Andre pula.

"Udah sampai mana, sih, kalian? Udah main ngembek-ngembekan aja." Andre menengok pada temannya. Diberi tatapan tajam, ia semakin melebarkan senyum.

"Lo juga udah minta maaf kemarin. Nggak gue terima. Kali ini sama aja."

"Tapi, kali ini gue mau pakai cara lain, Ka." Sera masih tak menyerah. Ia merasa bersalah karena sudah tidak sengaja mencampuri urusan keluarga Arkala. Pun, mereka masih harus bersama untuk urusan belajar. Akan jadi canggung dan berantakan jadinya nanti.

"Cara apa?" Arkala menaruh ponsel di meja. Ia bersandar dan melipat tangan di dada.

"Gue bawa bunga. Kata Tiara, biar dikasi maaf, boleh bawain bunga."

Wajah Arkala kaku. Telinganya diam-diam memerah karena mendengar siulan dari orang-orang sekelas.

"Cie. Yang dibawain bunga segala."

"Biasanya, cowok yang bawain ceweknya bunga. Ini kebalik. Sok raja lo, Ar."

Arkala berdeham. Raja? Oh, biarkan saja. Selama ini, kan, memang semua siswi selalu memujanya. Mungkin giliran Sera sekarang.

"Masuk lo sini."

Akhirnya diberi izin masuk, Sera berjalan cepat menghampiri meja Arkala. Bunga ia taruh di belakang punggung.

"Cepet, deh, minta maaf." Dagu Arkala naik. Berlagak tak peduli, ia menatap papan tulis di depan.

"Maaf. Kemarin itu nggak sengaja. Benar-benar nggak sengaja. Lo jangan marah lagi. Mata lo jadi makin seram."

First (Touch Your Heart) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang