18 | Rencana Masa Depan

793 56 0
                                    

Hari Minggu. Waktunya Sera menempati posisi sebagai asisten ART. Diwajibkan bangun di jam biasa, pukul lima. Gadis itu harus mandi terlebih dahulu untuk kemudian menyelesaikan beberapa pekerjaan yang sudah menjadi tanggung jawabnya.

Mencuci pakaian sekolah, baju rumah, sepatu, kaus kaki, pakaian Riandi dan Julian. Mencuci piring, membersihkan lantai satu rumah dari debu di lantai dan perabotan. Menjemur pakaian, menyetrikanya nanti sore.

Mengganti bed cover dan selimut, menyusun ulang letak buku di meja belajar dan menyiram rumput di belakang. Separuh hari berlalu, Sera hampir merampungkan semua tugas itu.

[Kalau nilai latihan lo jelek lagi Rabu ini, gue pasung lo.]

Berbaring di sofa sembari istirahat siang, Sera menemukan pesan itu di ponsel. Dari Arkala, si tutor super kejam.

Gadis itu berdecak. Marahnya Arkala ini memang wajar. Sudah satu bulan menjalani les tambahan, Sera sama sekali tak mengalami perubahan berarti. Bukan hanya Arkala, si cewek juga menyadarinya.

Menaruh ponsel, Sera bersedekap dalam posisi telentang. Ia sedang berpikir. Bagaimana caranya? Apa dengan performa seperti sekarang, mungkin ia bisa mendapat satu saja nilai delapan di ujian akhir semester nanti?

"Tugasnya udah selesai, Ser?" Rambut setengah basah habis mandi, Julian menghampiri adiknya. Satu tangan pria itu memegangi tablet. Pria itu mengernyitkan dahi pada kaus putih yang Sera kenakan.

"Heran. Kakak biasanya bisa bangun setengah lima. Sempat lari pagi, sebelum ke kantor. Ketemu hari Minggu, tidur sampai tengah hari. Sengaja, ya?" tuduh Sera setengah protes.

Julian mengangguk dengan senyum lebar. Lelaki itu membungkuk di samping sofa yang adiknya tempati untuk bisa mengecup dahi Sera. "Kalau aku bangun pagi, kamu pasti minta bantuan untuk ngerjain tugas-tugas kamu itu."

Sera mengangguk saja. Ia menatapi kakaknya yang sudah duduk di sofa untuk satu orang.

"Kenapa lihatin aku begitu?"

"Umur kamu berapa sekarang?" Sera tampak serius.

"Tiga puluh. Kenapa?"

"Aku cariin pacar mau?" Sera bangun dan duduk bersila. Cewek itu menatap datar pada kakaknya yang terlihat terkejut.

"Tiba-tiba banget? Dasar apa kamu nanya begitu?" Julian tak habis pikir. Mendadak sekali adiknya bertanya soal ranah itu.

Sera bercerita. Ini soal pendapat Arkala. Jadi, temannya itu tak sengaja melihat Sera datang ke sekolah dengan diantar Julian. Tidak ada yang luar biasa, hanya saja Arkala ini memang sulit ditebak jalan pikirannya.

"Arkala bilang, usia Kakak udah usia yang harusnya menikah. Kata dia lagi, mungkin aja, Kakak belum juga punya pacar karena terlalu sibuk ngurusin aku."

Mendengar itu, Julian tersenyum, lalu mengangguk. Langsung direspon tautan alis oleh si adik.

"Aku semanja itu memang, Kak?" Ada rasa tak terima di cara Sera bertanya.

Julian menggeleng. "Aku khawatir. Minimal, kamu harus lulus SMA dulu, baru aku fokus sama pacar-pacaranku."

"Apa hubungannya?"

"Kakakmu khawatir fokusnya pecah dan kamu jadi tidak terkontrol dengan baik." Sempat mendengar obrolan anak-anaknya, Riandi yang baru saja kembali dari kegiatan memeriksa gudang bahan baku ikut bergabung di sana. Ia mengambil posisi di samping si bungsu.

"Aku seliar itu, Pa?" Sera cemas.

"Bukan." Riandi tersenyum lembut. "Ini semacam menghabiskan jatah untuk merecoki kamu."

First (Touch Your Heart) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang