22. Berjuang Sama-sama?

6.4K 576 44
                                    

22. Berjuang Sama-sama?

Bukan dia yang jahat, tapi baper-mu yang salah tempat.”

Keesokan harinya setelah pernikahan Angkasa dan Dara berlangsung, tepat pukul sepuluh pagi mereka sudah sampai di kediaman Mario. Untuk beberapa hari kedepan, pengantin baru itu akan menginap di rumah pria itu bersama dengan para sanak-saudara dari keluarga Angkasa.

Di saat yang lain sibuk bercengkrama di ruang keluarga, Angkasa memilih masuk ke dalam kamarnya yang jarang ia tempati itu. Menghempaskan tubuhnya di kasur, Angkasa memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan pikirannya yang mulai kacau.

"Kemaren gue beneran nikah, kan? Gak mimpi, kan?" tanya Angkasa pada dirinya sendiri. Tatapannya jatuh pada cincin yang tersemat di jari manisnya.

"Kalau lo bisa buka hati buat Dara sama Aluna dulu, kenapa lo ragu buka hati lagi buat Dara yang sekarang?"

Angkasa menghela napas pelan saat ucapan Dewa kala itu muncul di benaknya. Angkasa sudah memutuskan, dia akan berubah. Dia tidak mau hidup dalam zona kelabu, menantikan bayangan semu. Angkasa ingin menyelesaikan dan berdamai dengan masa lalunya. Pelan-pelan, dia pasti bisa.

Angkasa tersenyum kecil saat bayangan Dara-nya kembali muncul. "Ra, maaf." Hanya itu yang mampu Angkasa ucapkan.

"Aku liat kamu di acara kemaren, kamunya senyum juga ... kamu bahagia, ya?" tanya Angkasa seolah Dara ada di dekatnya. Posisinya masih sama, berbaring terlentang menatap langit-langit kamarnya.

"Emangnya kamu gak marah kalau aku duduk di pelaminan sama perempuan lain?" Angkasa terkekeh setelah berucap seperti itu.

"Dara-nya Angkasa baik, kan? Kalau nanti Angkasa buka hati buat perempuan lain boleh?"

Hening. Angkasa sibuk berceloteh sendiri di dalam kamarnya. Dia mengeluarkan semua keluh kesahnya tentang perasaannya yang sedang dilanda galau.

"Angka mau belajar buka hati lagi ... Dara bantu kuatin Angka, ya?"

***

Dara berjalan menuju lantai atas—tepatnya kamar Angkasa—sembari menggendong balita berumur satu tahun itu dengan mulut yang tidak berhenti berceloteh bikin si bayi yang di gendongnya tertawa girang.

"Kita jenguk uncle Angka!" kata Dara seraya mendorong handle pintu kamar cowok itu.

"Uncle?" panggil Dara menirukan suara anak kecil.

Dara mendekati ranjang saat melihat suaminya itu tengah tertidur dengan posisi terlentang dan lengan yang ada di atas kepalanya.

"Angka ...," Dara mengguncang pelan tubuh cowok itu.

Balita itu memberontak ingin turun dari gendongan Dara, setelah bebas, balita itu merangkak menaiki tubuh Angkasa dan duduk tepat di atas perut cowok itu.

"Alta jangan," cegah Dara saat balita laki-laki itu melompat-lompat diatas perut suaminya.

Angkasa terusik, saat akan membalikkan posisinya Angkasa refleks menangkap tubuh kecil Alta sebelum tertindih oleh tubuh kekarnya.

ANGKASADARA 2 [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang