•••
Gulf menatap seseorang yang sejak tadi masih sibuk dengan beberapa buku juga catatan kecil, entah sudah berapa kali ia memuji pahat indah rupawan si pemilik hati.
"Mew, aku capek."
"Yaudah sana," cuek Mew lalu melanjutkan kembali mengerjakan tugasnya.
"Tega."
Netra yang lebih tua melirik Gulf yang memilih memainkan ponselnya, "Harusnya kamu itu bisa lebih rajin daripada aku."
"Kenapa harus?"
"Karena kamu pacarku," Mew mengambil ponsel pacarnya untuk ia simpan dalam saku celana.
Sekarang mereka berdua sedang bertatapan, Mew menyodorkan beberapa soal materi kelas 11.
"Coba kerjain, nanti kalau benar aku kasih sesuatu." Rayunya mencoba membuat Gulf tertarik.
Karena demi apapun, Gulf itu terlalu masa bodoh dengan pendidikannya.
"Cium boleh?"
"Selain itu," tolak Mew. Meskipun sudah berpacaran lebih dari dua tahun mereka memang tidak pernah melakukan apapun selain berpegangan tangan.
Itupun Mew harus dipaksa terlebih dahulu.
"Ya sudah, tidak usah."
"Pipi, ciumnya di pipi."
Gulf bersorak gembira dalam hati, akhirnya setelah sekian lama ia akan merasakan tekstur pipi pacarnya.
.
.Namun setelah lima belas menit berlalu, penanya tidak juga bergerak.
Gulf melirik Mew yang masih sibuk menopang dagu sembari menatapnya.
Menunggu.
"Bisa?"
"..tidak"
Pfft.
"Berarti tidak ada cium."
Gulf merengut, padahal ia sudah berandai-andai.
.
.
.Siapa yang tidak mengenal Mew dan Gulf? Pasangan paling mustahil seantero sekolah.